zwani.com
apa kabar kamu hari ini
salam hangat buat faithfredoom.org semoga bermanfaat bagi anda dan untuk non muslim ma’af bila ada kata-kata kurang berkenan Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi kekasihmu semoga allah swt membuka mata hati faithfreedom terhadap islam.
Image by Anime Myspace Comments
MyNiceProfile.com

Selasa, 12 Oktober 2010

kritik bibel (Analisa historis yahudi terhadap perjanjian lama)

Analisa historis filosof yahudi
terhadap perjanjian lama

Semua orang mengakui bahwa kitab suci adalah firman Tuhan. Sebagaimana juga mengakui bahwa kitab suci itu mengajar¬kan kebahagiaan rohani yang hakiki dan menunjukkan Jalan keselamatan. Namun, ternyata perilaku manusia menunjukkan sesuatu yang sama sekali berbeda dengan hal itu.
Kita semua tahu bahwa hampir semua orang telah mengganti firman Allah dengan bidah-bidah mereke sendiri. Sebagaimana juga tahu bahwa mereka telah memeras semua tenaganya atas nama agama untuk memaksa orang lain agar berpikir seperti dirinya.
“Di seberang sungai Yordan... kalau saja kamu mengetehui rahasia dua belas... hukum Taurat dltuliskan oleh Musa... waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu... Di atas gunung TUHAN, akan disediakan... ranjangnya adalah ranjang dari besi, saat itu kamu akan mengetahui kebenaran."
Hal ini berarti bahwa kltab Nabi Musa yang asli jauh lebih kecil daripada lima kecil yang beredar seat ini.
Baruch Spinoza (1632-1677): filosof den teolog Yahudi rasionalis. Filosof terpenting delam peradaban barat modern. Tokoh krltik kltab suci. Filosof dan teolog Yahudi terbesar yang pernah melakukan analisa kritls terhedap teks-teks kitab-kitab Perjanjian Lema. Sejak semula Spinoza sudah menyiapkan diri untuk menjadi robi (hakham). Tetepi di kemudlan hari, jalan hidupnya ini ternyata berbalik. Dia malah diusir dari Jemaat Yahudi Amsterdam setelah dituduh ateis karena pikiran-pikiranya tentang kitab suci dan akidah-akidah Yahudi. Sebelum diusir, dia masih sempat disuap oleh para robi agar menyembunyikan pikiran-pikirannya itu.

Kritik Bibel
Analisa Historis Filosof Yahudi
terhadap Perjanjian Lama

Diterjemahkan dari Judul
Risalah fil lahut was Siyasah

Karya : Baruch Spinoza
Copyright Penerbit Daartt Wihdan , Cairo

Alih Bahasa:
Salim Rusydi Cahyono, Lc.

Penyunting: Lutfi Fuadi
Setting/Layout : elfuad
Design Cover : Yunus Dian Wibisono

Diterbitkan oleh
BIMA RODHETA
Indonesia

Cetakan I : September 2004

Copyright © 2004 BIMA RODHETA


Pembuatan dalam bentuk ebook, belum se-izin pemegang copyright.
Jika dirasa tidak bermanfaat dan merugikan, kami mohon maaf dan kami akan segera menghapusnya dari materi download di situs
http://www.pakdenono.com

Kata Pengantar
Hj. Irena Handono

Puji Syukur hanya kepada Allah swt. Tuhan semesta alam yang selalu melimpahkan rahmat dan petunjukNya. Shalawat dan salam semoga dlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw.

Dalam membuktikan adanya Tuhan, akal manusia hanya mampu menyimpulkan bahwa Tuhan itu ada. Adapun hal-hal yang menyangkut seperti apa sebenarnya Tuhan itu, apa pula sifat-sifatNya, bagaimana kita harus memperlakukanNya dan lain sebagainya akal itu hanya mampu berspekulasi. Inilah sebabnya kenapa mesti terjadi perselisihan antar para filosof ketika merumuskan konsep mereka tentang Tuhan. Semua hal ini hanya bisa diketahui dari pemberitahuan dari Tuhan itu sendiri. Untuk itu, jika kita sudah mengakui adanya Tuhan hendaknya kita berhenti mereka-reka seperti apa gerangan bentuk Tuhan itu. Sebaliknya, yang harus kita lakukan adalah mencari pemberitahuan dari Tuhan lewat wahyu yang terangkum dalam kitab suci. Jika sudah menemukannya, kita harus mengujinya apakah kitab suci itu benar-benar pemberitahuan dari Tuhan. Di sini akal manusia bisa difungsikan lagi. Selanjutnya, jika kita melihat ke alam sekitar kita akan mendapatkan beberapa buah kitab yang diakui sebagai berita dari Tuhan, seperti Taurat (dan seluruh kitab Perjanjian Lama), Injil (beserta seluruh kitab Perjanjian Baru) dan al-Quran. Kitab-kitab inilah yang harus kita buktikan apakah benar-benar berasal dari Tuhan?. Jika sudah ditemukan kitab mana yang benar¬ benar merupakan berita dari Tuhan, kita harus pegang. Tugas akal kita selanjutnya adalah memahami kandungannya dan mencari cara untuk mengaplikasikannya di alam nyata. Sebaliknya, yang harus kita lakukan adalah mencari pemberitahuan dari Tuhan lewat wahyu yang terangkum dalam kitab suci. Jika sudah menemukannya, kita harus mengujinya apakah kitab suci itu benar-benar pemberitahuan dari Tuhan. Di sini akal manusia bisa difungsikan lagi. Selanjutnya, jika kita melihat ke alam sekitar kita akan mendapatkan beberapa buah kitab yang diakui sebagai berita dari Tuhan, seperti Taurat (dan seluruh kitab Perjanjian Lama), Injil (beserta seluruh kitab Perjanjian Baru) dan al-Quran. Kitab-kitab inilah yang harus kita buktikan apakah benar-benar berasal dari Tuhan?. Jika sudah ditemukan kitab mana yang benar¬benar merupakan berita dari Tuhan, kita harus pegang. Tugas akal kita selanjutnya adalah memahami kandungannya dan mencari cara untuk mengaplikasikannya di alam nyata.
Buku yang ada di hadapan kita ini adalah salah satu contoh dari ujian yang diberikan kepada salah satu kitab kumpulan berita dari Tuhan itu, yaitu perjanjian lama. Oleh karena itu saya menyambutnya dengan penuh kegembiraan. Apalagi yang melakukannya adalah pemeluknya sendiri, bahkan sarjananya -meskipun tidak berhasil menemukan kebenaran- dan yang dia uji itu adalah naskah dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Ibrani. Namun demikian, nilai buku ini tidak hanya terletak pada penulisnya yang sarjana Yahudi, tetapi yang lebih penting lagi adalah bahwa kritik¬kritik yang ada di dalamnya sangat logis, ilmiah dan argumen-argumennya cukup kuat. Jadi tanpa mengenal siapa penulisnya pun kita bisa menilai bahwa buku ini memang berbobot. Inilah barangkali yang mendorong seorang Prof. Dr. Hassan Hanafi, seorang tokoh sekuler ekstrim dari Mesir untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab, meskipun tampak jelas dari kata-kata yang dia ucapkan dalam persembahan, kata pengantar dan catatan kaki bahwa dia berharap agar kritik semacam itu juga diterapkan kepada AI-Qur'an, kitab suci kaum Muslimin. Saya pribadi tidak akan khawatir jika ada yang mengkritisi al-Qur'an, sebab jika ia melakukannya dengan jujur dan bertanggung jawab, bukanlah kesalahan yang didapatkan melainkan sebuah informasi akurat, nasehat yang mulia, inspirasi yang tinggi, gaya bahasa yang amat Indah, serta segala macam kemuliaan yang menjadi hak dari kalam Ilahi yang tak terbantahkan. AI-Qur'an sendiri telah menantang manusia, bahkan kalau perlu dibantu makhluq-makhluq lain untuk membuat tandingannya.
Atas alasan itu semua, saya menganggap buku ini perlu dibaca, baik oleh masyarakat umum maupun masyarakat akademis. Terakhir, semoga kita selalu mendapatkan limpahan karunia dari Allah swt. Amin

Hj. Irena Handono


Buku yang ada di hadapan Anda ini adalah terjemahan dari bagian kritik kitab Taurat dan Perjanjian Lama dari buku Spinoza yang berjudul Tractatus Theologico-Politicus yang diterjemahkan oleh Prof. Dr. Hassan Hanafi ke dalam bahasa Arab dengan judul Risalah fil lahut was siyasah. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia barangkali Tesis Tentang Teologi Dan Politik. Kandungan umum dari buku ini, sebagaimana diungkapkan oleh Spinoza di awal bukunya adalah penjelasan bahwa kebebasan berpikir tidak membahayakan takwa dan negara. Atau dalam kata lain, Spinoza ingin memadukan agama dengan akal atau dengan politik.
Sedang masalah yang kita terjemahkan ini dia bahas mulai fasal tujuh hingga fasal sebelas yang dalam terjemahan ini sengaja disesuaikan. Fasal tujuh diubah menjadi fasal satu, fasal delapan menjadi fasal dua dan demikian selanjutnya.
Menurut penerjemah, bobot kritik kitab suci yang ada dalam buku ini terletak pada penulisnya yang dari kalangan Yahudi sendiri, periode penulisannya yang cukup awal, naskahnya yang dikritik yaitu naskah asli berbahasa Ibrani, keilmiahan dan kedetailannya. Khusus dua poin terakhir ini, pembaca bebas memberikan penilaiannya sendiri.
Selanjutnya, dalam pengantar ini akan kami sampaikan sekilas tentang Spinoza, Taurat dan Perjanjian Lama serta sekilas tentang kandungan kritik ini.

Spinoza
Baruch Spinoza (1632-1677): filosof dan teolog Yahudi rasionalis. Filosof terpenting dalam peradaban barat modern. Tokoh kritik kitab suci. Filosof dan teolog Yahudi terbesar yang pernah melakukan analisa kritis terhadap teks-teks kitab-kitab Perjanjian Lama. Hidup di Belanda. Lahir dari ibu-bapa Yahudi Spanyol-Portugis (Andalusia). Setelah menetap di Amsterdam, mereka berdua masuk dalam jajaran pimpinan umat Yahudi dan pedagang besar di sana. Kegiatan pokoknya adalah mengimpor barang.
Pada abad ketujuh belas (abad Spinoza), Yudaisme Robi (atau Talmud) (Rabinical [Talmudic] Judaism)1 mulai diterpa Krisis yang mampu merobohkan sendi-sendinya. Akibatnya, Yudaisme aliran ini pun hanya dianut oleh sebagian kecil umat Yahudi di seluruh dunia. Sedang sisanya menganut berbagai macam aliran lain (seperti Yudaisme rekonstruksionisme) yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Vudaisme Rabbinikal. Pada masa ini, kondisi para robi memang sangat memprihatinkan. Mereka selalu sibuk mengeluarkan bidah-bidah pribadi dari teks¬teks kitab suci lalu meligitimasinya dengan kedaulatan tuhan, menafsirkan kitab suci menurut hawa nafsu, memonopoli penafsiran kitab suci, memaksa orang lain untuk menerima pendapat pribadi mereka dan bergelimang dalam khurafat dan takhayul.
Adapun ciri terpenting dari krisis itu adalah dianutnya aliran Kabbalah, terutama Kabbalah Lurian (Lurianic Kabbalah)2 oleh mayoritas umat Yahudi Eropa yang sebenarnya sudah mulai sejak pertengahan abad ke-16. Spinoza menganggap tutisan Kabbalah ini sebagai bualan-bualan yang membuat rasa herannya tidak habis¬habis. Meski begitu, menurut Abdul Wahhab al-Masiry, aliran yang merupakan suatu bentuk panteisrne emanasi monoisme3 ini sangat mempengaruhi Spinoza dan anggota komunitas-komunitas Yahudi lain, terutama dalam pandangan mereka terhadap alam.
Masa-masa pendidikan Spinoza, dilalui dengan cara¬cara tradisional. Mempelajari Talmud. Tetapi tafsiran¬tafsiran kabbalah ternyata sudah jauh menyusup ke dalam Yeshiva (Sekolah Talmud Tinggi). Akibatnya, tafsiran-tafsiran Talmud pun banyak diwarnai oleh pikiran-pikiran kabbalah lurian ini. Membaca tulisan-tulisan Musa bin Maimun (Moses Maimonide), Ibnu Ezra (Aben Ezra), Hisdai bin Shaprut, Musa bin Hanuh, Ibnu Naghrilah (Samuel Hanajid), filsafat sufi Ibnu Jabirul; dan karya¬karya pemikir Yahudi Andalusia lain.
Dari tulisan-tulisan Musa bin Maimun, Spinoza berkenalan dengan pikiran-pikiran Ibnu Rusyd. Sedang dari tulisan-tulisan Ibnu Ezra (Aben Ezra) yang sering dia nukil dalam buku yang ada di hadapan kita ini, diduga mengenal pikiran-pikiran Ibnu Hazm al-Andalusi. Ibnu Hazm adalah ulama Muslim klasik yang pernah membahas Alkitab dengan metode -yang menurut saya- paling ilmiah. Ibnu Ezra dan Ibnu Hazm adalah warga kota yang sama, yaitu Granada. Ibnu Ezra hidup seratus tahun setelah Ibnu Hazm wafat. Karena Ibnu Hazm cukup terkenal, sedang Ibnu Ezra juga seorang imam Yahudi, menurut saya sangat kecil kemungkinan, jika tidak mengenal debat-debat Ibnu Hazm dengan imam-imam Yahudi pada masanya dan tulisan¬tulisan utamanya, yaitu: Al-Fishal dan Ar-Raddu `ala Ibni Naghrilah (Bantahan Terhadap Ibnu Naghrilah4 Lalu, karena Spinoza seperti kita sebutkan tadi pernah membaca tulisan-tulisan Ibnu Ezra, di samping itu dia juga termasuk keluarga Andalusia imigran, besar kemungkinan dia juga mengenal pikiran-pikiran kritis Ibnu Hazm dari Ibnu Ezra ini. Hal ini saya sampaikan, melihat adanya kemiripan antara analisa kritis Spinoza terhadap kitab suci dengan analisa kritis Ibnu Hazm.
Kembali ke pokok pembicaraan semula, selain mempelajari Talmud, tulisan-tulisan Musa bin Maimun, Ibnu Ezra dan pemikir-pemikir Yahudi Andalusia lain, Spinoza juga mempelajari bahasa Latin. Tetapi sebelum itu dia sudah mengusai bahasa Spanyol, Portugal, Ibrani, Perancis dan Italia. Suatu hal yang membukakan cakrawala yang cukup luas bagi dirinya. Pada gilirannya dia pun bisa mempelajari pikiran renaissance Eropa, membaca karya-karya Rene Descartes (Rene Dekart) dan Thomas Hobbes -dua orang yang meninggalkan pengaruh yang cukup jauh ke dalam dirinya- juga menguasai pikiran Gordano Bruno yang memiliki warna emanasi panteisme yang cukup jelas.
Tampaknya, sejak semula Spinoza sudah menyiapkan diri untuk menjadi robi (hakham). Tetapi di kemudian hari, jalan hidupnya ini ternyata berbalik. Dia malah diusir dari Jemaat Yahudi Amsterdam setelah dituduh ateis karena pikiran-pikirannya tentang kitab suci dan akidah-akidah Yahudi. Sebelum diusir, dia masih sempat disuap oleh para robi agar menyembunyikan pikiran-pikirannya itu. Tetapi menolak dan bersikeras untuk menyiarkannya. Akhirnya keputusan itu pun dia terima dengan senang hati meskipun tidak memeluk agama baru. Dia cukup meninggalkan Amsterdam dan hidup jauh dari perkampungan Yahudi. Namanya dia ganti dengan Benedictus, yaitu padanan Yunani dari kata Ibrani "Baruch" yang berarti "Yanq diberkati" (dalam bahasa Arab "Mubarak"). Mulai saat itu dia hidup dari membuat lensa mata.
Dalam hidupnya, Spinoza hanya menerbitkan dua buku. Yang satu dengan membubuhkan namanya, yaitu buku Dasar-dasar Filsafat Descartes dan yang satu lagi tidak, yaitu buku Tractatus Theolgico-Politicus (Tesis Tentang Teologi Dan Politik), buku yang sebagiannya kita terjemahkan ini. Sedang buku-bukunya yang lain, seperti Etika, Studi Politik, Perbaikan Akal, beberapa buah tesis dan Gramatika Ibrani diterbitkan setelah dia wafat.
Filsafat Spinoza bersifat komprehensif. Mencakup pembahasan tentang agama dan dunia, etika dan perasaan, manusia dan alam serta individu dan masyarakat. Secara garis besar, struktur pikiran itu berputar pada tiga unsur, yaitu: tuhan, alam dan manusia kemudian hubungan antarketiganya. Dalam hal ini, Spinoza menganut paham panteisme, yaitu kesatuan tuhan, alam dan manusia.


Catatan :

Ada tiga catatan kaki: yang satu dari Spinoza, yang kedua dari Hassan Hanafi dan yang ketiga dari penerjemah bahasa Indonesia. Yang pertama kami beri tanda: Sp, yang kedua kami beri tanda: H.H., sedang yang terakhir tidak kami beri tanda. Untuk ayat-ayat Alkitab, meskipun ada juga dalam terjemahan Arab tidak kami beri tanda: H. H.

1). Yudaisme resmi.

2). Dalam hahasa Ibrani kata Kabbalah berarti tradisi. Sejak abad XII Masehi, kata ini menunjukkan kepada aliran sufi Yahudi yang timbul karena reaksi dari aliran rasionalis yang dipelopori oleh Musa bin Maimun.
Kabbalah menafsirkan Taurat secara sirnbolik. Menurut mereka. di samping makna literal, teks kitab suci mempunyai makna batin yang hanya diketahui oleh para salikin (peniti jalan batin). Selanjutnya, metode penafsiran mereka ini berlandaskan pada dasar-dasar berikut:
Penggantian: penggantian suatu huruf abjad dengan huruf abjad lain berdasarkan kaedah tertentu.
Penjumlahan nilai nominal suatu huruf atau kata. Dari jumlah ini disimpulkan suatu makna. Misalnya dua kata pertama dalam kitab Kejadian mempunyai nilai nominal 1116 yang kita dapatkan dalam kalimat berikut: diciptakan pada awal tahun. Yakni penciptaan alam semesta telah selesai pada awal tahun Yahudi.
Indikasi inisial. Yakni setiap huruf dari kata dianggap awal huruf dari kata lain. Misalnya struktur kata Adam mengandung huruf alif (berarti Adam), dal (berarti Daud) dan mim (berarti Masih). Jadi kata Adam mengandung maksud: Masih putra Adam dan Daud.
Selanjutnya. di samping takwilan kebatian yang kita temukan juga dalarn kalangan Syiah, terutama sekte Ismaliah ini, kelompok ini juga mempercayai adanya inkarnasi, nujum, sihir dan membaca rajah tangan.
Sedang Kabbalah Lurian adalah salah satu dari dua alirannya. Lurian diambil dari pendirinya Ishak Luria (Isaac l'aveugle) dari kota Nimes di Perancis Selatan. Sedang alirannya yang lain adalah adalah Kabbalah Zolrar-.

3). Wihdat al-wuj
4). Ibnu Naghrilah adalah menteri Yahudi pada salah satu pemerintahan Islam di Andalusia. Pernah mengarang buku yang berisi cacian terang-terangan terhadap Islam dan kitab sucinya. Buku inilah dibalas oleh lbnu Hazm.


Taurat Dan Kitab-Kitab Perjanjian Lama Yang Lain.

Kata Taurat berasal dari verba Yurih yang berarti mengajar atau mengarahkan. Pada mulanya tidak mempunyai arti tertentu hingga digunakan untuk menyatakan pesan, hukum, ilmu, perintah atau ajaran. Dengan demikian, umat Yahudi menggunakannya untuk menyatakan Yudaisme secara keseluruhan. Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini dipakai untuk menyatakan Pentateukh atau kitab Musa yang lima, yaitu: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan. Hal ini untuk membedakannya dengan kitab-kitab nabi-nabi, kitab-kitab kebijaksanaan dan kidung. Maksud dari kata Taurat itu kemudian lebih meluas lagi hingga mencakup seluruh Perjanjian Lama untuk membedakannya dengan tafsiran para robi. Selain itu, kata Taurat juga dipakai untuk menyatakan maksud hukum atau syariat. Suatu pemakaian yang sepertinya timbul karena pengaruh naskah Septuaginta5 yang menerjemahkan kata Taurat dengan kata Yunani Nomos yang berarti hukum atau undang-undang. Dan sepertinya penggunaan ini juga sangat populer dalam terjemahan-terjemahan Alkitab yang beredar hingga saat ini. Sedang yang dimaksud dalam buku ini adalah Pentateukh atau kitab Musa yang lima.
Perjanjian Lama adalah nama yang digunakan untuk menyatakan sejumlah kitab umat Yahudi yang disucikan oleh umat Kristen. Termasuk di dalamnya Taurat Musa yang baru saja kita bicarakan. Nama ini digunakan untuk pertama kali pada awal abad kelima belas Masehi. Pada waktu itu, umat Kristen telah mengukuhkan dua puluh tujuh kitab suci yang kemudian mereka sebut dengan Perjanjian Baru. Jadi penamaan Perjanjian Lama tadi adalah untuk membedakan dua kumpulan kitab suci ini. Yang pertama adalah perjanjian lama yang kembali ke zaman Musa sedang yang kedua adalah perjanjian baru yang dimulai setelah munculnya Almasih.
Selanjutnya, terdapat perbedaan dalam Perjanjian Lama. Orang Protestan dan orang Yahudi non-Sumerian mengakui Alkitab Perjanjian Lama sebanyak 39 kitab; sementara Perjanjian Lama orang Katolik, berjumlah 46 kitab. Secara sederhana, kita dapat mengatakan demikian: ada tujuh kitab dan tambahan dua kitab dari Perjanjian Lama yang terdapat dalam Kitab Suci Katolik, tetapi tidak ada dalam Kitab Suci Protestan. Ketujuh kitab tersebut, yaitu Tobit, Yudit, I Makabe, II Makabe, Yesus Sirakh, Kebijaksanaan Salomo dan Barukh. Sedang tambahan dari kitab itu adalah beberapa bagian dari kitab Daniel dan Ester. Orang Katolik menyebutnya kitab-kitab Deuterokanonika, sedang orang Protestan menyebutnya Apokrip.
Persoalannya cukup rumit. Namun secara garis besar dapat dikatakan demikian: kitab-kitab tersebut tersimpan dalam bahasa Yunani, bukan dalam bahasa Ibrani atau Arami. Kitab-kitab itu dikenal orang Kristen melalui Septuaginta, yaitu Kitab Suci Perjanjian Lama dalam bahasaYunani, yang diterjemahkan oleh orang Yahudi sebelum Kristus dan menjadi Kitab Suci yang diterima secara umum oleh Gereja Perdana.
Dalam usaha menerjemahkan Kitab Suci dari bahasa¬bahasa asli, para pendukung Reformasi sangat curiga terhadap kitab-kitab yang tidak tersedia dalam bahasa Ibrani dan Arami tersebut. Kebanyakan dari mereka menolak kitab-kitab itu. Persoalannya tambah rumit, karena para teolog Katolik justru menggunakan kitab-kitab itu sebagai acuan doktrin-doktrin yang ditolak oleh para pendukung Reformasi.
Adapun kitab-kitab Perjanjian Lama yang disepakati tiga semua kelompok itu adalah:
Bagian pertama: Taurat, Pentateukh atau kitab Musa yang lima, yaitu: Kejadian, Keluaran, Ulangan, Hakim-Hakim (dinamakan juga dengan orang-orang Lewi) dan Bilangan.
Kitab-kitab ini diyakini telah ditulis sendiri oleh Musa.
Kitab Keluaran menceritakan sejarah dunia sejak penciptaan langit dan bumi hingga menetapnya Yakub atau Israel di tanah Mesir. Di dalamnya, cerita tentang Adam dan Hawa, Nuh, topan dan anak turun Sam, salah satu putra Nuh yang menurunkan bangsa Israel, terutama Ibrahim, Ishak, Yakub dan anak-anaknya diceritakan secara terperinci. Sedang cerita-cerita lain dituturkan secara global saja.
Kitab Keluaran menuturkan sejarah Bani Israel di Mesir, kisah Musa, misinya, keluarnya dari Mesir bersama Bani Israel dan sejarah mereka pada masa tih di padanga gurun Sinai yang memakan waktu empat puluh tahun. Selain itu, kitab Keluaran juga membahas beberapa hukum agama Yahudi tentang ibadah, muamalah dan hukuman.
Adapun kitab Ulangan sebagian besarnya membahas syariat Yahudi yang berkaitan dengan peperangan, politik, ekonomi, muamalah, hukuman dan ibadah. Dinamakan Ulangan karena menyebut kembali ajaran-ajaran yang diterima oleh Musa dari Tuhannya dan diperintahkan agar disampaikan kepada Bani Israel.
Kitab Hakim-Hakim sebagian besarnya membahas masalah-masalah ibadah, terutama yang berkaitan dengan korban, makanan-makanan yang diharamkan dari jenis daging hewan dan burung. Orang-orang Lewi adalah anak turun Lewi, salah seorang anak Yakub. Di antara mereka adalah Musa dan Harun. Mereka ini adalah pengurus rumah suci dan penanggung jawab atas urusan mezbah, korban dan undang-undang umat Yahudi. Kitab ini disandangkan kepada mereka karena sebagian besarnya membahas ibadah-ibadah dan muamalah-muamalah yang mereka urusi.
Kitab Bilangan sebagian besarnya, membahas sensus kabilah-kabilah Bani Israel, tentara dan harta mereka serta urusan dan hukum peribadatan dan muamalah mereka yang bisa disensus.
Bagian kedua: dinamakan dengan kitab-kitab sejarah. Jumlahnya dua belas buah. Membahas sejarah Bani Israel sejak pendudukan mereka atas negeri Kanaan dan mapan di Palestina, menceritakan sejarah hakim, raja dan peristiwa¬peristiwa penting mereka. Yang termasuk dalam bagian ini adalah: Yosua, Hakim-Hakim, Rut, Samuel I dan II, Raja¬Raja I dan II, Tawarikh I dan II, Ezra, Nehemia dan Ester.
Bagian ketiga: dinamakan dengan kitab-kitab nyanyian atau syair. Sebagian besarnya berupa nyanyian dan nasihat¬nasihat agama. Disusun dalam bentuk syair dengan struktur yang indah. Jumlah ada lima, yaitu: Ayub, Mazmur Daud, Amsal Salomo, Pengkhotbah dan Kidung Agung.
Bagian keempat: dinamakan dengan kitab nabi-nabi. Jumlahnya ada tujuh belas. Yaitu: Yesaya, Yeremia, Ratapan Yeremia, Yehezkial, Daniel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus atau Yunan, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia dan Maleakhi.
Semua nabi ini diutus kepada Bani Israel kecuali nabi Yunus yang terlihat dari keterangan yang ada dalam kitabnya diutus kepada penduduk Niniveh.
Sedang tujuh kitab yang disucikan oleh umat Katolik dan tidak disucikan oleh umat Yahudi dan Protestan adalah:
Tobit: menuturkan kehidupan seorang Yahudi bernama Tobit dan anaknya. Mereka berdua jatuh dalam tawanan pada abad ketujuh sebelum Masehi.
Yudit: Yudit adalah janda Yahudi kaya dan saleh. Kitab ini menuturkan kemenangan Yahudi atas panglima Asyuria berkat bantuannya.
Kebijaksanaan Salomo: berisi amsal-amsal bijak dan nasihat-nasihat Salomo. Ditulis untuk membendung arus paganisme.
Sirakh: kumpulan amsal-amsal bijak yang mirip dengan Amsal Salomo.
Barukh: Barukh adalah murid Yeremia. Yeremia mendiktekan kepadanya nubuat-nubuatnya. Kitab ini berisi doa-doa agama Yahudi. Disusun dengan struktur yang sangat indah. Muncul pertama kali pada sekitar abad keenam sebelum Masehi.
Makabe I dan II: Makabe adalah penguasa nasionalis Palestina pada masa Romawi pada abad kedua sebelum Masehi. Nama mereka ini diambil dari semboyan yang selalu mereka bawa pada saat perang, yaitu: "Me Kamukho Bijuyyim Yehova" yang artinya: "Siapa yang menyerupai Kamu di antara bangsa-bangsa wahai Tuhanku?" Dari ungkapan ini diambil huruf-huruf pertama dari setiap kata, hingga didapatkan kata: "M-Ka-B-Y" yang kemudian digabungkan menjadi "Makabe':
Selain itu masih ada perselisihan lagi di kalangan umat Yahudi sendiri. Seperti umat Yahudi Sumerian yang mempunyai Taurat khusus. Menolak Taurat dan kitab-kitab lain yang ada dalam Perjanjian Lama sekarang. Beberapa bagian dari Taurat ini berbeda dengan Taurat versi Masorti6 dan Septuaginta.

Kritik Kitab Suci

Sebelum menganalisa Taurat dan kitab-kitab Perjanjian Lama satu per satu, lebih dulu, Spinoza menyampaikan metode penafsiran kitab suci atau sebenarnya yang dia maksud adalah metode kritik historis kitab suci (Fasal satu). Dalam hal ini, dia berpegang pada prinsip Protestan, Sola Scriptura (Alkitab saja), tanpa mempertimbangkan institusi para pendeta atau warisan pemikiran Kristen sepanjang zaman. Oleh karena itu, dia memenuhi buku ini dengan banyak sekali dalil naqli dan tidak menyebutkan dalil-dalil lain, kecuali beberapa tradisi pemikiran Yahudi atau teori filsafat Ibnu Ezra, Ibnu Maimun dan Bakkar yang kadang-kadang dia nukil ketika membahas sejarah bangsa Ibrani.
Spinoza betul-betul menolak tafsiran yang berdasarkan hawa nafsu, takhayul atau ilusi. Semua itu adalah bidah yang diklaim sebagai firman Tuhan kemudian dipaksakan kepada orang lain. Sebagian tafsiran itu ada juga yang berlindung kepada kedaulatan tuhan agar tidak ada yang berani menyalahkannya. Ada juga mempercayai takhayul dan merendahkan akal. Dan terakhir ada juga yang berpegang pada rahasia, ambiguitas, takwil, mengartikan kata atau ungkapan dengan tidak semestinya dan menciptakan keyakinan-keyakinan irasional yang dihasilkan oleh emosi jiwa.
Untuk itu, Spinoza menawarkan metode lain untuk menafsirkan kitab suci, yaitu metode penafsiran alam/materi. Seperti diketahui, metode ini bergantung pada pengamatan, percobaan, pengumpulan data, membuat hipotesa dan menyimpulkan hasil. Dalam kasus kitab suci, metode ini berupa pencarian fakta-fakta historis yang meyakinkan dan berakhir dengan ditemukannya pikiran para penulis kitab. Dengan demikian, kita bisa menjamin akurasi hasil yang kita dapatkan.
Selanjutnya, penilitian historis ini terdiri dari tiga langkah, yaitu:

1. Mengetahui ciri-ciri bahasa yang dipakai untuk menulis kitab suci dan dipakai oleh penulisnya.7 Pengetahuan ini memungkinkan kita untuk mengetahui arti teks sesuai dengan pemakaian yang berlaku. Karena bahasa Ibrani adalah bahasa percakapan dan tulisan maka untuk memahami Perjanjian Lama dan Baru bahasa itu harus diketahui.
Tetapi langkah ini sulit dilakukan, sebagaimana juga memerlukan syarat yang sulit dipenuhi. Kita tidak memiliki pengetahuan yang sempurna mengenai bahasa Ibrani. Para pendahulu tidak meninggalkan kepada kita sesuatu yang berarti. Tidak ada kamus atau buku-buku yang darinya kita bisa mengetahui dasar-dasar bahasa Ibrani, gramatika atau retorikanya. Nama-nama tumbuhan banyak yang hilang, demikian juga dengan nama-nama hewan, burung dan ikan. Dalam Taurat juga terdapat banyak kata kerja yang sebetulnya sangat terkenal tetapi artinya tidak diketahui atau diragukan. Dengan demikian kita tidak bisa mengetahui arti lafal menurut pemakaian yang berlaku. Selain itu, tabiat bahasa ini sendiri juga membuatnya tidak jelas. Adapun sebab¬sebabnya adalah:
Sering disalingtukarnya huruf-huruf yang mempunyai makhraj (artikulasi) sama, misalnya huruf ahlef dalam kata “ (a-I)" yang berarti "ke" diganti dengan huruf 'ayen yang mempunyai makhraj sama, hingga mengubah kata itu menjadi “ (`a-¬I)" yang berarti di atas.
Tidak adanya unsur masa (sekarang, lalu tidak sempurna, lalu sempurna dan mendatang sudah lewat) dalam bentuk berita, tidak adanya semua unsur masa kecuali sekaranq dalam bentuk perintah atau infinitif dan tidak adanya semua unsur masa dalam bentuk diksi.
Tidak memiliki huruf vokal
Tidak memiliki titik, harakat (sandangan; diakritik) dan tanda baca. Sedang yang ada sekarang ini dibuat pada masa yang jauh kemudian hingga membuat kita meragukan bacaan yang ada saat ini.
Terakhir, masih ada kesulitan bahasa yang lebih penting lagi, yaitu kita tidak memiliki beberapa kitab dalam bahasa aslinya, terutama Perjanjian Baru. Injil Matius dan Surat Paulus kepada Orang Ibrani mula-mula ditulis dalam bahasa Ibrani, tetapi naskah aslinya telah hilang. Selain itu, kita juga tidak tahu dalam bahasa apa, Kitab Ayub pertama kali ditulis. Seperti diceritakan oleh Ibnu Ezra, kitab itu diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dari bahasa lain.

2. Pengelompokan ayat-ayat kitab suci secara tematis u,ntuk memudahkan penggunaan ayat-ayat yang bertema sama. Selain secara tematis, ayat-ayat itu juga harus diklasifikasikan menurut derajat kejelasan dan ketakjelasannnya (muhkam dan mutasyabih atau mujmal dan mubayyan). Ayat-ayat yang jelas dijadikan satu kelompok demikian juga dengan ayat-ayat yang tidak jelas. Yang dimaksud jelas di sini adalah jelas menurut konteks kalimat bukan menurut logika. Dengan demikian harus dihindari pencampuradukan antara makna ayat dengan fakta yang sesungguhnya. Tugas kita di sini hanya memahami teks berdasarkan bahasa atau penyimpulan-pnyimpulan berdasarkan Alkitab. Misalnya, Allah adalah api adalah ayat yang jelas jika dipahami berdasarkan konteks kalimat, meskipun menurut logika sangat janggal. Maka menurut prinsip ini, ayat-ayat semacam ini harus diletakkan dalam kelompok ayat yang jelas (muhkam). Contoh lain, ayat menyatakan dengan jelas bahwa matahari berputar mengelilingi bumi juga tidak boleh ditafsirkan secara paksa, artinya disembunyikan atau diganti dengan arti lain. Dalam hal ini, Yosua bin Nun yang mengeluarkan pernyataan ini belum mengetahui ilmu falak.8
3. Mengetahui situasi penyerta penulisan riwayat dalam kitab. Yakni: mengetahui kehidupan, kebiasaan dan karakter penulis, tujuan, momen, waktu dan bahasa penulisan, kemudian nasib kitab itu selanjutnya, juga mengetahui proses pengumpulan, trasmisi dan penyalinan, dan terakhir mengetahui perbedaan antarnaskah dan proses pemasukannya ke dalam kitab kanonik.9 Ini semua dimaksudkan untuk memungkinkan pembedaan antara ayat-ayat hukum dengan etika, menghindari dicampuradukkannya ajaran-ajaran temporal dengan firman tuhan yang abadi, dan akhirnya bisa diketahui nilai kitab suci dan kemungkinannya untuk bisa dipercaya karena barangkali saja ada tangan-tangan jahil yang mengubahnya secara sengaja atau tangan-tangan saleh yang membenarkan kesalahan dengan niat baik.

Tetapi, langkah ini menghadapi banyak kendala. Kita tidak mengetahui situasi khusus yang menyertai semua kitab suci. Selain itu, juga tidak mengenal para penyusun atau penulisnya, tidak mengetahui dalam kesempatan apa dan kapan ditulis, tidak mengetahui siapa penuturnya, tangan¬tangan siapa saja yang pernah memegangnya, jumlah naskah, perbedaan-perbedaan yang ada antara naskah itu dan sumber-sumbernya, terutama jika suatu teks menuturkan masalah-masalah tak jelas dan tak bisa dipahami atau dipercaya tanpa mengetahui tujuan penulisnya. Sebaliknya, jika semua ini bisa kita ketahui, kita bisa terbebas dari penilaian-penilaian terdahulu kemudian memahami suatu teks sesuai dengan maksud penulis dan tidak tergesa-gesa menilainya sebagai mitologis, politis atau agamais.
Sampai di sini timbul pertanyaan, mampukah metode Spinoza ini untuk menjelaskan seluruh kandungan kitab Perjanjian Lama? Jawabannya adalah tidak. Banyak masalah dalam Perjanjian Lama yang tidak bisa dijelaskan dengan metode ini. Namun menurut Spinoza, yang tidak bisa dijelaskan itu tidak terlalu penting. Bagian-bagian yang bisa dijelaskan, khususnya masalah ajaran etika sudah cukup untuk dijadikan tuntunan.
Selesai membahas metode penafsiran ini, Spinoza mulai beranjak ke analisa kritisnya terhadap Taurat dan kitab-kitab lain dari Perjanjian Lama. Pertama-tama, dia mengkaji dengan sangat teliti situasi umum dan khusus yang menyertai proses penyimpanan, penuturan dan transmisi kitab-kitab. Adapun pertanyaan-pertanyaan terpenting yang dia ajukan dalam hal ini bisa dihimpun dalam poin-poin berikut:
Apakah penyandangan Taurat (Pentateukh; lima kitab) kepada Musa itu benar? Atau dengan kata lain: apakah Musa benar-benar menulis lima kitab yang disandangkan kepada dirinya itu? Autentikkah kandungan Perjanjian Lama? Ditulis oleh satu atau banyak orangkah kitab-kitab itu? Apa sajakah dasar-dasar untuk memahami kitab suci? Apa pula kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pengkaji nya?
Tentang kritiknya terhadap Taurat (Pentateukh) bisa dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, penjelasan teka-teki imam Ibnu Ezra dan kedua, catatan-catatan pribadinya.
Pertama: Penjelasan teka-teki Ibnu Ezra
Dalam tafsirannya atas kitab Ulangan, terdapat beberapa kata yang sengaja dia sebutkan dengan sangat samar, sehingga lebih mendekati teka-teki atau kata sandi daripada gaya kajian ilmiah.
Oleh Spinoza, kata-kata itu disebutkan kembali dalam buku ini, dengan mengatakan:
"Inilah kata-kata Ibnu Ezra, "Di seberang sungai. Yordan.., kalau saja kamu mengetahui rahasia dua belas...Hukum Taurat dituliskan oien Musa....waktu iru orang Kanaan diam di neqeri itu... Di atas gunung TUHAN, akan disediakan... ranjangnya adalah ranjang dari besi, saat itu kamu akan mengetahui kebenaran. "
Kemudian komentarnya:
"Dengan kata-kata yang sedikit ini dia menjelaskan sekaligus membuktikan bahwa Musa bukanlah penulis kitab yang lima, sebaliknya penulisnya adalah orang lain yang hidup jauh setelahnya, sedangkan Nabi Musa sendiri telah menulis kitab lain yang betul-betul berbeda."
Inilah tiga kesimpulan yang dia ambil dari perkataan Ibnu Ezra yang telah lalu. Kesimpulan ini telah merangkum pendapat Ibnu Ezra tentang kitab-kitab ini sekaligus merangkum pendapatnya sendiri tentang kitab-kitab itu juga. Selengkapnya, tiga kesimpulan itu adalah:
Musa tidak pernah menulis kitab-kitab yang oleh orang Yahudi dan Nasrani disandangkan kepada dirinya.
Penulis asli kitab-kitab ini adalah seseorang yang hidup jauh setelah Musa.
Musa menulis kitab lain yang berbeda dengan lima kitab yang sekarang beredar ini.
Adapun penjelasan Spinoza terhadap teka-teki itu adalah:
Musa tidak pernah menulis mukadimah kitab U langan karena tidak pernah menyeberangi sungai Yordan.
Kitab Musa tertulis pada dinding mezbah yang tersusun dari dua belas buah batu saja. Yakni kitab itu jauh lebih kecil daripada yang ada pada kita saat ini.
Dalam kitab Ulangan disebutkan, "hukum Taurat dituliskan oleh Musa" yang tidak mungkin ditulis oleh Musa.
Dalam kitab Kejadian, si penulis memberikan komentar dengan mengatakan, "waktu itu oranq Kanaan diam di negeri itu... ". Komentar ini menunjukkan bahwa kondisi pada waktu kitab itu ditulis sudah berubah. Yakni setelah Musa meninggal dan orang Kanaan diusir. Dengan demikian penulis kitab itu bukan Musa.
Dalam kitab Kejadian gunung Moria dinamakan gunung Tuhan, padahal nama ini baru digunakan setelah pendirian kuil.
Dalam kitab Ulangan terdapat kisah Og, raja Basan dengan gaya penuturan peristiwa yang terjadi pada masa yang sangat lampau.
Kedua: catatan-catatan pribadi Spinoza:
Kitab-kitab itu ditulis dengan menggunakan kata ganti orang ketiga
Terdapat kisah kematian dan pemakaman Musa, berkabung selama tiga puluh hari dan membandingkannya dengan nabi-nabi yang datang setelahnya.
Penamaan beberapa tempat dengan nama-nama yang berbeda dengan nama-nama yang digunakan pada masa M usa.
Peristiwa yang terjadi kisah itu terus berlanjut hingga zaman setelah Musa.
Selain itu, Musa juga pernah membacakan Kitab Perjanjian di depan rakyat. Kitab ini telah diwahyukan oleh Allah dalam pertemuan yang sangat singkat. Suatu hal yang menunjukkan bahwa kitab yang ditulis Musa jauh lebih kecil daripada kitab yang ada pada kita saat ini. Kitab pertama ini kemudian dia terangkan. Selanjutnya, keterangan ini pun dia catat dalam Taurat Allah. Di kemudian hari, Yosua menambahkan penjelasan lain dan mencatatnya di dalam Taurat Allah ini juga.
Yosua juga tidak pernah menulis kitab yang memakai namanya. Sebaliknya, kitab ini ditulis oleh orang lain yang ingin menulis riwayat hidupnya dan ingin memperlihatkan kelebihan dan kemasyhurannya. Peristiwa yang dituturkan di dalamnya pun berlanjut hingga berabad-abad setelah kematiannya. Sebagian dari kitab ini juga ada yang tersebut dalam kitab Hakim-Hakim. Suatu hal yang menunjukkan bahwa dulu ada riwayat-riwayat yang yang dihimpun dalam Perjanjian Lama sebagai sejarah atau dokumen nasional Bani Israel.
Selanjutnya tidak akan ada orang normal yang mengatakan bahwa para hakim sendirilah yang menulis kitab mereka. Mukadimah fasal dua puluh satu menunjukkan bahwa kitab ini ditulis oleh satu orang saja. Penulis ini menyatakan bahwa pada masanya tidak ada raja
Bani Israel. Hal ini berarti kitab ini ditulis sebelum masa raja-raja.
Samuel juga tidak pernah menulis kitabnya. Peristiwa yang dituturkan di dalamnya terus berlanjut hingga berabad-abad setelah kematianya.
Raja-raja juga tidak menulis sendiri kitab mereka. Sebaliknya, berdasarkan kesaksian kitab itu sendiri, telah dinukil dari Kitab Kebijaksanaan Salomo, Sejarah Raja¬raja Yehuda dan Sejarah Raja-raja Israel.
Setelah membuktikan bahwa semua kitab ini tidak ditulis oleh orang-orang yang selama ini diyakini sebagai penulisnya, Spinoza membuktikan bahwa kitab-kitab itu ditulis oleh satu orang saja. Orang ini ingin menceritakan sejarah bangsa Ibrani sejak mula pertama hingga penghancuran kota Yerusalem untuk yang pertama kalinya. Hal ini terlihat jelas dari keberangkaian penuturan, pertalian satu sama lain dan adanya tujuan tertentu. Spinoza menyangka bahwa satu orang yang menulis itu adalah Ezra karena semua peristiwa yang dituturkan di dalam kitab-kitab itu berakhir sebelumnya. Sementara itu, menurut kesaksian Alkitab, Ezra telah memeras semua tenaganya untuk mengkaji Taurat dan menyiarkannya. Sedang dalam kitab yang memakai namanya, Ezra juga memberikan kesaksian bahwa dia telah mengabdikan dirl untuk memurnikan Taurat dan menyampaikannya.
Tetapi, apakah Ezra ini adalah orang yang membuat rumusan terakhir dari kitab-kitab itu? Bukan. Yang membuat rumusan terakhir itu bukanlah Ezra. Pekerjaannya hanya sebatas pengumpulan riwayat dari buku-buku lain, penulisan dan transmisi tanpa diurutkan atau diperiksa kembali.
Selanjutnya, jika kita memeriksa satu per satu kitab¬kitab Perjanjian Lama yang lain, kita akan mendapatkan bahwa kitab Tawarikh ditulis lama setelah Ezra meninggal, bahkan bisa jadi setelah renovasi kuil. Kita tidak tahu penulisnya, otoritasnya, manfaatnya dan kandungannya. Bahkan kita heran, mengapa kitab seperti ini dimasukkan ke dalam kitab suci, sementara kitab Kebijaksanaan Salomo, kitab Tobit dan beberapa kitab lain tidak dimasukkan.
Kitab Mazmur disusun dan dibagi menjadi lima setelah pembangunan kuil (kuil Salomo).
Amsal juga dibukukan dalam waktu yang sama. Oleh sebagian robi, kitab ini ingin dikeluarkan dari daftar kitab suci bersama dengan kitab Pengkhotbah. Sebagai gantinya akan dimasukkan kitab-kitab lain yang sama sekali tidak kita kenal.
Adapun kitab nabi-nabi telah dinukil dari buku lain. Menggunakan urutan waktu yang berbeda dengan urutan waktu kemunculan mereka atau urutan keluarnya sabda dan tulisan-tulisan mereka. Di samping itu juga tidak memuat seluruh nabi dan tidak memuat semua nubuat nabi yang disebutkan itu.
Nubuat Yesaya terus berlanjut hingga kitab Yeyasa selesai. Jadi kitab ini kurang.
Kitab Yeremia adalah kumpulan tulisan yang diambil dari berbagai sumber. Maka dari itu tampak semrawut dan tidak memperhatikan urutan waktu. Beberapa fasal bahkan ada yang diambil dari kitab Barukh. Hal ini berarti tidal< adanya pemisah yang tegas antara kitab-kitab para nabi. Juga menunjukkan adanya beberapa sumber lain yang diletakkan di kitab ini atau itu. Selanjutnya juga diketahui mengapa ada pengulangan pembahasan dalam berbagai kitab.
Adapun Kitab Barukh konan Yeremia sendiri yang mendiktekan kepadanya. Kitab ini juga hanya menyebutkan sebagian nubuat Barukh saja.
Fasal-fasal terakhir dari kitab Yehezkial menunjukkan bahwa kitab ini sekadar cuplikan-cuplikan sebagaimana terlihat dari banyak kata penghubung pada bagian-bagian yang kurang. Bahkan pembukaan kitab ini menunjukkan lanjutan nubuat dan bukan permulaannya. Dalam sejarahnya, Yusuf juga pernah menyebutkan beberapa kejadian tentang Yehezkial yang tidak disebutkan sama sekali dalam kitab ini. Kemudian karena pertentangannya dengan Pentateukh, sebagian robi cenderung menolaknya dan mengeluarkannya dari kitab kanonik.
Kitab Hosea ditulis lama setelah kematian Hosea sendiri. Selain itu juga hanya menyebutkan sebagian kecil dari nubuatnya. Padahal nabi ini hidup selama delapan puluh empat tahun.
Sedang kitab Yunan (Yunus) hanya menyebutkan nubuatnya untuk orang Niniveh saja. Padahal dia juga bernubuat untuk orang Israel.
Kitab Ayub ada yang menyangka banwa Musa sendirilah yang menulisnya dan semua kisah yang ada di dalamnya sekadar permisalan. Yang berpendapat seperti ini adalah Musa bin Maimun dan beberapa orang robi. Tetapi ada juga yang berbendapat bahwa kisah Ayub ini adalah kisah nyata. Terlepas dari itu semua, Ibnu Ezra berpendapat bahwa kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa lbrani dari bahasa lain. Namun demikian, dia tidak menjelaskan lebih jauh lagi tentang masalah ini.
Nabi Daniel menulis kitabnya mulai fasal delapan. Sedang tujuh fasal pertama tidak diketahui siapa penulisnya. Ada kemungkinan ditulis dalam bahasa Kaldea. Di sini, Spinoza menyatakan bahwa ditulisnya tujuh fasal ini dalam bahasa selain Ibrani tidak mengurangi derajat kesuciannya.
Kitab Ezra disebutkan langsung setelah kitab Daniel sebagai episode lanjutannya. Menceritakan sejarah orang Ibrani sejak masa tawanan pertama. Ada indikasi bahwa kitab ini ditulis oleh orang yang sama dengan peulis kitab Daniel.
Kitab Ester bertalian dengan kitab Ezra. Cara mempertalikan antarkeduanya menunjukkan hal itu. Kitab ini juga bukan kitab yang ditulis oleh Mordekhai. Menurut Ibnu Ezra kitab yang terakhir ini telah hilang. Sebaliknya kitab ini ditulis oleh penulis yang sama dengan kitab Daniel, Ezra dan Nehemia yang dinamakan juga dengan kitab Ezra II. Jadi empat kitab ini ditulis oleh satu orang saja. Penulis ini mengambil data-datanya dari catatan para robi, hakim dan wali-wali negeri yang menyimpan riwayat hidup mereka seperti yang dilakukan oleh para raja. Catatan-catatan ini tersebut dalam dalam kitab Raja-Raja juga dalam kitab Nehemia dan kitab I Makabe. Besar kemungkinan, kitab ini adalah karangan kelompok Saduki. Dan inilah sebabnya kenapa orang Farisi menolaknya. Terlepas dari itu semua, kitab ini berisi mitologi-mitologi, yang dikarang secara sengaja. Bisa jadi tujuan kitab-kitab ini adalah untuk membuktikan terwujudnya nubuat Daniel. Tetapi, kitab-kitab ini penuh dengan kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh tergesa-gesanya juru tulis. Pada catatan-catatan pinggirnya terdapat banyak dari kesalahan kesalahan ini. Naskah-naskah ini juga diambil dari sumber sumber yang salah atau tidak bisa dipercaya, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Salomo. Dengan demikian semua usaha untuk memadukan antar kitab-kitab itu akan menunjukkan lebih banyak kesalahan lagi.
Terakhir, pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Lama tidak dilakukan sebelum masa orang Makabe. Kitab-kitab itu diseleksi dalam kuil kedua. Imam-imam kuil ini juga menyusun bacaan-bacaan dalam salat. Orang Farisi sendiri pernah menyinggung perkumpulan mereka untuk membahas keputusan pengkanonan sesuai dengan doktrin mereka.

Tuban, 20 September

Salim Rusydi Cahyono


Catatan :

5). Septuaginta (Tujuh puluhan) adalah naskah Taurat berbahasa Yunani. Menurut mitologi yang ada dalam surat Pseudo-Aristee, asal usul nama ini adalah karena Ptolemius meminta kepada orang Yahudi untuk menerjemahkan Taurat Musa ke dalam bahasa Yunani. Permintaan itu pun dipenuhi. Sebanyak tujuh puluh dua orang Yahudi menerjemahkan kitab Taurat selama tujuh puluh dua hari. Philon menambahkan bahwa setiap penerjernah mengerjakan satu terjemahan dan tidak berhuhungan sama lain selama proses penerjemahan itu. Meski begitu, hasil terjemahan mereka hampir sama.
6). Masorti adalah ulama Yahudi yang menetapkan bacaan terakhir dari naskah-naskah Taurat. Mereka juga yang membukukan pengucapan kata dan bacaan-bacaan yang sampai ke mereka secara lisan. Ada banyak cara untuk menentukan bacaan itu: dua di Babel dan dua lagi di Palestina.
Pada akhir abad ketujuh atau awal abad kedelapan belas sekolahan-sekolahan Teberau menciptakan cara baru untuk menampakkan semua suara yang diucapkan. Di Stutgart tahun 1937 M., kittel telah mencetak naskah Ibrani berdasarkan bacaan Masorti pada masa itu. Keluarga Ben Asher mempunyai peran penting dalam mengedit naskah dengan menggunakan sarana-sarana berikut:
Titik huruf `illah sebagai ganti dari huruf 'illah itu sendiri yang diletakkan di atas huruf mati. Usaha ini dimulai sejak abad ketujuh.
Sandangan (diakritik) untuk membedakan kata-kata yang ditulis dengan cara yang sama tetapi maknanya berbeda. Misalnya dalam bahasa Latin Maria berarti samudera sedang Mária berarti Maria (Siti Maryam)
Tanda bacaan (Tajwid) yang menunjukkan kepada penggandaan beberapa huruf mati atau beberapa perubahan dalam bacaan (seperti Qéré yang berarti yang harus dibaca).
Naskah Masorti tidak berbeda dengan naskah kuno yang diterjemahkan uleh Santo Jerome. Usaha penyeragaman naskah telah dimulai setelah penghancuran kuil pada tahun 71 M. Dalam hal manuskrip-manuskrip Laut Mati banyak memberikan informaci sangat berharga.


Sebelum menganalisa Taurat dan kitab-kitab Perjanjian Lama satu per satu, lebih dulu, Spinoza menyampaikan metode penafsiran kitab suci atau sebenarnya yang dia maksud adalah metode kritik historis kitab suci (Fasal satu). Dalam hal ini, dia berpegang pada prinsip Protestan, Sola Scriptura (Alkitab saja), tanpa mempertimbangkan institusi para pendeta atau warisan pemikiran Kristen sepanjang zaman. Oleh karena itu, dia memenuhi buku ini dengan banyak sekali dalil naqli dan tidak menyebutkan dalil-dalil lain, kecuali beberapa tradisi pemikiran Yahudi atau teori filsafat Ibnu Ezra, Ibnu Maimun dan Bakkar yang kadang-kadang dia nukil ketika membahas sejarah bangsa Ibrani.
Spinoza betul-betul menolak tafsiran yang berdasarkan hawa nafsu, takhayul atau ilusi. Semua itu adalah bidah yang diklaim sebagai firman Tuhan kemudian dipaksakan kepada orang lain. Sebagian tafsiran itu ada juga yang berlindung kepada kedaulatan tuhan agar tidak ada yang berani menyalahkannya. Ada juga mempercayai takhayul dan merendahkan akal. Dan terakhir ada juga yang berpegang pada rahasia, ambiguitas, takwil, mengartikan kata atau ungkapan dengan tidak semestinya dan menciptakan keyakinan-keyakinan irasional yang dihasilkan oleh emosi jiwa.
Untuk itu, Spinoza menawarkan metode lain untuk menafsirkan kitab suci, yaitu metode penafsiran alam/materi. Seperti diketahui, metode ini bergantung pada pengamatan, percobaan, pengumpulan data, membuat hipotesa dan menyimpulkan hasil. Dalam kasus kitab suci, metode ini berupa pencarian fakta-fakta historis yang meyakinkan dan berakhir dengan ditemukannya pikiran para penulis kitab. Dengan demikian, kita bisa menjamin akurasi hasil yang kita dapatkan.
Selanjutnya, penilitian historis ini terdiri dari tiga langkah, yaitu:

1. Mengetahui ciri-ciri bahasa yang dipakai untuk menulis kitab suci dan dipakai oleh penulisnya.7 Pengetahuan ini memungkinkan kita untuk mengetahui arti teks sesuai dengan pemakaian yang berlaku. Karena bahasa Ibrani adalah bahasa percakapan dan tulisan maka untuk memahami Perjanjian Lama dan Baru bahasa itu harus diketahui.
Tetapi langkah ini sulit dilakukan, sebagaimana juga memerlukan syarat yang sulit dipenuhi. Kita tidak memiliki pengetahuan yang sempurna mengenai bahasa Ibrani. Para pendahulu tidak meninggalkan kepada kita sesuatu yang berarti. Tidak ada kamus atau buku-buku yang darinya kita bisa mengetahui dasar-dasar bahasa Ibrani, gramatika atau retorikanya. Nama-nama tumbuhan banyak yang hilang, demikian juga dengan nama-nama hewan, burung dan ikan. Dalam Taurat juga terdapat banyak kata kerja yang sebetulnya sangat terkenal tetapi artinya tidak diketahui atau diragukan. Dengan demikian kita tidak bisa mengetahui arti lafal menurut pemakaian yang berlaku. Selain itu, tabiat bahasa ini sendiri juga membuatnya tidak jelas. Adapun sebab¬sebabnya adalah:
Sering disalingtukarnya huruf-huruf yang mempunyai makhraj (artikulasi) sama, misalnya huruf ahlef dalam kata “ (a-I)" yang berarti "ke" diganti dengan huruf 'ayen yang mempunyai makhraj sama, hingga mengubah kata itu menjadi “ (`a-¬I)" yang berarti di atas.
Tidak adanya unsur masa (sekarang, lalu tidak sempurna, lalu sempurna dan mendatang sudah lewat) dalam bentuk berita, tidak adanya semua unsur masa kecuali sekaranq dalam bentuk perintah atau infinitif dan tidak adanya semua unsur masa dalam bentuk diksi.
Tidak memiliki huruf vokal
Tidak memiliki titik, harakat (sandangan; diakritik) dan tanda baca. Sedang yang ada sekarang ini dibuat pada masa yang jauh kemudian hingga membuat kita meragukan bacaan yang ada saat ini.
Terakhir, masih ada kesulitan bahasa yang lebih penting lagi, yaitu kita tidak memiliki beberapa kitab dalam bahasa aslinya, terutama Perjanjian Baru. Injil Matius dan Surat Paulus kepada Orang Ibrani mula-mula ditulis dalam bahasa Ibrani, tetapi naskah aslinya telah hilang. Selain itu, kita juga tidak tahu dalam bahasa apa, Kitab Ayub pertama kali ditulis. Seperti diceritakan oleh Ibnu Ezra, kitab itu diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dari bahasa lain.

2. Pengelompokan ayat-ayat kitab suci secara tematis u,ntuk memudahkan penggunaan ayat-ayat yang bertema sama. Selain secara tematis, ayat-ayat itu juga harus diklasifikasikan menurut derajat kejelasan dan ketakjelasannnya (muhkam dan mutasyabih atau mujmal dan mubayyan). Ayat-ayat yang jelas dijadikan satu kelompok demikian juga dengan ayat-ayat yang tidak jelas. Yang dimaksud jelas di sini adalah jelas menurut konteks kalimat bukan menurut logika. Dengan demikian harus dihindari pencampuradukan antara makna ayat dengan fakta yang sesungguhnya. Tugas kita di sini hanya memahami teks berdasarkan bahasa atau penyimpulan-pnyimpulan berdasarkan Alkitab. Misalnya, Allah adalah api adalah ayat yang jelas jika dipahami berdasarkan konteks kalimat, meskipun menurut logika sangat janggal. Maka menurut prinsip ini, ayat-ayat semacam ini harus diletakkan dalam kelompok ayat yang jelas (muhkam). Contoh lain, ayat menyatakan dengan jelas bahwa matahari berputar mengelilingi bumi juga tidak boleh ditafsirkan secara paksa, artinya disembunyikan atau diganti dengan arti lain. Dalam hal ini, Yosua bin Nun yang mengeluarkan pernyataan ini belum mengetahui ilmu falak.8

3. Mengetahui situasi penyerta penulisan riwayat dalam kitab. Yakni: mengetahui kehidupan, kebiasaan dan karakter penulis, tujuan, momen, waktu dan bahasa penulisan, kemudian nasib kitab itu selanjutnya, juga mengetahui proses pengumpulan, trasmisi dan penyalinan, dan terakhir mengetahui perbedaan antarnaskah dan proses pemasukannya ke dalam kitab kanonik.9 Ini semua dimaksudkan untuk memungkinkan pembedaan antara ayat-ayat hukum dengan etika, menghindari dicampuradukkannya ajaran-ajaran temporal dengan firman tuhan yang abadi, dan akhirnya bisa diketahui nilai kitab suci dan kemungkinannya untuk bisa dipercaya karena barangkali saja ada tangan-tangan jahil yang mengubahnya secara sengaja atau tangan-tangan saleh yang membenarkan kesalahan dengan niat baik.

Tetapi, langkah ini menghadapi banyak kendala. Kita tidak mengetahui situasi khusus yang menyertai semua kitab suci. Selain itu, juga tidak mengenal para penyusun atau penulisnya, tidak mengetahui dalam kesempatan apa dan kapan ditulis, tidak mengetahui siapa penuturnya, tangan¬tangan siapa saja yang pernah memegangnya, jumlah naskah, perbedaan-perbedaan yang ada antara naskah itu dan sumber-sumbernya, terutama jika suatu teks menuturkan masalah-masalah tak jelas dan tak bisa dipahami atau dipercaya tanpa mengetahui tujuan penulisnya. Sebaliknya, jika semua ini bisa kita ketahui, kita bisa terbebas dari penilaian-penilaian terdahulu kemudian memahami suatu teks sesuai dengan maksud penulis dan tidak tergesa-gesa menilainya sebagai mitologis, politis atau agamais.
Sampai di sini timbul pertanyaan, mampukah metode Spinoza ini untuk menjelaskan seluruh kandungan kitab Perjanjian Lama? Jawabannya adalah tidak. Banyak masalah dalam Perjanjian Lama yang tidak bisa dijelaskan dengan metode ini. Namun menurut Spinoza, yang tidak bisa dijelaskan itu tidak terlalu penting. Bagian-bagian yang bisa dijelaskan, khususnya masalah ajaran etika sudah cukup untuk dijadikan tuntunan.
Selesai membahas metode penafsiran ini, Spinoza mulai beranjak ke analisa kritisnya terhadap Taurat dan kitab-kitab lain dari Perjanjian Lama. Pertama-tama, dia mengkaji dengan sangat teliti situasi umum dan khusus yang menyertai proses penyimpanan, penuturan dan transmisi kitab-kitab. Adapun pertanyaan-pertanyaan terpenting yang dia ajukan dalam hal ini bisa dihimpun dalam poin-poin berikut:
Apakah penyandangan Taurat (Pentateukh; lima kitab) kepada Musa itu benar? Atau dengan kata lain: apakah Musa benar-benar menulis lima kitab yang disandangkan kepada dirinya itu? Autentikkah kandungan Perjanjian Lama? Ditulis oleh satu atau banyak orangkah kitab-kitab itu? Apa sajakah dasar-dasar untuk memahami kitab suci? Apa pula kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pengkaji nya?
Tentang kritiknya terhadap Taurat (Pentateukh) bisa dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, penjelasan teka-teki imam Ibnu Ezra dan kedua, catatan-catatan pribadinya.
Pertama: Penjelasan teka-teki Ibnu Ezra
Dalam tafsirannya atas kitab Ulangan, terdapat beberapa kata yang sengaja dia sebutkan dengan sangat samar, sehingga lebih mendekati teka-teki atau kata sandi daripada gaya kajian ilmiah.
Oleh Spinoza, kata-kata itu disebutkan kembali dalam buku ini, dengan mengatakan:
"Inilah kata-kata Ibnu Ezra, "Di seberang sungai. Yordan.., kalau saja kamu mengetahui rahasia dua belas...Hukum Taurat dituliskan oien Musa....waktu iru orang Kanaan diam di neqeri itu... Di atas gunung TUHAN, akan disediakan... ranjangnya adalah ranjang dari besi, saat itu kamu akan mengetahui kebenaran. "
Kemudian komentarnya:
"Dengan kata-kata yang sedikit ini dia menjelaskan sekaligus membuktikan bahwa Musa bukanlah penulis kitab yang lima, sebaliknya penulisnya adalah orang lain yang hidup jauh setelahnya, sedangkan Nabi Musa sendiri telah menulis kitab lain yang betul-betul berbeda."
Inilah tiga kesimpulan yang dia ambil dari perkataan Ibnu Ezra yang telah lalu. Kesimpulan ini telah merangkum pendapat Ibnu Ezra tentang kitab-kitab ini sekaligus merangkum pendapatnya sendiri tentang kitab-kitab itu juga. Selengkapnya, tiga kesimpulan itu adalah:
Musa tidak pernah menulis kitab-kitab yang oleh orang Yahudi dan Nasrani disandangkan kepada dirinya.
Penulis asli kitab-kitab ini adalah seseorang yang hidup jauh setelah Musa.
Musa menulis kitab lain yang berbeda dengan lima kitab yang sekarang beredar ini.
Adapun penjelasan Spinoza terhadap teka-teki itu adalah:
Musa tidak pernah menulis mukadimah kitab U langan karena tidak pernah menyeberangi sungai Yordan.
Kitab Musa tertulis pada dinding mezbah yang tersusun dari dua belas buah batu saja. Yakni kitab itu jauh lebih kecil daripada yang ada pada kita saat ini.
Dalam kitab Ulangan disebutkan, "hukum Taurat dituliskan oleh Musa" yang tidak mungkin ditulis oleh Musa.
Dalam kitab Kejadian, si penulis memberikan komentar dengan mengatakan, "waktu itu oranq Kanaan diam di negeri itu... ". Komentar ini menunjukkan bahwa kondisi pada waktu kitab itu ditulis sudah berubah. Yakni setelah Musa meninggal dan orang Kanaan diusir. Dengan demikian penulis kitab itu bukan Musa.
Dalam kitab Kejadian gunung Moria dinamakan gunung Tuhan, padahal nama ini baru digunakan setelah pendirian kuil.
Dalam kitab Ulangan terdapat kisah Og, raja Basan dengan gaya penuturan peristiwa yang terjadi pada masa yang sangat lampau.
Kedua: catatan-catatan pribadi Spinoza:
Kitab-kitab itu ditulis dengan menggunakan kata ganti orang ketiga
Terdapat kisah kematian dan pemakaman Musa, berkabung selama tiga puluh hari dan membandingkannya dengan nabi-nabi yang datang setelahnya.
Penamaan beberapa tempat dengan nama-nama yang berbeda dengan nama-nama yang digunakan pada masa M usa.
Peristiwa yang terjadi kisah itu terus berlanjut hingga zaman setelah Musa.
Selain itu, Musa juga pernah membacakan Kitab Perjanjian di depan rakyat. Kitab ini telah diwahyukan oleh Allah dalam pertemuan yang sangat singkat. Suatu hal yang menunjukkan bahwa kitab yang ditulis Musa jauh lebih kecil daripada kitab yang ada pada kita saat ini. Kitab pertama ini kemudian dia terangkan. Selanjutnya, keterangan ini pun dia catat dalam Taurat Allah. Di kemudian hari, Yosua menambahkan penjelasan lain dan mencatatnya di dalam Taurat Allah ini juga.
Yosua juga tidak pernah menulis kitab yang memakai namanya. Sebaliknya, kitab ini ditulis oleh orang lain yang ingin menulis riwayat hidupnya dan ingin memperlihatkan kelebihan dan kemasyhurannya. Peristiwa yang dituturkan di dalamnya pun berlanjut hingga berabad-abad setelah kematiannya. Sebagian dari kitab ini juga ada yang tersebut dalam kitab Hakim-Hakim. Suatu hal yang menunjukkan bahwa dulu ada riwayat-riwayat yang yang dihimpun dalam Perjanjian Lama sebagai sejarah atau dokumen nasional Bani Israel.
Selanjutnya tidak akan ada orang normal yang mengatakan bahwa para hakim sendirilah yang menulis kitab mereka. Mukadimah fasal dua puluh satu menunjukkan bahwa kitab ini ditulis oleh satu orang saja. Penulis ini menyatakan bahwa pada masanya tidak ada raja
Bani Israel. Hal ini berarti kitab ini ditulis sebelum masa raja-raja.
Samuel juga tidak pernah menulis kitabnya. Peristiwa yang dituturkan di dalamnya terus berlanjut hingga berabad-abad setelah kematianya.
Raja-raja juga tidak menulis sendiri kitab mereka. Sebaliknya, berdasarkan kesaksian kitab itu sendiri, telah dinukil dari Kitab Kebijaksanaan Salomo, Sejarah Raja¬raja Yehuda dan Sejarah Raja-raja Israel.
Setelah membuktikan bahwa semua kitab ini tidak ditulis oleh orang-orang yang selama ini diyakini sebagai penulisnya, Spinoza membuktikan bahwa kitab-kitab itu ditulis oleh satu orang saja. Orang ini ingin menceritakan sejarah bangsa Ibrani sejak mula pertama hingga penghancuran kota Yerusalem untuk yang pertama kalinya. Hal ini terlihat jelas dari keberangkaian penuturan, pertalian satu sama lain dan adanya tujuan tertentu. Spinoza menyangka bahwa satu orang yang menulis itu adalah Ezra karena semua peristiwa yang dituturkan di dalam kitab-kitab itu berakhir sebelumnya. Sementara itu, menurut kesaksian Alkitab, Ezra telah memeras semua tenaganya untuk mengkaji Taurat dan menyiarkannya. Sedang dalam kitab yang memakai namanya, Ezra juga memberikan kesaksian bahwa dia telah mengabdikan dirl untuk memurnikan Taurat dan menyampaikannya.
Tetapi, apakah Ezra ini adalah orang yang membuat rumusan terakhir dari kitab-kitab itu? Bukan. Yang membuat rumusan terakhir itu bukanlah Ezra. Pekerjaannya hanya sebatas pengumpulan riwayat dari buku-buku lain, penulisan dan transmisi tanpa diurutkan atau diperiksa kembali.
Selanjutnya, jika kita memeriksa satu per satu kitab¬kitab Perjanjian Lama yang lain, kita akan mendapatkan bahwa kitab Tawarikh ditulis lama setelah Ezra meninggal, bahkan bisa jadi setelah renovasi kuil. Kita tidak tahu penulisnya, otoritasnya, manfaatnya dan kandungannya. Bahkan kita heran, mengapa kitab seperti ini dimasukkan ke dalam kitab suci, sementara kitab Kebijaksanaan Salomo, kitab Tobit dan beberapa kitab lain tidak dimasukkan.
Kitab Mazmur disusun dan dibagi menjadi lima setelah pembangunan kuil (kuil Salomo).
Amsal juga dibukukan dalam waktu yang sama. Oleh sebagian robi, kitab ini ingin dikeluarkan dari daftar kitab suci bersama dengan kitab Pengkhotbah. Sebagai gantinya akan dimasukkan kitab-kitab lain yang sama sekali tidak kita kenal.
Adapun kitab nabi-nabi telah dinukil dari buku lain. Menggunakan urutan waktu yang berbeda dengan urutan waktu kemunculan mereka atau urutan keluarnya sabda dan tulisan-tulisan mereka. Di samping itu juga tidak memuat seluruh nabi dan tidak memuat semua nubuat nabi yang disebutkan itu.
Nubuat Yesaya terus berlanjut hingga kitab Yeyasa selesai. Jadi kitab ini kurang.
Kitab Yeremia adalah kumpulan tulisan yang diambil dari berbagai sumber. Maka dari itu tampak semrawut dan tidak memperhatikan urutan waktu. Beberapa fasal bahkan ada yang diambil dari kitab Barukh. Hal ini berarti tidal< adanya pemisah yang tegas antara kitab-kitab para nabi. Juga menunjukkan adanya beberapa sumber lain yang diletakkan di kitab ini atau itu. Selanjutnya juga diketahui mengapa ada pengulangan pembahasan dalam berbagai kitab.
Adapun Kitab Barukh konan Yeremia sendiri yang mendiktekan kepadanya. Kitab ini juga hanya menyebutkan sebagian nubuat Barukh saja.
Fasal-fasal terakhir dari kitab Yehezkial menunjukkan bahwa kitab ini sekadar cuplikan-cuplikan sebagaimana terlihat dari banyak kata penghubung pada bagian-bagian yang kurang. Bahkan pembukaan kitab ini menunjukkan lanjutan nubuat dan bukan permulaannya. Dalam sejarahnya, Yusuf juga pernah menyebutkan beberapa kejadian tentang Yehezkial yang tidak disebutkan sama sekali dalam kitab ini. Kemudian karena pertentangannya dengan Pentateukh, sebagian robi cenderung menolaknya dan mengeluarkannya dari kitab kanonik.
Kitab Hosea ditulis lama setelah kematian Hosea sendiri. Selain itu juga hanya menyebutkan sebagian kecil dari nubuatnya. Padahal nabi ini hidup selama delapan puluh empat tahun.
Sedang kitab Yunan (Yunus) hanya menyebutkan nubuatnya untuk orang Niniveh saja. Padahal dia juga bernubuat untuk orang Israel.
Kitab Ayub ada yang menyangka banwa Musa sendirilah yang menulisnya dan semua kisah yang ada di dalamnya sekadar permisalan. Yang berpendapat seperti ini adalah Musa bin Maimun dan beberapa orang robi. Tetapi ada juga yang berbendapat bahwa kisah Ayub ini adalah kisah nyata. Terlepas dari itu semua, Ibnu Ezra berpendapat bahwa kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa lbrani dari bahasa lain. Namun demikian, dia tidak menjelaskan lebih jauh lagi tentang masalah ini.
Nabi Daniel menulis kitabnya mulai fasal delapan. Sedang tujuh fasal pertama tidak diketahui siapa penulisnya. Ada kemungkinan ditulis dalam bahasa Kaldea. Di sini, Spinoza menyatakan bahwa ditulisnya tujuh fasal ini dalam bahasa selain Ibrani tidak mengurangi derajat kesuciannya.
Kitab Ezra disebutkan langsung setelah kitab Daniel sebagai episode lanjutannya. Menceritakan sejarah orang Ibrani sejak masa tawanan pertama. Ada indikasi bahwa kitab ini ditulis oleh orang yang sama dengan peulis kitab Daniel.
Kitab Ester bertalian dengan kitab Ezra. Cara mempertalikan antarkeduanya menunjukkan hal itu. Kitab ini juga bukan kitab yang ditulis oleh Mordekhai. Menurut Ibnu Ezra kitab yang terakhir ini telah hilang. Sebaliknya kitab ini ditulis oleh penulis yang sama dengan kitab Daniel, Ezra dan Nehemia yang dinamakan juga dengan kitab Ezra II. Jadi empat kitab ini ditulis oleh satu orang saja. Penulis ini mengambil data-datanya dari catatan para robi, hakim dan wali-wali negeri yang menyimpan riwayat hidup mereka seperti yang dilakukan oleh para raja. Catatan-catatan ini tersebut dalam dalam kitab Raja-Raja juga dalam kitab Nehemia dan kitab I Makabe. Besar kemungkinan, kitab ini adalah karangan kelompok Saduki. Dan inilah sebabnya kenapa orang Farisi menolaknya. Terlepas dari itu semua, kitab ini berisi mitologi-mitologi, yang dikarang secara sengaja. Bisa jadi tujuan kitab-kitab ini adalah untuk membuktikan terwujudnya nubuat Daniel. Tetapi, kitab-kitab ini penuh dengan kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh tergesa-gesanya juru tulis. Pada catatan-catatan pinggirnya terdapat banyak dari kesalahan kesalahan ini. Naskah-naskah ini juga diambil dari sumber sumber yang salah atau tidak bisa dipercaya, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Salomo. Dengan demikian semua usaha untuk memadukan antar kitab-kitab itu akan menunjukkan lebih banyak kesalahan lagi.
Terakhir, pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Lama tidak dilakukan sebelum masa orang Makabe. Kitab-kitab itu diseleksi dalam kuil kedua. Imam-imam kuil ini juga menyusun bacaan-bacaan dalam salat. Orang Farisi sendiri pernah menyinggung perkumpulan mereka untuk membahas keputusan pengkanonan sesuai dengan doktrin mereka.

Tuban, 20 September

Salim Rusydi Cahyono

Catatan :

7). Syarat ini mirip dengan keharusan mengetahui dasar-dasar bahasa Arab sebagai syarat pertama unluk menafsirkan teks Alquran yang disyaratkan oleh ahli Usul Fikih.

8). Para ulama Usul Fikih telah meletakkan beberapa dasar kebaha.saan untuk mengonlrol arti lafal. Untuk itu, mereka membagi lafal dilihat dari artinya ke dalam muhkam dan mutasyabih, hakikat (arti sebenarnya) dan majaz (ldasan), mujmal dan mubayyan serta zhahir dan mu-awwal.
9). Resmi, yaitu kitab-kitab yang diakui oleh gereja pada abad ke-4 Masehi. Kitab-kitab selain itu ditolak dan dinamakan Apokripa (tersembunyi; palsu).



BAB I:
Metode Tafsir Bibel

Semua orang mengakui bahwa kitab suci adalah firman Tuhan. Sebagaimana juga mengakui bahwa kitab suci itu mengajarkan kebahagiaan rohani yang hakiki dan menunjukkan jalan keselamatan. Namun, ternyata perilaku manusia menunjukkan sesuatu yang sama sekali berbeda dengan hal itu. Jika dicari sebabnya akan ditemukan bahwa hal itu karena masyarakat umum sama sekali tidak berusaha untuk hidup sesuai dengan aturan¬aturan kitab suci. Kita semua tahu bahwa hampir semua orang telah mengganti firman Allah dengan bidah-bidah mereka sendiri. Sebagaimana juga tahu bahwa mereka telah memeras semua tenaganya atas nama agama untuk memaksa orang lain agar berpikir seperti dirinya.
Dapat dikatakan, kita semua melihat mayoritas imam (robi; hakham) sibuk mencari jalan untuk mengekstrak bidah-bidah pribadi dan kesimpulan-kesimpulan serampangan mereka dari kitab suci dengan cara menakwilkannya secara paksa kemudian meligitimasinya dengan kedaulatan Tuhan. Mereka tidak akan begitu perhatian dan begitu berani dalam masalah lain sebagaimana perhatian dan keberaniannya dalam menafsirkan kitab suci yang berarti juga menafsirkan pikiran Roh Kudus itu. Satu-satunya hal yang mereka takutkan dari perbuatan mereka ini adalah adanya orang lain yang menunjukkan bahwa perbuatan itu salah, dan setelah itu akan melihat musuh-musuh mereka meruntuhkan kekuasaan mereka, sedang mereka sendiri menjadi bahan hinaan orang lain. Inilah satu-satunya hal yang mereka takutkan. Mereka sama sekali tidak takut jika ternyata menyandangkan ajaran akidah batil kepada Roh Kudus secara salah atau menyimpang dari jalan keselamatan.
Sebenarnya, jika semua orang jujur dalam kesaksian mereka terhadap kebenaran kitab suci, niscaya mereka akan mempunyai cara hidup yang berbeda sama sekali. Jiwa mereka tidak akan bergoncang, tidak akan bertikai dengan penuh kebencian seperti ini, tidak pula dikuasai oleh keinginan yang membabi-buta dalam menafsirkan kitab suci dan menyingkapkan bidah-bidah dalam agama, bahkan tidak akan berani mempercayai suatu pendapat yang tidak diakui oleh kitab suci dengan betul-betul jelas sebagai salah satu akidah. Lalu, akhirnya para penoda masalah-masalah sakral yang terbiasa mengubah kitab suci di bagian sana¬sini pun akan berhenti melakukan kejahatan seperti ini dan tidak meletakkan tangan-tangan kotor mereka di atas kitab suci itu. Hanya ambisi kejahatanlah yang menjadikan agama untuk membela bidah-bidah manusia. Bukan ketaatan kepada Roh Kudus. Bahkan ambisi itu pula yang menjadikan agama sebagai alat untuk menebarkan segala jenis perpecahan dan kebencian antar manusia. Padahal seharusnya menyebarkan kebaikan. Yang lebih naif lagi, semua kejahatan ini dilakukan di balik kedok semangat beragama dan iman yang menyala-nyala.
Selain kejahatan-kejahatan itu masih ada lagi khurafat atau takhayul yang menganjurkan untuk menghina hukum alam dan akal serta menganjurkan untuk menghormati hal-hal yang bertentangan dengan keduanya. Dari sini, tidak mengherankan -jika untuk menambah rasa hormat kepada kitab suci itu- orang-orang berusaha memberikan kepadanya suatu penafsiran yang sejauh mungkin bisa nampak bertentangan dengan akal itu sendiri. Oleh karena itu, ada banyak orang yang memimpikan adanya rahasia sangat dalam yang disembunyikan oleh kitab suci. Akibatnya, mereka memeras daya upaya untuk mereka-reka maksud dari rahasia-rahasia itu. Mereka mengabaikan yang jelas-jelas bisa tercapai demi mencari hal-hal yang tidak bisa dicapai. Lalu, semua bidah yang mereka ciptakan saat mengigau itu pun mereka sandangkan kepada Roh Kudus kemudian mereka pertahankan dengan segala kekuatan dan semangat yang mereka punyai.
Seperti itulah biasanya kondisi manusia. Sesuatu yang mereka peroleh dari nalar murni akan dia bela dengar nalar dan akal pula. Sedangkan keyakinan-keyakinan yang diberikan oleh emosi dia bela dengan emosi pula.
Untuk keluar dari petak umpet ini sekaligus membebaskan pikiran kita dari penilaian masa lalu (stock of mind) para teolog, juga agar kita dengan tanpa sadar tidak mempercayai bidah-bidah manusia seolah ajaran Tuhan, kita harus membicarakan metode yang benar untuk menafsirkan kitab suci. Selain itu, demi mencapai maksud ini, pengetahuan kita tentang kitab suci itu juga harus jelas. Mengapa? Karena, selama tidak mengetahuinya secara jelas, kita tidak akan bisa mengetahui sesuatu yang meyakinkan tentang ajaran-ajaran kitab suci atau Roh Kudus.
Untuk menyingkat pembicaraan, metode ini akan paparkan secara ringkas seperti berikut ini. Pertama, metode ini tidak berbeda sama sekali dengan metode yang kita anut dalam menafsirkan alam/materi. Sebaliknya kedua metode itu sama persis dari segala seginya. Untuk itu, sebagaimana metode penafsiran alam/materi yang secara prinsipil berdiri di atas dasar pengamatan benda, pengumpulan data yang meyakinkan dan terakhir pada definisi benda-benda itu, maka dalam menafsirkan kitab suci kita juga harus mencari pengetahuan historis yang tepat. Setelah mendapatkannya, yakni mendapatkan data¬data yang meyakinkan, kita bisa mengetahui kerangka pikiran penulis kitab suci itu. Atas dasar ini, jika ternyata kita tidak menemukan data yang bisa dipakai untuk menafsirkan kitab suci dan menjelaskan kandungannya selain yang diambil dari kitab suci itu sendiri dan sejarah kritisnya, setiap orang dari kita bisa meneruskan kajiannya tanpa harus takut salah. Dia juga bisa menciptakan gambaran tentang sesuatu yang berada di luar daya pemahaman kita dengan derajat keyakinan yang sama dengan keyakinan yang ada pada segala sesuatu yang kita ketahui dengan nalar murni.
Untuk membuktikan bahwa cara ini bukan sekadar meyakinkan. Tetapi lebih dari itu, merupakan satu-satunya cara yang memungkinkan sekaligus sejalan dengan metode penafsiran alam/materi, kita harus menyebutkan bahwa kitab suci dalam banyak kesempatan, membahas masalah¬masalah yang tidak bisa disimpulkan dari data-data yang kita dapatkan melalui nalar murni. Masalah-masalah itu adalah kisah-kisah dan masalah-masalah wahyu yang menempati bagian terbesar dari kitab suci. Kisah-kisah itu secara umum berisi mukjizat-mukjizat atau riwayat-riwayat yang menceritakan kejadian-kejadian yang tidak lazim terjadi di alam, tetapi tetap sesuai dengan pemahaman dan pola pikir para penutur yang membukukan kitab suci itu. Sedang masalah-masalah wahyu telah beradaptasi dengan pendapat-pendapat para nabi dan melampaui batas-batas pemahaman manusia biasa. Untuk itu, kita harus mengambil semua informasi tentang semua hal ini -hampir seluruh isi kitab suci- dari kitab suci itu sendiri. Sama halnya dengan informasi tentang alam/materi yang kita ambil dari alam/materi itu sendiri. Adapun segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran-ajaran etika yang ada dalam kitab suci, meskipun kebenarannya bisa dibuktikan dengar pikiran-pikiran yang populer, kita tetap tidak bisa membuktikan dengan pikiran-pikiran itu bahwa kitab suci memang benar-benar memuatnya. Seperti tadi, masalah ini juga tidak bisa dibuktikan kecuali dengan kitab suci itu sendiri. Sekali pun kita ingin membuktikan kesucian kitab suci tanpa bergantung kepada penilaian masa lalu, kita harus membuktikan dengan kitab suci itu sendiri bahwa dia benar-benar mengajarkan kebenaran etik. Cara ini adalah satu-satunya cara untuk membuktikan kesuciannya. Hal ini karena kepercayaan kita kepada nabi pertama-tama bergantung pada tabiatnya yang menyukai keadilan dan kebaikan. Dengan demikian kita harus membuktikan tabiat itu dulu sebelum mempercayai mereka. Selain itu, mukjizat juga tidak mampu membuktikan kesucian Tuhan1). Setelah ini, tidak perlu menyebutkan lagi bahwa nabi pembohong juga bisa membuat mukjizat. Maka dari itu kita harus menyimpulkan kesucian kitab suci dari seruannya kepada keutamaan saja. Dan hal ini hanya bisa dibuktikan dengan kitab suci itu sendiri. Jika belum terlaksana maka kepercayaan kita terhadap kesuciannya bersandar pada penilaian masa lalu (stock of mind) dalam arti yang sebenarnya. Demikianlah, semua pengetahuan kita tentang kitab suci harus bersumber dari kitab suci itu sendiri.
Terakhir, kitab suci sama dengan benda, tidak memberikan kepada kita definisi segala sesuatu yang dibahasnya. Atas dasar itu, sebagaimana kita harus menyimpulkan definisi-definisi benda-benda dari berbagai macam perilaku benda-benda itu, kita harus menyimpulkan definisi-definisi yang tidak diberikan oleh kitab suci itu dari berbagai riwayat yang kita dapatkan mengenai masalah yang sama. Jadi, kaedah umum yang kita pegang dalam menafsirkan kitab suci adalah bahwa kita tidak boleh menyandangkan kepadanya suatu ajaran sebelum melakukan penelitian sejarah, dan hasilnya menunjukkan bahwa ajaran itu memang benar-benar dikatakannya. Sekarang kita akan membahas masalah penelitian sejarah ini. Bagaimana seharusnya dan apa yang bisa kita ketahui darinya.
Harus diketahui karakter dan ciri-ciri bahasa yang dipakai untuk membukukan kitab suci dan yang biasa digunakan oleh para penulisnya. Dengan begitu kita bisa meneliti semua arti yang dimaksud oleh teks menurut pemakaian umum. Karena semua orang yang menulis kitab suci, baik perjanjian lama maupun baru itu berbangsa Ibrani tidak diragukan lagi bahwa mengetahui bahasa Ibrani adalah suatu keharusan. Bukan hanya untuk memahami Perjanjian Lama yang tertulis dalam bahasa ini tetapi juga untuk memahami kitab-kitab Perjanjian Baru. Kitab-kitab yang terakhir ini meskipun beredar dalam bahasa-bahasa lain tetapi masih penuh dengan ungkapan¬ungkapan Ibrani yang jumlahnya banyak sekali.
Harus dikumpulkan ayat-ayat kitab tertentu kemudian diklasifikasikan menurut tema-tema pokok tertentu pula yang jumlahnya terbatas. Pengumpulan dan klasifikasi ini dimaksudkan agar kita dengan mudah menemukan semua ayat yang berkaitan dengan tema yang sama. Setelah selesai kita menginjak kepada langkah selanjutnya, yaitu mengumpulkan ayat-ayat mutasyabihat dan mujmal atau yang saling bertentangan satu sama lain. Yang dimaksud ayat mujmal di sini adalah ayat yang sulit dipahami menurut konteks kalimat, bukan ayat yang sulit dipahami menurut akal. Yang kita pertimbangkan di sini adalah arti teks kitab suci dan bukan hakikatnya. Bahkan, dalam rangka mencari arti kitab suci ini, pertama-tama kita harus berusaha agar pikiran kita tidak sibuk melakukan pembuktian-pembuktian berdasarkan prinsip-prinsip pengetahuan naluri (apalagi berdasarkan penilaian-penilaian masa lalu). Selanjutnya, agar tidak mencampuradukkan antara arti suatu ungkapan dengan hakikat sesuatu, kita harus menemukan arti kata itu berdasarkan pemakaian bahasa saja atau pembuktian-pembuktian yang bersandar pada kitab suci semata.
Agar lebih jelas, perbedaan ini akan dijelaskan dengan contoh. Ungkapan-ungkapan Musa seperti, "Allah api" atau "Allah cemburu" adalah sangat jelas jika dilihat dari sisi artinya dalam kalimat itu saja. Ungkapan-ungkapan seperti ini dimasukkan ke dalam kelompok ayat-ayat jelas (muhkam) padahal menurut akal sangat tak jelas. Jika makna harfiah suatu ayat bertentangan dengan cahaya naluri namun tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan asasi yang kita ambil dari kitab suci maka makna harfiah itu harus kita pertahankan. Sebaliknya, jika tafsiran harfiah dari kata-kata itu bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang kita ambil dari kitab suci maka harus dicari tafsiran lain yang bersifat metaforis, meskipun benar-benar sesuai dengan akal. Untuk mengetahui apakah Musa benar-benar meyakini bahwa Allah adalah api atau tidak, kita harus menyimpulkannya dari perkataan-perkataan lain yang pernah disampaikan oleh Musa, bukan dari kesesuaian dan pertentangannya dengan akal. Dari sini, karena Musa pernah menyebutkan dalam ayat¬ayat lain dengan betul-betul jelas bahwa Allah tidak menyerupai benda-benda yang bisa dilihat, baik yang ada di bumi, di langit dan di air, kita harus memahami kata Musa tadi (Allah api, AIlah cemburu) secara metaforis. Meski begitu kita tidak boleh menyimpang dari makna harfiah terlalu jauh. Untuk itu pertama-tama kita harus meneliti apakah kata "Allah api" bisa mempunyai makna lain selain makna harfiah itu? Dengan kata lain apakah kata "Api" bisa dipakai untuk menyatakan hal lain selain api yang biasa kita lihat sehari-hari? Jika pemakaian kebahasaan tidak membolehkan pemberian makna lain, maka apa pun yang terjadi kita tidak boleh memberikan tafsiran lain kepada ungkapan itu, meskipun sangat bertentangan dengan akal. Sebaliknya, makna ini harus kita pakai sebagai dasar penafsiran ungkapan-ungkapan lain, meskipun ungkapan-ungkapan yang terrakir ini sesuai dengan akal. Jika pemakaian kebahasaan ternyata tetap tidak memberikan apa-apa, maka mustahil untuk memadukan ungkapan-ungkapan itu. Selanjutnya kita harus menangguhkan pernyataan kita terhadap semua ungkapan itu. Tetapi, karena kata "api" sendiri bisa berarti "murka" atau "cemburu" (lihat Ayub 31:12)2) maka dengan mudah kita bisa memadukan ungkapan¬ungkapan Musa itu. Akhirnya, kita sampai kepada kesimpulan yang sah, yaitu bahwa ungkapan "Allah api" dan ungkapan "Allah cemburu" pada hakikatnya adalah satu ungkapan.
Masih ada satu hal lagi, yaitu Musa dengan terus terang mengatakan bahwa Allah cemburu, sedang dalam kesempatan lain dia tidak pernah mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai emosi atau hawa nafsu. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa Musa memang meyakini adanya sifat cemburu pada Zat Allah, atau paling tidak ingin menyerukan hal itu, meskipun menurut pendapat kita hal itu bertentangan dengan akal. Sebelum ini telah kita jelaskan, bahwa kita tidak boleh memadukan konsep kitab suci dengan ketentuan-ketentuan akal dan pikiran-pikiran kita yang sudah ada. Mengapa? Karena kita harus mengambil semua pengetahuan tentang kitab suci dari kitab suci itu saja.
Penelitian historis ini harus mempertalikan kitab¬kitab para nabi dengan semua situasi penyerta khusus yang masih tersimpan hingga kini. Yakni: riwayat hidup penulis kitab, karakternya, tujuan yang ingin dicapai, siapa dia, dalam kesempatan apa dan kapan dia menulis, untuk siapa dan menggunakan bahasa apa? Selain itu, penelitian tersebut juga harus membahas kondisi-kondisi khusus dari kitab tertentu. Bagaimana mula-mula dikodifikasikan, tangan-tangan siapa saja yang pernah memegangnya, ada berapa naskah yang berbeda dari bagian yang sama, siapa yang memutuskan untuk memasukkannya ke dalam kitab suci, dan terakhir bagaimana seluruh kitab kanonik itu dihimpun dalam satu kumpulan? Penelitian historis harus mencakup semua ini. Karena, untuk mengetahui bagian mana saja yang dianggap undang-undang dan mana saja yang dianggap ajaran-ajaran etika, kita harus mengetahui riwayat hidup para penulis, budi pekertinya dan tujuan yang ingin mereka capai. Di samping itu, kita juga akan lebih mudah memahami perkataan seseorang, jika kita mengetahui keahlian khusus dan pola pikirnya. Lalu, agar tidak mencampuradukkan antara ajaran-ajaran abadi dengan ajaran-ajaran temporal dan untuk kelompok masyarakat tertentu, kita juga harus mengetahui dalam momen apa, kapan, untuk siapa dan pada masa apa, semua ajarar itu ditulis. Terakhir kita harus mengetahui semua kondisi lain yang tersebut tadi agar tahu sejauh mana kita bisa berpegang pada otoritas setiap kitab. J uga agar tahu apakah di sana ada tangan-tangan jahil yang mengubah teks atau -jika tidak diubah- apakah ada sejumlah kesalahan yang menyusup ke dalamnya dan jika ada, apakah ada orang-orang yang cakap dan dapat dipercaya telah membenarkan kesalahan kesalahan itu. Kita harus mengetahui semuanya agar tidak berjalan seperti orang buta hingga gampang terjerumus dalam kesalahan. Juga agar tidak menerima sesuatu kecuali yang meyakinkan dan tidak mungkin dirasuki oleh keraguan.
Setelah dilakukan penelitian seperti inl dan telah diambil keputusan dengan tegas bahwa tidak akan diterima sesuatu yang tidak diteliti atau yang tidak bisa disimpulkan secara jelas bahwa hal itu betul-betul keyakinan para nabi, tibalah saatnya untuk mengkaji pikiran para nabi dan roh kudus. Namun, untuk menjalankan tugas ini dengan mengikuti metode dan aturan yang lazim, kita harus berjalan selayaknya beranjak dari pengamatan benda ke penafsirannya. Untuk itu, karena dalam mengkaji benda, yang pertama-tama kita perhatikan adalah menemukan hal-hal yang paling mencakup, yaitu hal-hal yang dipunyai oleh semua benda, seperti gerak dan diam, juga menemukan hukum-hukum yang selalu dipatuhi oleh semua benda itu, baru beralih ke hal-hal yang sedikit lebih khusus, demikian pula dalam membahas sejarah kitab suci. Pertama-tama kita harus mencari hal-hal yang paling umum, mencari asas atau dasar tempat kitab suci berpijak dan hal-hal yang dipesankan oleh semua nabi sebagai keyakinan abadi dan mempunyai manfaat yang besar bagi seluruh manusia. Hal-hal yang mereka pesankan itu adalah seperti bahwasanya Allah wajib Esa, Mahakuasa dengan kekuasaan mutlak, Dia semata yang harus disembah, melihat segala sesuatu, mencintai orang-orang yang menyembah-Nya dan mencintai tetangganya sebagaimana mencintai diri mereka sendiri. Ajaran-ajaran seperti ini ada di setiap tempat dalam kitab suci dalam kadar kejelasan dan keterusterangan yang maknanya tidak bisa diragukan oleh siapa pun. Adapun mengenai tabiat Allah dan bagaimana cara-Nya dalam melihat dan memelihara segala sesuatu, kitab suci tidak pernah mengatakan tentang hal itu secara terus terang, juga tidak pernah memberikan keyakinan abadi yang berkaitan dengan perkara ini dan perkara-perkara lain yang semisal. Sebaliknya, para nabi sendiri tidak satu kata dalam masalah-masalah ini. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk meyakini perkara-perkara itu sebagai keyakinan yang bersumber dari roh kudus, meskipun bisa dibahas secara lebih baik melalui cahaya naluri.
Demikianlah, jika kita telah mengetahui keyakikan mencakup yang diserukan oleh kitab suci ini dengan pengetahuan yang sebenarnya, kita berpindah ke ajaran-ajaran yang sedikit lebih khusus yang berkaitan dengan urusan kehidupan sehari-hari dan bersumber dari keyakin umum itu seperti parit-parit yang mengalir dari mata airnya. Yang dimaksud dari perkara-perkara itu adalah perbuatan-perbuatan baik yang tidak mungkin diwujudkan jika tidak ada kesempatan untuk itu. Semua ketakjelasan dan keraguan yang kita temukan dalam kitab suci mengenai perbuatan-perbuatan itu harus dijelaskan dan diberi batasan melalui konsep umum yang diseru oleh Alkitab. Jika timbul pertentangan, kita harus mengetahui dalam momen apa, kapan dan untuk siapa teks-teks yang saling bertentangan itu diltulis. Misalnya, ketika Almasih mengatakan, "Berbahagialah oranq yang berduka-cita (orang-orang yang menangis), karena mereka akan dihibur" kita tidak tahu dukacita atau tangis apa yang dia maksud. Tetapi setelah itu dia memberitahukan bahwa kita tidak boleh memperhatikan selain kerajaan Allah dan keadilan-Nya sebagai kebaikan tertinggi (lihat Matius 6:33).3) Dari sini kita tahu bahwa yang dimaksudkan oleh Almasih dengan orang-orang yang berdukacita dalam ayat di atas adalah orang-orang yang menangisi kerajaan dan keadilan Allah karena tidak dikenal oleh manusia. Hanya inilah yang membuat mereka menangis. Selanjutnya, menangisi kerajaan Allah juga berarti mencintai keadilan dan merendahkan berbagai macam kenikmatan dunia.
Sama halnya ketika dia mengatakan, "Siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juqa kepadanya pipi kirimu!" Seandainya dia memerintahkan hal itu seperti seorang pembuat hukum yang ingin memberitahukan kehendaknya kepada para hakim berarti telah melenyapkan syariat Musa. Padahal dia sendiri dengan terus terang sudah .melarangnya (Matius 5:17).4) Oleh karena itu kita harus mencari untuk siapa, kepada siapa dan kapan dia mengatakan hal itu. Dalam hal ini yang mengatakannya tentu saja adalah Almasih yang tidak pernah membuat undang-undang selayaknya seorang legislator atau badan legislatif. Sebaliknya dia hanya menyampaikan ajaran-ajaran selayaknya seorang guru. Tujuannya bukan untuk memperbaiki perbuatan-perbuatan lahir tetapi untuk memperbaiki jiwa atau batin seseorang. Ungkapan itu dia sampaikan kepada orang-orang yang tertindas, hidup di negara yang tidak mengenal keadilan sama sekali dan tampaknya sudah berada di ambang kehancuran. Di sisi lain ungkapan yang mirip dengan ungkapan Almasih yang dia sampaikan pada saat kota Yerusalem terancam hancur ini juga pernah disampaikan oleh Yeremia pada saat penghancuran kota itu untuk yang pertama kali. Dengan kata lain, Yeremia mengatakannya pada kesempatan yang hampir sama.5) Maka, selama para nabi memberikan ajaran-ajaran itu hanya pada waktu penindasan dan tidak pernah merumuskannya dalam bentuk undang-undang. Bahkan Musa yang tidak menulis pada zaman penindasan, sebaliknya tengah berusaha untuk mendirikan negara yang benar, dia memerintahkan untuk membalas mata dengan mata meskipun waktu itu adalah waktu balas dendam dan membenci tetangga. Dari sini tampak jelas dengan sejelas¬jelasnya bahwa menurut prinsip-prinsip kitab suci itu sendiri ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Almasih dan Yeremia itu -maksudnya menerima kelaliman dan tidak melawan kejahatan- hanya berlaku pada saat orang-orang tidak menikmati keadilan dan sedang ditindas, bukan pada masyarakat yang sehat. Dengan demikian dalam masyarakat yang sehat dan menjaga keadilan, setiap orang -jika menginginkan keadilan- harus meminta kepada hakim agar menghukum orang yang berbuat aniaya kepadanya (lihat Imamat 5:1).6).Bukan untuk balas dendam (Imamat 19: 17,18).7) tetapi untuk membela keadilan dan undang¬undang negara, juga agar para penjahat tidak sempat memetik buah kejahatan mereka.
Semua ini betul-betul sejalan dengan cahaya natural. Sebetulnya masih bisa diberikan berbagai contoh lain mengenai hal ini, tetapi kami melihat bahwa yang disampaikan saat ini sudah cukup untuk memaparkan pikiran kami dan menjelaskan manfaatnya. Dan memang inilah tujuannya saat ini. Hanya saja sampai kini kita baru mejelaskan kemungkinan mempelajari teks-teks kitab suci yang berkenaan dengan urusan-urusan kehidupan. Mempelajari kitab suci dari topik ini adalah mudah. Para penulis kitab suci tidak banyak berbeda. Lain halnya dengan topik-topik lain yang sudah masuk dalam ruang pemikiran teoritis saja. Untuk sampai kepadanya sulit. Jalannya pun sempit. Para nabi tidak sepakat dalam masalah-masalah semacam itu. Penuturan-penuturan mereka tampak disiapkan sejauh mungkin bisa sesuai dengan penilaian masa lalu. Untuk itu kita tidak boleh memahami perkataan seorang nabi dari perkataan nabi lain yang lebih jelas, kecuali jika telah terbukti secara betul¬betul jelas bahwa pandangan kedua nabi itu sama.
Catatan :
1). Sebaliknya, kita bisa menyimpulkan wujud dan kesucian Tuhan secara lebih jelas dari aturan alam yang tetap dan tidak berubah. (Risalah fil lahut was siyasah, hal. 224-225)
2). Awb 31:12 Sesungguhnya, itulah api yang memakan habis, dan menghanguskan, seluruh hasilku.
3). Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
4). Ratapan 3 : 25-30 Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
5). TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada¬Nya. bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN. Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa mudanya. Biarlah ia duduk sendirian dan berdiam diri kalau TUHAN membebankanya. Biarlah ia merebahkan diri dengan mukanya dalam debu, mungkin ada harapan. Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya, biarlah ia kenyang dengan cercaan.
6). Apabila seseorang berbuat dosa, yakni jika ia mendengar seorang mengutuki. dan ia dapat naik saksi karena ia melihat atau mengetahuinya, tetapi ia tidak mau rnernberi keterangan, maka ia harus menanggung kesalahannya sendiri.
7). Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu. melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.





Sekarang akan dipaparkan secara ringkas bagaimana dalam keadaan yang seperti ini pikiran para nabi juga bisa dipahami melalui sejarah kritis kitab suci. Dalam hal ini kita harus mulai dari elemen-elemen yang pal ing umum, yaitu pertama-tama kita harus bertanya apa itu nabi, apa itu wahyu dan kandunqan utamanya dan apa itu mukjizat. Demikianlah kita telah memulai dengan hal-hal yang paling umum. Dari situ kita turun ke pembahasan yang sedikit lebih khusus yaitu pikiran-pikiran setiap nabi dan selanjutnya berturut-turut kita akan sampai kepada makna setiap wahyu yanq turun kepada seorang nabi, setiap penuturan dan setiap mukjizat. Sebelum ini sudah kita jelaskan dengan banyak contoh sikap hati-hati yang harus kita ambil untuk menghindari kemungkinan tercampurnya pikiran para nabi dengan pikiran para penutur dari satu sisi, serta pikiran roh kudus dan kenyataan yang sebenarnya dari sisi lain. Untuk itu kita tidak perlu menjelaskan lagi di sini. Tetapi ada satu hal yang harus kita perhatikan tentang makna wahyu, yaitu metode kita hanya mengajarkan bagaimana membahas hal-hal yang betul-betul dilihat dan didengar oleh para nabi, bukan hal-hal yang ingin mereka ungkapkan atau permisalkan dengan gambaran-gambaran inderawi. Hal-hal ini hanya bisa diduga-duga dan tidak bisa disimpulkan dari data data utama kitab suci.
Demikianlah kita telah memaparkan metode penafsiran kitab suci. Dalam waktu yang sama juga telah membuktikan bahwa metode itu adalah satu-satunya cara yang bisa digunakan. Dan ternyata juga merupakan cara yang meyakinkan untuk mengetahui maknanya yang hakiki. Kendati begitu kami tetap mengakui bahwa orang-orang yang mendengarkan perkataan atau penjelasan yang sebenarnya dari para nabi secara langsung, seperti yang diakui oleh Kaum Farisi, atau yang mempunyai paus yang maksum (tidak pernah salah) dalam menafsirkan kitab suci, seperti umat Katolik Roma ini mempunyai keyakinan yang lebih besar. Hanya saja, karena kita tidak bisa membuktikan kebenaran perkataan itu, juga tidak bisa membuktikan keabsahan otoritas paus, kita tidak bisa menjadikan keduanya sebagai landasan sama sekali. Bahkan umat Kristen generasi pertama mengingkari otoritas itu, sebagaimana sekte Yahudi terlama juga menolak tradisi ini.8) Jika kita memperhatikan jumlah tahun di mana orang-orang Farisi mentransmisikan dari imam-¬imam mereka (belum yang lain), yaitu jumlah yang menyatakan bahwa tradisi ini bermula dari Nabi Musa kita mendapatkan kesalahan dalam hitungan, sebagaimana akan jelaskan dalam tempat lain. Atas dasar ini, kita harus meragukan tradisi ini sejauh mungkin. Sementara itu ada tradisi Yahudi lain menurut metodologi kita harus diduga terbebas dari pemalsuan. Tradisi itu adalah makna kata-¬kata Ibrani karena kita dapatkan dari mereka. Jika tradisi pertama mengandung keraguan, makna kata-kata itu tidak bisa dirasuki oleh keraguan apa pun. Hal itu karena seseorang tidak bisa meraih keuntungan dari penggantiar makna kata, sementara itu sering kali mempunyai kepentingan dalam mengganti makna teks. Di samping itu, penggantian pertama juga sangat sulit. Orang yang ingin mengganti makna suatu kata dalam suatu bahasa dia harus menjelaskan semua orang yang menulis dalam bahasa ini dan semua orang yang menggunakan kata ini dalam maknanya yang turun-temurun sesuai dengan pola pikir dan wawasan masing-masing mereka. Atau jika tidak, maka dia harus membuktikan kepalsuan mereka dengan sangat hati hati. Selain itu, bahasa juga terus tersimpan di kalangan orang awam dan kalangan ulama, sementara para ulama saja yang menyimpan makna teks-teks kitab suci itu. Dengan demikian kita bisa membayangkan dengan mudah kemungkinan para ulama untuk mengganti atau menyelewengkan makna teks dalam buku langka yang hanya ada pada mereka. Sementara itu mereka tidak mungkin mengubah makna kata. Masih ada satu hal lagi, yaitu jika seseorang ingin mengubah makna suatu kata yang sudah biasa dia pakai, tidak akan mudah baginya untuk mematuhi makna baru itu dalam semua perkataan dan tulisan selanjutnya. Karena alasan itu semua, kita yakin seyakin-yakinnya bahwa tidak akan mungkin terdetik dalam benak seseorang untuk mengubah bahasa, sementara itu sangat sering terjadi distorsi pemikiran penulis dengan cara mengubah atau menyalahtafsirkan teks.
Jadi, selama metode kita -yang bertumpu pada kaedah yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang kitab suci itu harus diambil dari kitab suci itu sendiri- adalah metode satu-satunya dan memang benar, kita tidak boleh menggantungkan harapan untuk mendapatkan sesuatu yang tidak diberikan oleh metode itu kepada metode lain demi mendapatkan pengetahuan menyeluruh tentang kitab suci.
Selanjutnya, kesulitan apa saja yang menghadang metode ini atau apa saja kekurangannya hingga bisa memberikan pengetahuan yang menyeluruh dan meyakinkan? Pertanyaan inilah yang akan kita jawab sekarang.
Pertama, ada kesulitan besar yang timbul karena metode ini menuntut pengetahuan yang sempurna tentang bahasa Ibrani. Mana pengetahuan kita tentang bahasa itu? Para ahli bahasa Ibrani terdahulu sama sekali tidak meninggalkan sesuatu yang berkaitan dengan dasar-dasar dan kaedah-kaedah yang melandasi bahasa ini. Atau paling tidak semua dasar dan kaedah yang mereka tinggalkan itu sudah tiada pada kita lagi. Tidak ada kamus, tidak pula buku tata bahasa atau retorika. Umat Yahudi benar-benar telah kehilangan sesuatu yang bisa membuat mereka terhormat dan bangga kecuali beberapa cuil bahasa dan sastra mereka saja. Hal ini tidaklah mengherankan jika kita memperhatikan banyaknya bencana dan penindasan yang menimpa umat itu. Misalnya, nama buah-buahan, burung, ikan dan banyak nama lain banyak hilang ditelan waktu. Arti kata benda dan verba yang kita temukan dalam Taurat pun juga banyak yang hilang, atau paling tidak dipersilihkan. Arti-arti itu perlu kita ketahui. Demikian juga dengan struktur-struktur khusus yang ada dalam bahasa ini. Tapi ng hampir seluruh ungkapan dan struktur khusus yang digunakan oleh orang-orang Ibrani itu telah dicabut dari ingatan manusia. Oleh karena itu kita tidak bisa, dengan seenak hati, mencari arti setiap kata menurut pemakaian yang berlaku dalam bahasa ini. Sebaliknya, kita banyak mendapatkan ungkapan yang dirangkai dari kata¬kata yang betul-betul terkenal, tetapi artinya sangat kabur, tidak bisa diketahui sama sekali. Selanjutnya, selain pengetahuan yang sempurna mengenai bahasa Ibrani itu tidak bisa dicapai, struktur dan karakter bahasa itu juga menimbulkan masalah tersendiri. Di dalamnya banyak sekali kata yang ambigu hingga membuat kita mustahil untuk menemukan suatu jalan yang bisa menentukan arti teks-teks kitab suci secara pasti. Di samping sebab-sebab umum yang dipunyai oleh semua bahasa, bahasa Ibrani mempunyai sebab-sebab khusus yang menimbulkan banyak kata yang artinya tidak jelas itu. kira sebab-sebab itu perlu kita sebutkan di sini.
Pertama, kerancuan dan ketakjelasan arti teks dalam Taurat itu seringkali timbul dari digantinya huruf dalam kata dengan huruf lain yang mempunyai makhraj (artikulasi) yang sama. Orang-orang Ibrani membagi huruf¬huruf abjad mereka ke dalam lima kelompok makhraj, sesuai dengan lima organ mulut yang digunakan untuk mengucapkannya, yaitu: dua bibir, lidah, gigi, tenggorokan dan pangkal tenggorokan. Misalnya, huruf (ahlef, Arab: alif), (jimel Arab: jim), (ayen, Arab: 'ain), (heh, Arab: ha') dinamai huruf-huruf tenggorokan. Seringkali salah satu dari huruf-huruf itu dipakai untuk mengganti yang lain seolah tidak ada bedanya. Paling tidak menurut yang kita tahu. Atas dasar ini kata (a-I) yang berarti "ke" dipakai untuk mengganti kata (`a-I) yang berarti di atas. Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu seringkali ada sebuah kalimat yang tersusun dari kata-kata yang tak jelas artinya atau malah sekadar suara tanpa arti.
Sebab kedua dari ketakjelasan arti itu adalah banyaknya arti dari satu kata penghubung atau kata keterangan. Misalnya huruf (vav, Arab: waw) bisa dipakai untuk menghubungkan sekaligus memisahkan dua kata. Dengan demikian bisa berarti: dan, karena, meski begitu atau ketika itu...demikian seterusnya.
Ada sebab ketiga yang menimbulkan banyak ketakjelasan arti itu, yaitu bahwasanya verba dalam bahasa Ibrani tidak mempunyai bentuk yang menerangkan masa sekarang, masa lalu masih berlangsung, masa lalu sudah lewat dan masa-masa lain yang biasa terdapat dalam bahasa-bahasa lain. Sebetulnya ada kaedah-kaedah yang disimpulkan dari dasar-dasar bahasa ini yang bisa mengganti keterangan waktu dan bentuk-bentuk yang kurang dengan mudah. Bahkan mempunyai muatan retorika yang tinggi. Tapi ng para penulis terdahulu mengabaikannya sama sekali. Mereka pun memakai verba untuk masa depan untuk menunjukkan masa lalu dan masa kini tanpa pembedaan. Sebaliknya mereka juga menggunakan verba masa lalu untuk masa depan. Akhirnya kata dan ungkapan yang tak jelas artinya itu pun timbul dalam jumlah yang banyak sekali.
Selain tiga sebab ini, masih ada dua sebab lagi yang lebih penting. Pertama, orang-orang Ibrani tidak mempunyai huruf yang berfungsi sebagai hidup. Kedua, mereka tidak terbiasa memenggal perkataan tertulis mereka atau menekankan suatu arti dengan tanda baca. Tidak diragukan lagi bahwa dua kelemahan ini bisa ditutupi dengan pembubuhan titik dan harakat.9) Hanya saja kita tidak boleh mempercayai dua sarana ini, karena yang membuat dan menggunakannya adalah ahli bahasa yang datang jauh kemudian.10) Dengan demikian otoritas mereka tidak ada nilainya sama sekali. Adapun para pendahulu menulis tanpa titik (maksudnya tanpa huruf hidup atau harakat). Banyak bukti yang menyatakan bahwa titik-titik itu dibuat pada masa yang jauh kemudian. Yaitu ketika orang-orang sudah membutuhkan penafsiran Taurat. Dengan demikian, titik-titik yang ada sekarang, demikian juga dengan harakat tidak lain kecuali tafsir-tafsir baru yang tidak boleh kita percayai begitu saja dan tidak memiliki otoritas yang melebihi tafsiran-tafsiran lain. Yang tidak mengetahui hal ini tidak akan tahu kenapa kita harus memaafkan penulis Surat I Ada kesulitan fain dalam metode ini, timbul dari keharusan tersedianya pengetahuan historis tentang situasi khusus yang menyertai kitab tertentu. Pengetahuan semacam ini biasanya tidak tersedia bagi kita. Bahkan sebenarnya kita sama sekali tidak tahu siapa yang menulis kitab-kitab itu. Atau kalau ingin lebih halus, kita tidak tahu siapa saja orang-orang yang menulisnya atau paling tidak, kita meragukan mereka, sebagaimana akan jelaskan nanti. Dari sisi lain, kita tidak tahu dalam kesempatan apa dan kapan kitab-kitab yang tidak diketahui penulis yang sebenarnya itu ditulis. Kita juga tidak tahu tangan siapa saja yang pernah dihinggapi dan dari siapa datangnya manuskrip-manuskrip asli yang terdiri dari beberapa versi bacaan yang berbeda, kemudian akhirnya kita juga tidak tahu jika di sana ada banyak versi bacaan lain yang berasal dari manuskrip-manuskrip yang berasal dari sumber lain. Di bagian lain dari buku ini telah jelaskan pentingnya semua situasi ini dan sengaja tidak ingin membahasnya lagi disini. Jika kita membaca sebuah buku yang berisi hal - hal yang tidak bisa dipercaya atau tidak bisa diketahui, atau membaca sebuah buku yang mengandung kata-kata yang sangat tidak jelas, akan sia-sia jika kita mencari maksudnya tanpa mengetahui penulisnya, waktu dan momen penulisannya. Kita tidak akan pernah tahu hal- hal- yang dimaksud atau yang mungkin dia maksud oleh penulis tanpa mengetahui semua situasi itu. Sebaliknya, jika kita mengetahui semua itu secara mendetail, kita akan menyusun pikiran kita sedemikian rupa, hingga terberbas dari semua penilaian masa lalu, yakni kita tidak akan memberikan kepada penulis kitab atau orang yang dituju oleh penulisan itu, lebih atau kurang dari yang semestinya. Di samping itu, kita tidak membayangkan adanya suatu tujuan selain yang mungkin diletakkan oleh penulis di depan kedua matanya. kira, ini sudah jelas bagi semua orang. Seringkali kita membaca beberapa cerita yang sangat mirip dalam beberapa buku yang berbeda. Meski begitu penilaian kita terhadap cerita-cerita itu sangat berbeda akibat pandangan kita yang berbeda tentang penulisnya. Di sini teringat pernah membaca dalam sebuah buku yang menceritakan seorang laki-laki bernama Orlando Furioso.13) Dia mempunyai kebiasaan mengendarai seekor naga berp dua yang terbang di angkasa dan melayang ke semua daerah yang dia kehendaki. Seorang diri, dia juga terbiasa memangsa manusia dan raksasa dalam jumlah besar. Cerita ini adalah jenis cerita fiksi yang tidak bisa dipahami oleh akal dari sisi mana pun. Meski begitu, jumlahnya sangat banyak. Dalam salah satu buku Ovid juga pernah membaca cerita yang mirip sekali dengan Persee.14) Cerita ketiga adalah cerita yang tersebut dalam kitab Hakim¬Hakim tentang Simson (Samson). Dengan sendirian dan tanpa senjata, dia mampu membunuh seribu orang,15) juga cerita dalam kitab Raja-Raja tentang Elia yang terbang ke angkasa dan sampai di langit dengan mengendarai kuda dan kereta dari api.16) Cerita-cerita ini sangat mirip. Meski begitu penilaian kita terhadap masing-masing cerita itu sangat berbeda. Penulis pertama hanya bermaksud menuturkan kejadian-kejadian fiktif, yang kedua mempunyai tujuan politis, sedang yang ketiga bertujuan memaparkan hal-hal yang sakral. Satu-satunya alasan yana membuat kita meyakini hal ini adalah pandangan yang kita ciptakan terhadap para penulis itu. Sampai di sini kita telah membuktikan bahwa mengenal para penulis masalah masalah yang tidak jelas atau tidak masuk akal itu mutlak diperlukan, terutama untuk menafsirkan tulisan-tulisa mereka. Karena alasan-alasan ini juga, kita tidak bisa memilih versi bacaan yang betul dari berbagai macam versi dari sebuah teks yang mengandung cerita-cerita tak jelas kecuali dari pengetahuan kita tentang sumber manuskrip- manuskrip asli yang memuat versi-versi bacaan itu. Itu pun jika tidak ada versi bacaan lain dalam manuskrip- manuskrip lain yang ditulis oleh para penulis yang memiliki otoritas lebih tinggi.
Kesulitan terakhir dalam menafsirkan kitab dengan metode ini adalah bahwasanya kita tidak memiliki kitab-kitab itu dalam bahasa aslinya, yakni dalam bahasa penulisnya. Menurut pendapat yang berlaku, Injil Matius demikian juga dengan Surat Kepada Orang Ibrani telah ditulis dalam bahasa Ibrani. Namun naskah aslinya telah hilang. Selain itu juga ada tanda tanya mengenai bahasa yang dipakai dalam menuliskan Kitab Ayub. Dalam penjelasan-penjelasannya, Ibnu Ezra (Aben Ezra) memastikan bahwa kitab itu diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dari bahasa lain. Dan inilah sebab ketakjelasan maksudnya. Selanjutnya tidak perlu lagi membicarakan kitab-kitab apokripa karena otoritasnya yang lebih rendah.

Catatan :
8). Spinoza berpendapat bahwa otoritas Paus dalam menafsirkan kitab suci tidak diakui dalam kalangan umat Kristen generasi pertama demikian pula dalam kalangan gereja-gereja timur. Selain itu, juga tidak ada satu teks pun dalam Perjanjian Baru yang memberikan hak menafsirkan kitab suci kepada Paus sebagaimana teks-teks dalam Perjanjian Lama yang memberi hak menafsirkan syariat kepada para imam. Karena sebab ini, Spinoza tidak mengakui otoritas Paus. Seandainya saja ada penjelasan-penjelasan dari Roma atas perkataan-perkataan para hawary yang diakui oleh semua orang, Spinoza pasti mempercayainya. Karena itu ada maka Spinoza memberikan kepada dirinya sendiri hak untuk menafsirkan kitab suci secara maknawi, sebagaimana dilakukan oleh Tolstoy di kemudian hari. Memang benar di sana ada penjelasan-penjelasan Perjanjian Lama untuk menafsirkan teks-teksnya, namun. menurut Spinoza, penjelasan-penjelasan itu kurang, tidak seperti yang diakui oleh para imam. Ada banyak pertikaian antara sekte-sekte keagamaan sebelum penghancuran kuil yang terakhir. Suatu hal yang menunjukkan bahwa otoritas para imam tidak diakui di semua kalangan. Kemudian masih ditambah lagi dengan kekacauan keterangan waktu yang tersebut dalam teks, terutama yang berkaitan dengan jumlah tahun antara Musa dan Daud. Dengan demikian, Spinoza juga menolak otoritas Sinagoga Agung Yahudi (Kneset Hadgola) dalam menafsirkan kitab suci seperti penolakannya terhadap otoritas Paus itu (H.H.)
9). Maksudnya fat-hah, kasrah dan dhamnah seperti dalam bahasa Arab
10). Dimulai pada abad ke-6 dan disempurnakan pada akhir abad ke-7 atau awal abad ke.-8 (Mausu'alul Yahud wal Yahudiah wash Shuhyunyyah, Abdul Wahhab AI-Masiry) (pen.)
11). Ini adalah catatan yang sangat bagus dari Spinoza terhadap naskah Ibrani dari Kitab Kejadian. Dalam Septuaginta disebutkan. tongkat, bukan tempat tidur, tetapi tongkat Yusuf bukan tongkat Yakub. Adapun Gunkel berpendapat bahwa kata itu berarti kepala tempat tidur yang dipakai sandaran Yakub untuk bersyukur kepada Allah setelah mendapatkan janji dari Yusuf akan dikuburkan di temat yang ia inginkan. (HH. )
12). Dua kata itu jika ditulis dengan abjad Ibrani tanpa 'illah (vokal) atau titik (harakat) malca akan sama, yaitu: (Pen.)
13). Orlando Furioso (Rolan Si Pemarah) adalah epos puisi komedi karyd l'Arioste. Ditulis pada tahun 1516 M. untuk melengkapi epos Boirado (Boirado) yang ditulis pada tahun 1495 M. dan dibiarkannya kurang. Epos ini termasuk salah satu karya sastra pada zaman Renaissance.
14). Persee adalah salah satu tokoh mitologi Yunani. Putra Zeus dari Danae. Pernah memotong kepala Meduse, kemudian kawin dengan Andromede dan menjadi raja Tirynthe. Selanjutnya, dia mendirikan Mycenes.
15). Kemudian ia menemui sebuah tulang rahang keledai yang masih baru, diulurkannya tangannya, dipungutnya dan dipukulnya mati seribu orang dengan tulang itu. (Hakim-Hakim 15:15).
16). Sedang mereka berjalan terus sambil berkata-kara, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai. Ketika Elisa melihat itu maka berteriaklah ia: "Bapaku, bapaku! Kereta lsrael dan orang orangnya yang berkuda!" Kemudian tidak dilihatnya lagi, lalu direngutkannya pakaiannya dan dikoyakkannya menjadi dua koyakan. (II Raja-Raja 2:11-12)

Sampai di sini telah dipaparkan semua kesulitan yang timbul dalam metode penafsiran kitab suci dengan penelitian historis terhadap data-data sejarah yang berkaitan dengannya. Kesulitan-kesulitan itu dianggap sangat serius. Oleh sebab itu, tidak ragu-ragu untuk mengatakan bahwa banyak sekali teks kitab suci yang tidak kita pahami maksudnya atau kita pahami, tetapi secara global dan tidak mengandung unsur keyakinan. Namun demikian, ingin mengulangi kata-kata bahwa yang bisa dilakukan oleh kesulitan-kesulitan itu adalah menghalangi kita dalam memahami pikiran para nabi tentang hal-hal yang hanya bisa kita bayangkan dan tidak bisa kita ketahui. Berbeda dengan hal-hal yang bisa kita ketahui dengan akal dan bisa kita buat gambarannya dengan mudah. Yang demikian ini, karena hal-hal yang menurut wujudnya bisa diketahui dengan mudah, pengungkapannya tidak akan sulit hingga tidak bisa dipahami. Ada peribahasa yang mengatakan: Satu kata sudah cukup untuk orang yang paham. Atas dasar ini, sangat mudah menjelaskan kata¬kata Euclides kepada semua orang. Dalam bahasa apa pun. Yang ditulis hanya sedikit, selain itu juga sangat masuk akal. Untuk mengetahui idenya dan memahami arti yang sesungguhnya, seseorang tidak perlu mengetahui secara sempurna bahasa yang dia pakai untuk menulis. Cukup tahu sekadarnya saja, tidak lebih dari pengetahuan anak-anak. Di samping itu, juga tidak ada gunanya mengetahui riwayat hidup penulis, tujuan yang ingin dia capai, kebiasaan-¬kebiasaannya, bahasa yang dia pakai untuk menulis, untuk siapa dia menulis, kapan menulis, kondisi-kondisi yang meliputi buku itu, nasibnya, versi-versi yang ada dan siapa saja yang memutuskan untuk menghimpunnya. Semua yang dikatakan mengenai Euclides ini juga berlaku bagi semua orang yang menulis dalam masalah-masalah yang bisa dipahami berdasarkan wujudnya. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa dengan hal-hal yang bisa kita capai dari pengetahuan historis terhadap kitab suci itu, kita bisa mengetahui konsep kitab suci mengenai ajaran-ajarar etika. Ajaran-ajaran itu bisa kita ketahui dengan pasti. Hal ini karena ajaran-ajaran yang berkenaan dengan takwa yang sebenarnya diungkapkan dengan kata-kata yang paling banyak beredar karena sangat populer dimasyarakat, sangat sedikit dan mudah dipahami. Disamping itu, berhubung keselamatan yang hakiki dan kebahagiaan rohani berada di dalam ketenangan jiwa sedang ketenangan yang hakiki tidak bisa didapatkan kecuali dari hal-hal yang kita ketahui dengan sanga terang, sepertinya kita akan bisa mengetahui secara pasti konsep kitab suci yang berkenaan dengan masalah-masalah pokok dan inti dari keselamatan dan kebahagiaan rohani. Dengan demikian kita tidak perlu mengkhawatirkan masalah-masalah lain. Hal ini, karena seringkali kita tidak bisa memahaminya dengan akal dan nalar, maka sebaiknya kita anggap saja hal-hal itu lebih pantas dimasukkan ke dalam bab hal-hal aneh daripada hal-hal yang bermanfaat.
Sampai di sini sepertinya sudah menjelaskan metode yang benar dalam menafsirkan kitab suci, juga sudah menjelaskan dengan cukup cara untuk memroses masalah ini. Selanjutnya, tidak ada keraguan lagi pada diri bahwa saat ini setiap orang sudah tahu bahwa metode ini tidak memerlukan cahaya selain cahaya naluri. Hal itu karena karakter dan sifat inti dari cahaya ini terbatas pada pembahasan hal-hal yang tak jelas kemudian memecahkannya berdasarkan kesimpulan yang sah dari hal-hal yang sudah diketahui atau hal-hal yang didata sebagai hal-hal yang diketahui. Metode kita memang tidak menuntut sesuatu yang lebih dari ini. Selanjutnya, kita mengakui bahwa metode ini tidak cukup untuk menjelaskan semua yang dikandung oleh Taurat. Tetapi hal itu tidak disebabkan oleh kekurangan yang ada dalam metode, tetapi karena jalan benar dan lurus yang diserunya belum pernah diikuti dan dilalui oleh orang, sehingga dengan perjalanan waktu menjadi terjal, kasar dan hampir tidak bisa dilewati. kira sudah menjelaskan hal itu dengan cukup pada saat menyebutkan kesulitan-kesulitan yang ada.
Sekarang, kita tinggal meneliti pendapat-pendapat yang bertentangan dengan pendapat kita. Ada orang yang menyangka bahwa cahaya natural tidak mampu menafsirkan kitab suci. Untuk itu harus ada cahaya yang melampaui batas alam. Adapun seperti apa cahaya yang harus ditambahkan kepada cahaya natural itu, mereka sendirilah yang harus menjelaskannya. pribadi hanya bisa menduga bahwa dengan pendapat itu, sebetulnya mereka - dengan menggunakan ungkapan yang lebih samar- ingin mengakui ketidak yakinan mereka terhadap makna hakiki dari banyak teks dalam kitab suci. Hal ini tampak dari tafsiran-tafsiran mereka yang sama sekali tidak mengandung sesuatu yang melampaui batas alam. Sebaliknya, tafsiran-tafsiran itu hanya dugaan-dugaan. Jika kita bandingkan dengan tafsiran-tafsiran orang-orang yang jelas-jelas mengaku hanya memiliki cahaya natural, kita akan mendapatkan kemiripan. Kedua-duanya adalah karya manusia. Kedua-duanya adalah hasil olah pikir. Adapun yang mereka katakan mengenai ketidak cukupan cahaya natural itu sudah pasti salah. Dari satu sisi, kesulitan-kesulitan dalam menafsirkan kitab suci itu - sebagaimana telah kita jelaskan sebelum ini- tidak timbul dari cahaya naluri, tetapi dari kelambanan -jika bukan kebrengsekan- orang-orang yang meremehkan pencarian pengetahuan historis kritis tentang kitab suci di waktu mereka mampu melakukan hal itu. Dari sisi lain, cahaya yang melampaui batas alam (yang memang diakui oleh semua orang kecuali orang-orang yang keliru) ini adalah anugerah yang hanya diberikan oleh Allah kepada kaum mukminin. Padahal yang biasa dinasihati oleh para nabi dan sahabat itu bukan hanya kaum mukminin, tetapi orang-orang kafir dan fasiq juga. Dengan demikian, dua kelompok terakhir ini juga harus mampu memahami pikiran para nabi dan sahabat. Jika tidak, maka para nabi dan sahabat seolah menasihati anak-anak kecil dan bukan orang dewasa yang sudah akil balig. Undang-undang Musa pun akan sia¬sia karena hanya bisa dipahami oleh kaum mukminin yang sebenarnya tidak memerlukan undang-undang sama sekali. Jadi, menurut , mereka yang mencari cahaya yang melampaui batas alam untuk memahami pikiran para nabi dan sahabat itu tidak mempunyai cahaya natural dan dalam waktu yang sama, juga sangat jauh dari kemungkinan mendapatkan anugerah ilahi yang melampaui batas alam.
Ibnu Maimun mempunyai pendapat lain yang sangat berbeda. Dia berkeyakinan bahwa setiap teks dari kitab suci mempunyai banyak arti, bahkan banyak arti yang saling bertentangan. Kita semua tidak bisa mengetahui makna hakiki dari sebuah teks kecuali sebatas yang kita tahu - menurut tafsiran kita- bahwa teks itu tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan akal. Jika dia menafsirkan sebuah teks secara harfiah dan hasilnya bertentangan dengan akal, teks itu harus diberi tafsiran lain meskipun sebetulnya sudah sangat jelas. lnilah yang dia ungkapkan dengan sangat terang dalam fasal 25 jilid 2 dari bukunya Moreh Nebuchim 17) dengan kata-katanya:
"Ketauhilah bahwasanya kita tidak mau menerima konsep kelamaan (qidam) alam karena teks-teks dalam kitab suci tentang penciptaannya. Teks-teks ini tidak jauh berbeda dengan teks-teks yang menyatakan bahwasanya Allah adalah tubuh. Sementara itu tidak ada yang menghalangi kita untuk menakwilkan teks-teks yang menyatakan penciptaan. I Bisa dibuktikan dengan jelas bahwa Allah itu bukan tubuh. Oleh karenanya semua teks yang arti harfiahnya bertentangan dengan maksud ini harus ditafsirkan. Lain halnya dengan akidah kelamaan alam. Akidah ini tidak mempunyai bukti yang kuat. Dengan demikian tidak perlu dilakukan penakwilan kitab suci secara serampangan agar sesuai dengan sebuah pendapat yang dangkal. Maksudnya pendapat yang membuat kita mempunyai alasan untuk memilih pendapat lain yang berlawanan dengannya.
Keyakinan bahwa Allah itu bukan tubuh tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariat... sebaliknya keyakinan bahwa alam itu lama, seperti yang diyakini oleh Aritoteles telah merobohkan pondasi syariat."
Itulah kata-kata Ibnu Maimun yang menampakkan dengan jelas hal-hal yang telah kita katakan. Seandainya saja dia mempunyai dalil aqli atas kelamaan alam niscaya tidak akan segan-segan menakwilkan dan menafsirkan kitab suci secara serampangan hingga membuat akidah itu seolah berasal dari kitab suci itu. Ketika itu dia akan yakin seyakin-yakinnya bahwa kitab suci itu mengisyaratkan kelamaan alam, meskipun dalam hal itu dia berbeda dengan kitab suci. Jadi, dia tidak bisa mempercayai maksud yang sebenarnya dari kitab suci meskipun amat jelas selama terus meragukan hakikat yang dikatakan oleh kitab suci dan selama hakikat itu menurut pandangannya tidak bisa dibuktikan dengan dalil yang kuat. Di sini lain selama tidak ada dalil yang membuktikan hakikat ini kita tidak akan pernah tahu apakah kitab suci itu sejalan dengan akal atau bertentangan dengannya. Selanjutnya, kita juga tidak akan tahu apakah makna harfiah itu benar atau salah. Jika cara penafsiran ini benar, mengakui sepenuhnya bahwa kita semua memerlukan cahaya lain selain cahaya natural. Hal ini karena tidak semua kandungan kitab suci bisa dibuktikan dengan data-data yang kita dapatkan melalui cahaya naluri (seperti telah kita jelaskan sebelumnya). Dengan demikian, cahaya natural itu tidak mampu membuktikan segala sesuatu yang berhubungan dengan bagian terbesar dari kandungan kitab suci, selanjutnya juga tidak mampu membuktikan makna yang benar dari kitab suci dan ide-ide yang ada di dalamnya. Saat itu kita akan membutuhkan cahaya lain. Di samping itu, jika metode Ibnu Maimun ini benar, niscaya masyarakat awam yang biasanya tidak mengenal dalil-dalil dan tidak mampu menelaahnya tidak akan menerima apa pun yang berkaitan dengan kitab suci jika tidak berpegang kepada otoritas para filosof atau kesaksian-kesaksian mereka, tetapi sebelum itu dia harus menganggap para filosof terlindung dari kesalahan dalam menafsirkan kitab suci. Hal ini berarti telah muncul kekuasaan gereja baru, kependetaan baru dan sejenis kepausan. Suatu hal yang lebih banyak mengundang cemoohan orang awam daripada membangkitakan rasa hormat di dalam jiwa mereka. Memang benar, metode penafsiran kita juga memerlukan pengetahuan tentang bahasa Ibrani yang tidak bisa dipelajari oleh masyarakat awam. Namun demikian kritikan itu tidak bisa diajukan kepada kita. Kenapa? Karena umumnya orang Yahudi dan bukan Yahudi yang didakwahi oleh para nabi dan sahabat baik secara lisan maupun tulisan, memahami bahasa mereka dan dengan demikian juga memahami ide-ide mereka. Sementara itu mereka tidak mengetahui dalil-dalil hakikat ajaran-ajaran yang diserukan oleh para nabi dan sahabat itu. Padahal, menurut Ibnu Maimun, dalil-dalil itu harus mereka ketahui dulu jika ingin memahami ide para nabi. Jadi netode kita tidak mengharuskan masyarakat awam untuk bersandar pada kesaksian para ahli tafsir. Masyarakat awam yang maksud ini adalah mereka yang mengetahui bahasa para nabi dan sahabat. Sementara Ibnu Maimun tidak mengakui adanya orang awam yang mengetahui sebab-sebab segala sesuatu dan selanjutnya bisa memahami ide para nabi dengan itu. Adapun mengenai orang-orang awam yang ada pada zaman kita sekarang ini sudah kita jelaskan dalam bagian terdahulu bahwa mereka bisa mengetahui unsur ¬unsur dasar dari keselamatan dengan mudah melalui bahasa apapun, meski tidak mengetahui dalil-dalil yang melandasinya. Dengan syarat unsur-unsur itu populer dan mudah diungkapkan dengan bahasa sehari-hari. Kepada pengetahuan inilah -bukan kepada kesaksian para ahli tafsir- orang awam bersandar. Sedangkan dalam masalah¬masalah lainnya, nasib orang awam tidak lebih buruk daripada nasib para ulama. Bagaimana pun juga kita harus kembali membahas pandangan Ibnu Maimun. Pertama¬tama dia menyangka bahwa para nabi sepakat satu sama lain dalam semua masalah, di samping itu, mereka adalah para filosof dan teolog besar yang mempunyai kemampuan untuk menyimpulkan karena mengetahui hakikat yang sebenarnya. Kedua dia menyangka bahwa maksud kitab suci tidak bisa dijelaskan dengan kitab suci itu sendiri. Hakikat segala sesuatu yang diserukannya tidak bisa dibuktikan dengan kitab suci itu sendiri. Kitab suci tidak membuktikan apa pun, tidak pula mengenalkan masalah-masalah yang dia bahas melalui definisi-definisi dan sebab¬sebab pertama. Dengan demikian menurut pendapat Ibnu Maimun, maksud yang sebenarnya dari kitab suci itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibuktikan dan tidak bisa disimpulkan darinya. Dalam fasal ini tampaklah kesalahan penyimpulannya itu. Tadi kita telah kita jelaskan dengan pembuktian dan contoh bahwa makna kitab suci itu tidak bisa dijelaskan kecuali dengannya, tidak pula bisa disimpulkan kecuali darinya saja, meskipun kitab itu berbicara tentang hal-hal yang diketahui oleh cahaya natural. Terakhir, Ibnu Maimun menduga bahwa kita boleh menafsirkan dan menakwilkan kitab suci dengan cara yang dipaksakan, sesuai dengan penilaian penilaian masa lalu kita. Secara sengaja dia menolak arti harfiah dan menggantinya dengan arti lain meskipun arti harfiah itu adalah arti yang paling jelas dan paling mendekati akal. Pembolehan seperti ini tampak ekstrim dan sembrono didepan semua orang, di samping sangat bertentangan dengan hal-hal yang telah kita buktikan dalam fasal ini. Tetapi, biarlah kita menerima kebebasan luas ini, apakah yang dia lakukan? Dia tidak melakukan apa-apa. Kita tidak bisa mengetahui dengan akal masalah-masalah yang tidak bisa dibuktikan, padahal masalah-masalah itu adalah bagian terbesar dari kandungan kitab suci, sebagaimana juga tidak bisa dijelaskan dan ditafsirkan dengan metode Ibnu Maimun. Sebaliknya, dalam banyak kesempatan kita bisa menjelaskannya dengan metode kita dengan penuh rasa yakin sebagaimana telah kita jelaskan dengan dalil dan contoh. Mengenai hal-hal yang bisa diketahui menurut karakternya tanpa memeras tenaga, maksudnya bisa dicapai dengan mudah melalui konteksnya saja, sebagaimana telah kita jelaskan sebelum ini. Dengan demikian metode Ibnu Maimun tidak bermanfaat sama sekali. Di samping juga melenyapkan keyakinan terhadap makna yang sesungguhnya dari kitab suci. Padahal makna itu bisa dicapai oleh orang awam dengan menggunakan metode penafsiran lain. Jadi kita menolak metode Ibnu Maimun karena rusak, tidak bisa diterapkan dan tidak bermanfaat.
Mengenai tradisi yang berlaku di kalangan orang¬orang Farisi sebagaimana telah kita sebutkan dalam bagian terdahulu tidak disepakati dalam disepakati di dalam kalangannya ini. Sedang otoritas Paus Roma masih memerlukan dasar hukum yang lebih kuat. Karena ini alasan ini juga menolaknya. Sebenarnya, jika ada orang yang bisa membuktikan kepada kita dengan kitab suci itu sendiri bahwa otoritas paus Roma berlandaskan dalil yang mempunyai kadar kekuatan yang sama dengan dalil otoritas imam-imam Yahudi masa lalu, keyakinan mengenai hal itu tidak akan tergoyahkan oleh kebrengsekan sebagian paus yang fasiq dan kafir. Di antara imam-imam Ibrani itu pun ada juga yang kafir dan fasiq. Kedudukan imam itu mereka capai dengan cara-cara jahat. Meski begitu berdasarkan pesan-pesan kitab suci mereka tetap memiliki otoritas mutlak dalam menafsirkan Alkitab (lihat Ulangan 17:11-12, 32:10 dan Maleakhi 2:8).18) Tetapi karena tidak ada dalil yang semacam ini, keraguan terhadap otoritas paus Roma pun tetap berlaku. Agar orang-orang tidak tertipu oleh sejenis robi kaum Ibrani ini, juga agar tidak berkeyakinan bahwa agama Katolik juga memerlukan seorang robi, kita harus menyebutkan bahwa syariat Musa adalah undang-undang umum sebuah negara. Dengan demikian memerlukan penguasa umum yang menjaganya. Jika setiap orang mempunyai kebebasan menafsirkan syariat sekehendak hati, negara itu tidak akan bertahan, sebaliknya akan pecah dan undang-undang umum itu akan menjadi undang-undang pribadi. Dalam kasus agama, urusannya sangat berbeda. Basis agama bukan amalan-amalan lahir, tetapi kesehatan jiwa. Dari situ dia tidak tunduk kepada undang-undang atau lembaga umum. Seorang manusia tidak bisa dipaksa dengan kekerasan atau undang-undang untuk mendapatkan kebahagiaan rohani. Yang diperlukan dalam masalah itu adalah nasihat-nasihat yang baik, pendidikan yang benar dan sebelum itu semua adalah hak penilaian yang bebas dan sehat. Dengan demikian, karena setiap orang memiliki hak mutlak dalam kebebasan berpikir, termasuk dalam masalah-masalah agama dan mustahil rasanya untuk mencabut hak ini dari seorang manusia, maka setiap orang mempunyai hak dan kekuasaan penuh untuk menilai agama. Setelah itu juga berhak menjelaskan dan menafsirkannya untuk dirinya sendiri. Sebetulnya, satu-satunya alasan yang mejadikan para hakim memiliki kekuasaan tertinggi dalam menafsirkan undang-undang yang berkenaan dengan aturan umum adalah karena ada keterkaitan dengan aturan umum itu sendiri. Karena alasan ini pula setiap orang mempunyai wewenang penuh dalam menafsirkan dan menilai agama karena termasuk dalam lingkup undang-undang pribadi. Atas dasar ini, jika imam umat Ibrani mendapatkan wewenang untuk menafsirkan undang-undang negara, kita sama sekali tidak boleh menyimpulkan bahwa paus Roma juga memiliki wewenang untuk menafsirkan agama. Bahkan yang terjadi adalah sebaliknya. Dari institusi robi bangsa Ibrani ini dengan mudah bisa ditarik kesimpulan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan penuh dalam urusan agama. Selain itu, kita juga bisa menarik kesimpulan dari keterangan terdahulu bahwa metode kita dalam menafsirkan kitab suci adalah lebih baik. Hal itu karena kekuasaan tertinggi dalam menafsirkan kitab suci berada pada setiap individu, maka tidak diperlukan landasan penafsiran lain kecuali cahaya natural yang dimiliki oleh semua orang. Tidak ada cahaya super natural (di atas alam) dan tidak pula ada kekuasaan luar. Jadi metode ini tidak boleh terlalu sulit hingga menjadi monopoli para filosof yang cerdas saja, tetapi juga harus bisa dipahami oleh tingkat kecerdasan dan kemampuan biasa yang dipunyai oleh semua orang. Pada bagian terdahulu sudah kita jelaskan bahwa metode kita seperti itu. Dan betul-betul terbukti bahwa kesulitan-kesulitan yang kita dapatkan itu timbul karena kesembronoan orang bukan karena metode itu sendiri
Catatan :
17). Moreh Nebuchim adalah versi Ibrani dari buku berbahasa Arab Dilalat al-Ha'irin. Munk menerjemahkan buku ini dengan judul Guide des egares. Sedangkan terjemahan Latin klasik berjudul Doctor perplexorum.
18). Ulangan 17:11, 12: Menurut petunjuk yang diberikan mereka kepadamu dan menurut keputusan yang dikatakan mereka kepadamu haruslah engkau berbuat; janganlah engkau menyimpang ke kanan atau ke kiri dari keputusan yang diberitahukan mereka kepadamu. Orang yang berlaku terlalu berani dengan tidak mendengarkan perkataan imam yang berdiri di sana sebagai pelayan TUHAN. Allahmu, ataupun perkataan hakim, maka orang itu harus mati. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel.
Ulangan 32:10: Mereka mengajarkan peraturan-peraturan-Mu kepada Yakub, hukum-Mu kepada Isrrael; mereka menaruh ukupan wangi-wangian di depan-Mu dan korban yang terbakar seluruhnya di atas mezbah-Mu.
Maleakhi 2:8: Tetapi kamu ini menyimpang dari jalan; kamu membuat banyak orang tergelincir dengan pengajaranmu; kamu merusakkan perjanjian dengan Lewi, firman TUHAN semesta alam.


BAB II:
Sejarah Penulisan Kitab Suci

Pembuktian bahwa Pentateukh, kitab Yosua, Hakim-Hakim, Rut, Samuel dan Raja-Raja tidak benar, setelah itu juga akan dibahas apakah kitab-kitab itu ditulis oleh banyak orang atau satu orang.

Dalam fasal lalu, kita telah membahas dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang melandasi pengetahuan tentang kitab suci. Di sana juga telah kita jelaskan bahwa dasar dan prinsip itu tidak lain kecuali pengetahuan historis kritis tentang kitab suci itu. Tapi sayang, orang ¬orang terdahulu meremehkan pengetahuan ini meskipun sangat penting. Dan meskipun mereka pernah menulis kemudian mentranmisikannya, tetapi telah hilang ditelan waktu. Akibatnya hilang juga dari kita sebagian besar dari dasar-dasar dan prinsip-prinsip itu. Sebetulnya hal ini masih bisa ditolerir kalau saja para penerus tetap moderat dan secara jujur mentransmisikan kepada generasi akhir yang sedikit itu tanpa mencampurinya dengan pernyataan yang dia buat-buat. Pengkhianatan mereka inilah yang sebetulnya membuat data-data historis tentang kitab suci itu kurang bahkan bohong. Atau dalam kata lain, prinsip-prinsip yang melandasi pengetahuan tentang kitab suci itu bukan saja tidak cukup secara kuantitas sehingga tidak bisa dipakai landasan bagi sesuatu yang sempurna, tetapi juga cacat secara kualitas. Maka dari itu, kami bertekad untuk meluruskannya sekaligus membersihkan teologi dari penilaian masa lalu yang populer. Tetapi kami takut jika usaha kami ini datang terlambat. Kondisi saat ini sudah sampai kepada batas di mana orang-orang tidak tahan lagi melihat ada orang yang meluruskan pandangan-pandangan mereka tentang agama. Dengan keras kepala mereka membela penilaian-penilaian terdahulu tertentu yang mereka pegang atas nama agama. Tidak ada tempat bagi akal kecuali pada segelintir orang saja. Sebaliknya penilaian-penilaian terdahulu tersebar luas di masyarakat. Meski begitu kami akan terus berusaha sampai akhir. Tidak ada alasan untuk betul-betul putus asa.
Agar kajian ini berjalan secara teratur akan dimulai dari penilaian penilaian terdahulu mengenai siapa saja yang menulis kitab suci. Untuk itu akan dimulai dengan orang¬orang yang menulis kitab yang lima (Taurat). Orang-orang hampir semuanya meyakini bahwa yang menulis kitab-kitab itu adalah Musa. Bahkan kaum Farisi membela pendapat ini dengan penuh semangat. Untuk itu mereka menganggap orang yang berkeyakinan selain itu telah kafir. Karena alasan ini Ibnu Ezra, seorang yang berpikir cukup bebas, ilmunya tidak bisa diremehkan dan sepengetahuan kami dialah yang pertama-tama mengetahui kesalahan ini, tidak mengungkapkan pendapatnya secara terus terang, sebaliknya hanya cukup dengan menyinggungnya dengan kata-kata yang samar. Kalau tidak takut untuk menjelaskannya dan menampakkan kebenaran dengan terang. Inilah kata-kata Ibnu Ezra saat menjelaskan kitab U langan, "Di seberang sungai Yordan... kalau saja kamu mengetahui rahasia dua belas... hukum Taurat dituliskan oleh Musa... waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu... Di atas gunung TUHAN, akan disediakan... ranjangnya adalah ranjang dari besi, saat itu kamu akan mengetahui kebenaran." Dengan kata-kata yang sedikit ini dia menjelaskan sekaligus membuktikan bahwa Musa bukanlah penulis kitab yang lima, sebaliknya penulisnya adalah orang lain yang hidup jauh setelahnya, sedangkan Nabi Musa sendiri telah menulis kitab lain yang betul-betul berbeda. Untuk membuktikan pernyataannya itu dia menyebutkan:
Musa tidak pernah menulis mukadimah kitab Ulangan karena tidak pernah menyeberangi sungai Yordan. 1)
Seluruh kitab Nabi Musa as. yang asli dipahatkan dengan sangat jelas di tepi satu mezbah (altar) (Ulangan 27, Yosua 8:32)2) yang terdiri dari dua belas batu sesuai dengan jumlah imam. Hal ini berarti bahwa kitab Nabi Musa yang asli jauh lebih kecil daripada lima kitab yang beredar saat ini. Inilah barangkali yang dimaksudkan oleh Ibnu Ezra dalam kata-katanya, "kalau saja kamu mengetahui rahasia dua belas" kecuali jika dia memaksudkan dua belas kutukan yang tersebut dalam fasal sebelumnya dalam kitab Ulangan. Ibnu Ezra barangkali menyangka bahwa pada awalnya semua kutukan itu tidak dimasukkan ke dalam kita hukum. Baru setelah M usa membukukan kitab hukum, dia memerintahkan orang-orang Lewi untuk membacanya demi memaksa rakyat agar bersumpah untuk menerapkan hukum. Dua belas yang dimaksud oleh Ibnu Ezra itu bisa jadi juga fasal terakhir dari kitab Ulangan yang membahas kematian Musa. Fasal ini terdiri dari dua belas ayat. Namun tidak ada manfaatnya kita terlalu mencurahkan perhatian kepada dugaan-dugaan ini begitu juga dugaan-dugaan yang diciptakan oleh orang lain.
Seperti kita tahu, Ibnu Ezra juga menyebutkan bahwa dalam kitab Ulangan ada ayat yang mengatakan, "hukum taurat dituliskan oleh Musa" (12:9-10). Mustahil kiranya, kalimat ini ditulis oleh Musa as. sendiri. Kata-kata ini pasti ditulis oleh orang lain yang menceritakan sabda-sabda dan pekerjaan¬ pekerjaan Musa.
Ibnu Ezra menyebutkan ayat dari Kitab Kejadian (12 : 1) yang menceritakan perjalanan Nabi Ibrahim as. di negeri Kanaan lalu menyebutkan komentar penutur yang berbunyi, "waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu..." (Kejadian 12 : 6). Komentar ini menunjukkan dengan jelas bahwa kondisi ketika kitab itu ditulis sudah berubah, yakni orang Kanaan sudah tidak berada di negeri itu lagi. Kata-kata ini pasti ditulis setelah kematian Musa dan setelah orang¬ orang Kanaan diusir dan tidak menduduki daerah ¬daerah itu lagi. Maksud ini diisyaratkan oleh Ibnu Ezra dengan mengatakan, "waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu..." Tapi bisa jadi sang penutur memaksudkan bahwa Kanaan cucu Nuh menguasai negeri ini, setelah sebelumnya dikuasai oleh orang lain. Jika tidak, maka di sana ada rahasia yang tidak boleh diungkapkan oleh orang yang mengetahuinya. Maksudnya, jika Kanaan cucu Nuh menguasai belahan bumi itu, dan sang penutur ingin menjelaskan keadaannya tidak seperti itu ketika dikuasai oleh bangsa lain. Adapun, jika ternyata Kanaan adalah orang yang pertama-tama bertani di daerah-daerah itu (seperti disebutkan dalam fasal 10 dari kitab Kejadian)3) maka maksud penutur adalah bahwa keadaannya sudah tidak begitu lagi saat menulis. Dengan demikian penulis kitab itu bukanlah Musa. Pada masanya orang-orang Kanaan masih menduduki tanah itu. Inilah rahasia yang disembunyikan oleh Ibnu Ezra.
Dalam kitab Kejadian (22:14)4) disebutkan bahwa gunung Moria dinamai dengan gunung TUHAN.5) Padahal nama itu baru dipakai setelah pembangunan kuil dimulai, yaitu jauh setelah zaman Musa. Bahkan Musa tidak pernah menunjukkan tempat yang dipilih oleh TUHAN, dia hanya meramalkan bahwa TUHAN akan memilih suatu tempat yang memakai nama TUHAN.
Terakhir, dia menyebutkan bahwa dalam kitab Ulangan ada kata-kata yang ditambahkan oleh penulisnya ke dalam kisah Og raja Basan. "Hanya Og, raja Basan, yanq tinggal hidup dari sisa-sisa orang Refaim.6) Sesungguhnya, ranjangnya adalah ranjang dari besi, bukankah itu masih ada di kota Raba bani Amon? Sembilan hasta panjangnya dan empat hasta lebarnya, menurut hasta biasa. " (Ulangan 3 : 11). Tambahan ini menunjukkan bahwa penulisnya hidup jauh setelah Nabi Musa as. wafat. Gayanya dalam bercerita adalah gaya seorang penulis yang menceritakan kisah-kisah kuno sekali. Untuk meyakinkan kebenaran kisahnya itu dia menyebutkan peninggalan-peninggalan yang masih ada hingga saat kisah itu diceritakan. Di samping itu, tidak diragukan lagi bahwa ranjang dari besi itu baru ditemukan pada masa Nabi Daud as. yang menguasai kota Raba itu (II Samuel 12 : 30). Selanjutnya, tambahan ini juga bukan satu-satunya. Tidak lama kemudian, sang penutur menambahkan ke dalam kata-kata Musa penjelasan berikut ini: “ Yair anak Manasye, mengambil seluruh wilayah Argob sampai daerah orang Gesur dan orang Maakha, dan menamai daerah itu, menurut namanya sendiri, sebabagaimana juga menamainya dengan Basan, sampai sekarang di sana masih ada beberapa desa yang bernama Yair. " Penulis katakan, si penutur kitab suci menambahkan kata-kata ini untuk menjelaskan kata-kata Musa yang tersebut sebelumnya. Yaitu, "Dan yang masih tinggal dari Gilead beserta seluruh Basan, kerajaan Og, yakni seluruh wilayah Argob, aku berikan kepada suku Manasye yang setengah itu. Seluruh Basan ini disebut negeri orang Refaim." Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang Ibrani yang sezaman dengan penulis kitab ini mengetahui negeri Yair yang berafiliasi ke kabilah Yehuda. Tetapi mereka tidak tahu bahwa negeri itu pernah dikuasai oleh Argob dan bahwasanya dia adalah tanah Refaim. Oleh karena itu penulis terpaksa menjelaskan negeri yang dulu dinamai dengan nama itu. Di waktu yang sama dia juga harus menjelaskan mengapa pada waktu itu oleh penduduknya dinamai Yair padahal mereka berafiliasi ke kabilah Yehuda bukan Manasye (lihat I Tawarikh 2:21-22).7)
Demikianlah, kita telah menjelaskan pendapat Ibnu Ezra, juga ayat-ayat dari lima kitab yang dia sebutkan untuk menguatkan pendapatnya ini. Tetapi rupanya dia lupa menyebutkan hal yang lebih penting. Masih ada beberapa catatan lain yang lebih penting yang bisa diberikan kepada lima kitab itu. Misalnya:
Kitab suci tidak hanya menceritakan Musa dengan kata ganti orang ketiga, tetapi lebih dari itu dia memberikan banyak kesaksian mengenai dirinya, seperti: "TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka" (Keluaran 33:11), "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi" (Bilangan 12:3), "Maka gusarlah Musa kepada para pemimpin tentara itu" (Bilangan 31:14), "Lalu matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman TUHAN" (Ulangan 34:5). Lain halnya dengan gaya penuturan di kitab Ulangan yang memuat hukum yang diterangkan oleh Musa kepada rakyat dan sebelumnya dia tulis sendiri. Musa menggunakan gata ganti orang pertama ketika menceritakan hal-hal yang dia lakukan. Misalnya dia mengatakan, "...seperti yang difirmankan TUHAN kepadaku." (Ulangan 2:1). "...aku mohon kasih karunia dari pada TUHAN..." (Ulangan 3:23). Kecuali di bagian akhir dari kitab ini. Setelah menyampaikan kata-kata Musa, menceritakan bagaimana dia menyampaikan hukum syariat yang telah dia jelaskan secara tertulis kepada rakyat kemudian memberi peringatan terakhir dan tidak lama kemudian mati, sang penulis kitab ini masih belurr berhenti. Semua itu, yakni cara berbicara, kesaksian¬kesaksian dan seluruh kumpulan kisah itu mengundang keyakinan bahwa Musa tidak pernah menulis kitab-kitab ini. Yang menulisnya adalah orang lain.
Harus kita sebutkan juga bahwa penuturan ini tidak hanya menceritakan kematian Musa, penguburannya dan berkabung selama tiga puluh hari saja tetapi juga menuturkan keunggulan Nabi Musa as. jika dibandingkan dengan nabi-nabi Yahudi lain yang datang setelahnya. "Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang banqkit di antara orang Israel..."(Ulangan 34 : 10) Tentu saja kesaksian ini tidak mungkin diberikan oleh Nabi Musa as. sendiri atau bahkan oleh orang yang datang langsung setelahnya. Kesaksian seperti ini selayaknya datang dari orang yang hidup berabad-abad setelah beliau dan telah membaca kisah nabi¬ nabi Bani Israel yang diungguli oleh Nabi Musa itu. Bahkan penutur kisah itu menggunakan ungkapan yang sangat jelas, yaitu: "...tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel" (Ulangan 34:10). Sedang mengenai kuburannya, "...dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini"(Ulangan 34:6).
Nama sebagian tempat yang tersebut dalam kitab Taurat belum dipakai pada masa Nabi Musa as. tetapi baru digunakan jauh setelah itu. Misalnya kisah Nabi Ibrahim as. yang mengejar musuh-musuhnya hingga kota Dan (Kejadian 14 : 14). 8) Nama ini baru dipakai jauh setelah kematian Yosua bin Nun, pembantu dan khalifah Nabi Musa as. Sedang nama aslinya adalah Lais (Hakim-hakim 18 : 29). 9)
Kisah yang dituturkan dalam Taurat terkadang terus berlanjut hingga setelah kematian Nabi Musa as. Misalnya dalam kitab Keluaran disebutkan bahwa orang Israel makan manna empat puluh tahun lamanya, sampai mereka tiba di tanah yang didiami orang; mereka makan manna sampai tiba di perbatasan tanah Kanaan (Keluaran 16:35). 10) Padahal masa ini adalah masa yang dituturkan oleh kitab Yosua (Yosua 5 : 12).11)
Kitab Kejadian juga menuturkan, "Inilah raja-raja yang memerintah di tanah Edom, sebelum ada seorang raja memerintah atas oranq Israel" (Kejadian 36 : 31). Tidak diragukan lagi bahwa penutur kisah ini berbicara tentang raja-raja yang memerintah orang-orang Edom 12) sebelum ditaklukkan oleh Nabi Daud as. (II Samuel 8 : 14). 13)
Dari semua catatan ini terlihat jelas, sejelas siang, bahwa Musa tidak pernah menulis lima kitab itu. Sebaliknya, kitab-kitab itu ditulis oleh orang yang hidup berabad-abad setelahnya. Namun demikian, jika mau, silakan cari dengan lebih teliti kitab-kitab yang ditulis oleh Musa sendiri dalam lima kitab itu. Pertama-pertama, dalam Keluaran (17:14)14) diceritakan dengan pasti bahwa Musa menulis sesuatu tentang perang melawan Amalek atas perintah Allah, tetapi tidak disebutkan kitab apa yang ia tulis itu. Namun, dalam kitab Bilangan (21:14)15) disebutkan adanya suatu kitab yang bernama Peperanqan Tuhan yang sudah barang tentu memuat perang melawan Amalek dan seluruh proses pembuatan kemah yang menurut kesaksian penulis lima kitab di dalam kitab Bilangan (33:2)16) bahwa Musa telah menyampaikannya secara tertulis.

Catatan :
1). Mukadimah kitab Ulangan (1:1): Inilah perkataan-perkataan yang diucapkan Musa kepada seluruh orang Israel di seberang sungai Yordan. di padang gurun, di Araba-Yordan. di tentangan Suf, antara Paran dengan Tofel, Laban, Hazerot dan Di-Zahab.
Ulangan 31:1-2: Kemudian pergilah Musa, lalu mengatakan segala perkataan ini kepada seluruh orang Israel. Berkatalah ia kepada mereka. "Aku sekarang berumur seratus dua puluh tahun; aku tidak dapat giat lagi, dan TUHAN telah berfirman kepadaku. ‘Sungai Yordan ini tidak akan kau seberangi.’..."
2). Ulangan 27:2-8: Dan pada hari kamu menyeberangi sungai Yordan ke negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN. Allahmu, maka haruslah engkau menegakkan batu-batu besar, dan mengapurnya lalu pada batu itu haruslah kau tuliskan segala perkataan hukum Taurat ini, sesudah engkau menyeberang, supaya engkau masuk ke negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, seperti yang dijanjikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu. Dan sesudah kamu menyeberangi sungai Yordan, maka haruslah batu-batu itu, yang telah kuperintahkan kepadamu pada hari ini, kamu tegakkan di gunung Ebal dan kaukapuri. Juga haruslah kaudirikan di sana mezbah bagi TUHAN, Allahmu, suatu mezbah dari batu yang tidak boleh kau olah dengan perkakas besi. Dari batu yang tidak dipahat haruslah kau dirikan mezbah TUHAN, Allahmu, itu dan di atasnya haruslah kau persembahkan korban bakaran kepada TUHAN, Allahmu. Juga haruslah engkau mempersembahkan korban keselamatan, memakannya di sana dan bersukaria di hadapan TUHAN, Allahmu. Selanjutnya haruslah engkau menuliskan pada batu-batu itu segala perkataan hukum Taurat ini dengan jelas dan terang.
Yosua 8:32: Dan di sanalah di atas batu-batu itu, dituliskan Yosua salinan hukum Musa, yang dituliskannya di depan orang Israel.
3). Kejadian 10:15-19: Kanaan memperanakkan Sidon, anak sulungnya, dan Het, serta ... kemudian berseraklah kaum-kaum orang Kanaan itu. Batas-batas daerah orang Kanaan adalah dari Sidon, jika kamu pergi ke arah Gerar sampai ke Gaza, jika kamu pergi ke arah Sodom, Gomorah, Adma dan Zeboim sampai ke Lusa.
4). Kejadian 22:14: Dan Abraham menamai tempat itu, "TUHAN terlihat": sebab itu sampai sekarang dikatakan orang, "Di atas gunung TUHAN, terlihat "
5). Penutur kitab sucilah yang menamakan gunung ini bukan Ibrahim. Dia mengatakan, "Tempat yang sekarang dinamai `Di atas gunung TUHAN, akan diwahyukan', dulu Ibrahim menamainya `TUHAN akan terlihat'." (Sp)
6). Kata Ibrani refaim berarti orang-orang yang dijatatuhi hukuman, tetapi sepertinya merupakan nama diri yang tersebut dalam kitab I Tawarikh (fasal 20) sedang menurut kami nama itu adalah : marga. (Sp).
7). I Tawarikh 2:21-22: Sesudah itu Hezron menghampiri anak perempuan Makhir, bapa Gilead. Ia mengawini perempuan itu ketika ia berumur enam puluh tahun. Perempuan itu melahirkan Segub baginya. Segub memperanakkan Yair yang mempunyai dua puluh tiga kota di tanah Gilead.
8). Kejadian 14:14: Ketika Abram mendengar, bahwa anak saudaranya tertawan, maka dikerahkannyalah orang-orangnya yang terlatih, yakni mereka yang lahir di rumahnya, tiga ratus delapan belas orang banyaknya, lalu mengejar musuh sampai ke Dan.
9). Hakim-hakim 18:29: Mereka menamai kota itu L menurut nama bapa leluhur mereka, yakni Dan, yang lahir bagi Israr1 tetapi nama kota itu dahulu adalah Lais.
10). Keluaran 16:35: Orang Israel makan manna empat puh: tahun lamanya, sampai mereka tiba di tanah yang didiami oran g mereka makan manna sampai tiba di perbatasan tanah Kanaan.
11). Yosua 5:12: Lalu berhentilah manna itu, pada keesokan harinva setelah mereka makan hasil negeri itu. Jadi orang Israel tidak beroleh manna lagi, tetapi dalam tahun itu mereka makan yang dihasilkan tanah Kanaan.
12). Orang-orang Edom tidak mempunyai raja sejak waktu i' hingga pemerintahan Yoram yang pada masanya mereka memberont., (II Raja-Raja 8:20). Selama itu mereka diperintah oleh pengua,
militer yang diangkat oleh orang Yahudi (i Raja-Raja 22:48 Selaqjulnya penguasa Edom itu disebut raja (II Raja-Raja : 3:9)
Sekarang kita bertanya-tanya apakah raja terakhir Edom itu memulai masa pemerintahannya sebelum Saul naik takhta ataukah fasal dalam kitab Kejadian ini hanya ingin menyebutkan raja-raja Edom yang meninggal tanpa pernah dikalahkan. Masalah ini bisa didiskusikan, tetapi sulit rasanya untuk memasukkan Musa ke dalam daftar raja-raja orang Ibrani, sedang dia adalah orang yang mendirikan negara yang hanya tunduk kepada Allah dan sangat bertolak belakang dengan kerajaan. (Sp)
13). II Samuel 8:14: Lalu ia menempatkan pasukan-pasukan pendudukan di Esdom: di seluruh Edom ditempatkannya pasukan¬ pasukan pendudukan, sehingga seluruh Edom diperbudak oleh Daud. TUHAN memberi kemenangan kepada Daud ke manapun ia pergi berperang.
14). Keluaran 17:14: Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Musa: Tuliskanlah semuanya ini dalam sebuah kitab sebagai tanda peringatan, dan ingatkanlah ke telinga Yosua, bahwa Aku akan menghapuskan sama sekali ingatan kepada Amalek dari kolong langit. "
15). Bilangan 21:14: Itulah sebabnya dikatakan dalam kitab peperangan TUHAN:...

16). Bilangan 33:2: Musa menuliskan perjalanan mereka dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan sesuai dengan titah TUHAN: dan inilah tempat-tempat persinggahan mereka dalam perjalanan mereka:

Selain itu, dalam kitab Keluaran (24:7)17) juga disebutkan adanya kitab lain yang bernama Kitab Perjanjian yang dibaca oleh Musa di hadapan orang Israel saat mengikat janji dengan Allah. Kitab atau piagam ini tentunya singkat. Hanya berisi hukum-hukum Allah dan pesan-pesan-Nya yang tersebut dalam kitab Keluaran fasal 20 ayat 22 sampai dengan fasal 24. Hal ini tidak bisa dipungkiri oleh orang yang membaca fasal tersebut dengan teliti dan tanpa memihak. Di dalamnya disebutkan bahwa setelah mengetahui pendapat kaumnya mengenai perjanjian yang mereka ikat dengan Allah itu, Musa langsung menulis firman-firman dan pesan-pesan-Nya. Dan setelah dilakukan ritual peribadatan pagi hari berikutnya, dia membacakan syarat-syarat perjanjian itu di depan umum. Setelah dibacakan, kaumnya pun bergabung ke dalam perjanjian itu dengan suka rela karena telah memahami syarat-syaratnya. Melihat sempitnya waktu yang dipakai untuk menulis perjanjian yang disepakati itu, juga tabiat perjanjian itu sendiri, dapat dipastikan bahwa isi kitab itu tidak lebih daripada kata-kata yang baru saja diucapkan.
Terakhir, telah tetap juga bahwa Musa pernah menjelaskan semua hukum yang dia buat pada tahun empat puluh18) setelah keluar dari Mesir (lihat Ulangan 1:5)19) kemudian mengikat janji baru dengan kaumnya agar tetap mematuhi hukum-hukum itu (lihat Ulangan 29:14)20) dan akhirnya menulis sebuah kitab yang memuat hukum-hukum baru yang menjelaskan perjanjian baru itu (lihat Ulangan 31:9)21). Kitab ini dinamai dengan kitab Taurat Allah (Hukum TUHAN). Setelah selang waktu yang cukup panjang, Yosua mengikat perjanjian dengan bangsa itu - berarti ini adalah perjanjian ketiga- kemudian menuliskan semuanya itu dalam Taurat Allah ini (lihat Yosua 24:25¬26)22). Selanjutnya, karena tidak ada suatu kitab yang memuat perjanjian Musa dan perjanjian Yosua sekaligus, kita harus mengakui bahwa kitab itu telah hilang. Jika tidak, marilah kita mengigau seperti Yonatan, si penafsir dari Kaldea yang menakwilkan ayat-ayat kitab suci menurut hawa nafsunya itu. Saat menemui kesulitan, penerjemah ini lebih memilih untuk mengubah isi kitab suci daripada mengakui kebodohannya. Suatu ketika dia pernah menerjemahkan ayat dari kitab Yosua (Yosua 24:26) yang berarti: "Yosua menuliskan perkataan ini dalam kitab Taurat Allah." dengan, "Yosua menuliskan perkataan ini dan menyimpannya bersamaan dengan kitab Taurat Allah." Apa yang bisa kita perbuat terhadap orang-orang yang tidak melihat kecuali yang sesuai dengan hawa nafsu saja? Kami bertanya-tanya, "Bukankah hal ini termasuk pengingkaran terhadap kitab itu sendiri dan sekaligus mengarang kitab baru?" Terlepas dari itu semua, kita bisa menyimpulkan bahwa kitab Taurat Allah yang ditulis oleh Musa itu tidak termasuk dalam lima kitab, tetapi sebuah kitab yang berbeda sama sekali. Oleh penulis lima kitab disisipkan ke dalamnya pada tempat yang menurutnya tepat. Hal itu tampak jelas dari keterangan terdahulu dan yang tersebut kemudian. Kami ingin mengatakan bahwa pada waktu ayat dari kitab Ulangan yang tersebut di atas memberitahukan kepada kita bahwa Musa menulis kitab Taurat, si penulis menambahkan bahwa Musa memberikannya kepada imam-imam lalu meminta mereka untuk membacanya di depan umum pada waktu-waktu tertentu. Ini berarti bahwa kitab Taurat Allah itu jauh lebih kecil daripada lima kitab. Bisa habis dibaca pada satu pertemuan umum dan bisa diapahami oleh semua orang.
Setelah itu semua, kita tidak lupa untuk mengatakan bahwa secara agama Musa hanya memerintahkan untuk menyimpan satu kitab saja, yaitu kitab Perjanjian Kedua dan nyanyian yang dia tulis setelah itu untuk mengajari seluruh anggota umat.23)Adapun perjanjin pertama, para hadirin sajalah yang harus mematuhinya. Berbeda dengan perjanjian kedua yang harus dipatuhi oleh generasi yang datang kemudian (Ulangan 29:14-15).24) Oleh karena itu, dia memerintahkan untuk menjaganya. Demikian juga dengan nyanyian yang dikhususkan untuk generasi-generasi mendatang. Selanjutnya, karena tidak ada bukti kuat bahwa Musa pernah menulis selain kitab-kitab ini, juga tidak pernah memerintahkan untuk menyimpan sesuatu untuk generasi mendatang kecuali Taurat kecil dan nyanyian ini, dan sementara itu, dalam kitab yang lima ada banyak teks yang tidak mungkin ditutis oleh Musa, maka tidak akan ada orang yang bisa menyatakan dengan pasti, bahwa Musa adalah penulis kitab yang lima itu. Sebaliknya, akal akan membuktikan kesalahannya.
Sampai di sini barangkali ada orang bertanya kepadaku, "Tidak mungkinkah, selain dua teks itu, Musa menulis hukum-hukum yang diberikan kepadanya pada pewahyuan pertama?" "Apakah selama empat puluh tahun itu, Musa tidak pernah menulis hukum-hukum lain, selain sedikit kata yang terkandung dalam Kitab Perjanjian pertama?" Kami akan menjawab dengan mengatakan, "Meskipun kita menerima bahwa seolah masuk akal jika Musa menulis hukum-hukum di waktu dan tempat yang sama dengan penerimaan wahyu itu, kami tetap menolak karena alasan berikut ini. Di atas telah kita jelaskan bahwa dalam kasus-kasus seperti ini, kita tidak boleh menerima selain yang dibuktikan oleh kitab suci itu sendiri atau yang disimpulkan dari dasar-dasar yang melandasinya. Hanya sejalan dengan akal secara lahir tidak boleh dijadikan dalil. Selain itu, akal juga tidak memaksa kita untuk menerimanya. Hanya sebatas mungkin, bahwa majlis Musa menyerahkan kepada bangsa Israel catatan hukum-hukum yang sebelumnya telah dia tetapkan, lalu dikumpulkan oleh penutur pada masa berikutnya kemudian diselipkan pada tempat yang sesuai dalam biografi Musa." Sampai di sini telah selesai pembahasan kita mengenai kitab-kitab Musa yang lima. Sekarang kita akan meneliti kitab-kitab lain.
Dengan alasan-alasan yang hampir sama kita juga membuktikan bahwa Kitab Yosua tidak ditulis sendiri oleh Yosua, tetapi ditulis oleh orang lain yang menyaksikan bahwa ketenaran Yosua menyebar di seluruh penjuru bumi (lihat 6:27)25) , tidak pernah melupakan sesuatu yang dipesankan oleh Musa (lihat ayat terakhir dari fasal 8 dar ayat 15 dari fasal 9)26) dan setelah lanjut usia mengundang semua orang untuk menghadiri pertemuan kemudian mati di sana. Selain itu, kejadian-kejadian yang dituturkan juga berlanjut hingga setelah kematiannya.
Misalnya, diceritakan dengan jelas bahwa orang orang Israel tetap mengagungkan Allah selama orang¬orang tua yang pernah bertemu Yosua masih hidup. Sedang dalam dalam fasal 16 ayat 10 disebutkan bahwa mereka (suku Efraim dan Manasye) tidak mengusir orang-orang Kanaan yang tinggal di Gezer. Kemudian tambahnya: Jadi orang Kanaan itu masih tetap tinggal di tengah-tengah suku Efraim sampai hari ini (sekarang), tetapi menjadi budak rodi. Kisah ini juga disebutkan dalam kitab Hakim-Hakim (fasal satu)27). Cara penuturan dengan menggunakan ungkapan sampai hari ini ini menunjukkan bahwa orang yang menulisnya bercerita mengenai sesuatu yang sudah berlalu sangat lama. Selanjutnya, ayat ini juga sangat mirip dengan ayat terakhir dari fasal 15 tentang kisah bani Yehuda28) dan kisah Kaleb.29) pada ayat 14 dan setelahnya dar fasal yang sama30)
Ada kisah lain lagi dalam fasal 22 ayat 10 dan seterusnya31)mengenai dua setengah suku yang mendirikan mezbah di tepi sungai Yordan. Kejadian ini tampaknya juga terjadi setelah kematian Yosua. Nama Yosua tidak pernah disebut sama sekali. Orang-orang Israel sendirilah yang

bermusyawarah mengenai urusan perang, kemudian mengirim para utusan, menunggu jawaban dari pihak musuh dan akhirnya mengeluarkan keputusan.
Selanjutnya, terlihat jelas dalam fasal 10 ayat 14 bahwa kitab ini ditulis berabad-abad setelah kematian Yosua. Fasal itu memberikan kesaksian seperti berikut ini: Belum pernah ada hari seperti itu, baik dahulu maupun kemudian, bahwa TUHAN mendengarkan permohonan seorang manusia secara demikian.
Akhirnya, jika Yosua memang pernah menulis sebuah kitab maka kitab itu adalah kitab yang tersebut dalam kisah itu juga tetapi dalam fasal 10 ayat 13.32)
Adapun kitab Hakim-Hakim, kami kira tidak ada orang normal yang mengira telah ditulis oleh para hakim sendiri. Hal ini karena seluruh penutup kisah, yaitu fasal 21 menyebutkan dengan sangat jelas bahwa satu penutur sajalah yang menulisnya. Dari sisi lain, karena penyusunnya berkali-kali mengatakan bahwa pada zamannya tidak ada satu raja pun dari kalangan Bani Israel, tidak diragukan lagi bahwa kitab ini ditulis sebelum para raja naik takhta.33)
Mengenai kitab Samuel tidak ada sebuah alasan pun yang membuat kita memperhatikannya terlalu lama. Kisah yang tersebut di dalam kitab ini terus berlanjut lama sekali setelah kematiannya. Namun demikian, kami ingin menjelaskan bahwa kitab ini pasti ditulis berabad-abad setelah Samuel meninggal. Dalam kitab pertama fasal 9 ayat 9, si penutur menyampaikan peringatan dalam anak kalimat berikut ini: Dahulu di antara orang Israel apabila seseorang pergi menanyakan petunjuk Allah, ia berkata begini: "Mari kita pergi kepada pelihat”, sebab nabi yang sekarang ini disebutkan dahulu pelihat.
Adapun, kitab-kitab Raja-Raja, sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab ini juga, dinukil dari buku¬ buku riwayat Salomo (lihat I Raja-Raja 11:41)34), juga dari kitab sejarah raja-raja Yehuda (lihat I Raja-Raja 14:19),35), dan kitab sejarah raja-raja Israel (lihat I Raja-Raja 14:29).36), Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa semua kitab yang kita bahas hingga kini tidak ditulis oleh orang-orang yang nama mereka dipakai untuk menamakan kitab-kitab itu. Juga bisa menyimpulkan bahwa kisah-kisah yang dikandungnya menuturkan kejadian-kejadian masa lalu.
Sekarang, jika kita melihat urutan dan kandungan semua kitab ini, kita akan tahu dengan mudah bahwa penulisnya adalah satu orang penutur37). Dia ingin menceritakan sejarah umat Yahudi kuno dari asal mulanya hingga penghancuran kota Yerusalem yang pertama kali. Sebetulnya, urutan ini saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa kitab-kitab itu ditulis oleh satu orang penutur. Umpamanya, selesai menceritakan kisah Musa, dia langsung berpindah ke kisah Yosua dengan menggunakan kalimat berikut: Sesudah Musa hamba TUHAN itu mati, berfirmanlah TUHAN kepada Yosua bin Nun, abdi Musa itu, demikian:.... Demikian juga selesai menceritakan kematian Yosua. Saat itu, dia langsung berpindah dengan cara yang sama ke sejarah para hakim, seperti berikut: Sesudah Yosua mati, oranq Israel bertanya kepada TUHAN.... Setelah itu dia melampirkan kitab Rut sebagai pelengkap kitab Hakim-Hakim dengan kalimat berikut ini: Pada zaman para hakim memerintah ada kelaparan di tanah Israel Selanjutnya, dengan cara yang sama juga menghubungkan kitab Samuel pertama dengan kitab Rut. Dari kitab pertama ini juga berpindah ke kitab kedua dengan cara yang sama. Jadi, seluruh teks dan urutan kisah-kisah itu menunjukkan bahwa penulisnya adalah satu orang yang mempunyai tujuan tertentu. Memulai dengan kisah kejadian pertama umat Ibrani, kemudian menceritakan kepada kita, secara berurutan dalam momen apa dan kapan, Musa menegakkan hukum hukum dan menyampaikan banyak nubuatnya kepada umat Ibrani. Setelah itu, dia menceritakan kepada kita bagaimana umat Ibrani menguasai tanah yang dijanjikan sebagaimana diramalkan oleh Musa (lihat Ulangan fasal 7),38) lalu bagaimana mereka meninggalkan syariat setelah menguasai tanah itu (Ulangan 31:16),39) petaka-petaka apa saja yang timbul karena ditinggalkannya syariat (lihat fasal yang sama: 17),40) bagaimana mereka ingin memilih raja raja (Ulangan 17:14),41) bagaimana mereka maju atau mundur sesuai dengan kadar ketaatan dan pembangkangan mereka terhadap syariat (Ulangan 28:33 dan ayat terakhir),42) dan terakhir ditutup dengan keruntuhan negara seperti pernah diramalkan oleh Musa. Masalah-masalah lain yang tidak bisa digunakan untuk mendukung syariat, biasanya si penutur akan mengabaikannya sama sekali atau mengalihkan pembaca kepada para penutur lain. Jadi, semua kitab ini mempunyai satu tujuan, yaitu mengajarkan syariat yang didiktekan oleh Musa, kemudian mendukung kebenarannya dengan menuturkan banyak peristiwa.
Catatan :
17). Keluaran 24:7: Diambilnyalah kitab perjanjian itu, lalu dibacakannya dengan didengar oleh bangsa itu dan mereka berkata. "Segala firman TUHAN akan kami lakukan dan akan dengarkan."
18). Ulangan 1:3: Pada tanggal satu bulan sebelas tahun keempat puluh berbicaralah Musa kepada orang Israel sesuai dengan segala yang diperintahkan TUHAN kepadanya demi mereka
19). Ulangan 1:5: Di seberang sungai Yodan, di tanah Moab, mulailah Musa menguraikan hukum Taurat ini, katanya:
20). Ulangan 29:14: Bukan hanya dengan kamu saja aku mengikat perjanjian dan .sumpah janji ini
21). Ulangan 31:9: Setelah hukum Taurat itu dituliskan Musa, maka diberikannyalah kepada imam-imam bani Lewi, yang mengangkut tabut perjanjian TUHAN, dan kepada segala tua-tua Israel.
22). Yosua 24:25-26: Pada hari itu juga Yosua mengikat perjanjian dengan bangsa itu dan membuat ketetapan dan peraturan bagi mereka di Sikhem. Yosua menuliskan semuanya itu dalam kitab hukum Allah...
23). Ulangan 31:19: Oleh sebab itu tuliskanlah nyanyian ini dan ajarkanlah kepada orang Israel, letakkanlah di dalam mulut mereka, supaya nyanyian ini rnenjadi saksi bagi-Ku terhadap orang Israel.
24). Ulangan 2y:14-15: Bukan hanya dengan kamu saja aku mengikat perjanjian dan sumpah janji ini, tetapi dengan setiap orang yang ada di sini pada hari ini bersama-sama dengan kita, yang berdiri di hadapan TUHAN, Allah kita, dan juga dengan setiap orang yang tidak ada di sini pada hari ini bersama-sama dengan kita.
25). Yosua 6:27 Dan TUHAN menyertai Yosua dan terdengarlah kabar tentang dia di seluruh negeri itu.
26). Yosua 8:35 Tidak ada sepatah katapun dari segala apa yang diperintahkan Musa yang tidak dibacakan oleh Yosua kepada seluruh jemaah Israel dan kepada perempuan-perempuan dan anak¬anak dan kepada pendatang yang ikut serta.
Yosua 9:15: Maka Yosua mengadakan persahabatan dengan mereka dan mengikat perjanjian dengan mereka, bahwa ia akan membiarkan mereka hidup; dan para pemimpin umat itu bersumpah kepada mereka.
27). Hakim hakim 1:28-30: Setelah orang Israel menjadi kuat, mereka membuat orang Kanaan itu menjadi orang rodi dan tidak menghalau mereka sama sekali. Suku Efrain pun tidak menghalau orang Kanaan yang diam di Gezer, sehingga orang Kanaan itu tetap diam di tengah-tengah mereka di Gezer. Suku Zebulon tidak menghalau penduduk Kitron dan penduduk Nahalol, sehinga orang Kanaan itu tetap diam di tengah-tengah mereka, walaupun sebagai orang rodi.
28). Yosua 15:63: Tetapi orang Yebus, penduduk kot Yerusalem, tidak dapat dihalau oleh bani Yehuda. Jadi orang Yebus itu masih tetup diarn bersama-sarrut dengan bani Yehuda di Yerusalem sampai sekarang.
29). Kaleb adalah pendiri sebuah marga di kitab Kejadia (Yosua 14:6) yang bergabung ke dalam suku Yehuda (I Tawarekh 2:9,18). Konon dia adalah salah satu dari dua belas orang yang diutus Musa ke Kadesh untuk mencari jalan dari selatan (Bilangan 13:6). Bersama Yosua, dia mendukung untuk memasuki Kanaan dari selatan meski banyak rintangan (Bilangan 12:20).
30). Yosua 15:14, 15: Dan Kaleb menghulau dari sana ketiga orang Enak, yakni Sesai, Ahiman dan Talmai, anak-anak Enak. Dria sana ia maju menyerang penduduk Debir. Nama Debir itu dahulu. ialah Kiryat-Sefer.
31). Yosua 22:10-13: Ketika mereka sampai ke Gelilot pada sungai Yordan, yang di tanah Kanaan, maka bani Ruben, bani Gad. dan suku Manasye yang setengah itu mendirikan mezbah di sana ditepi sungai Yordan, mezbah yang besar bangunannya. Lalu terdengarlah oleh orang Israel itu cakap orang. "Telah didirikan mezbah oleh bani Ruben, bani Gad dan suku Manasye yang setengah itu, mezbah menghadap ke tanah Kanaan, di Gelilot pada sungai Yordan, di sebelah wilayah orang Israel. " Ketika hal itu terdengar oleh orang Israel, berkumpulah segenap umat Israel di Silo, untuk maju memerangi mereka. Kemudian orang Israel mengutus kepada bani Ruben, kepada bani Gad dan kepada suku Manasye yang setengah itu, ke tanah Gilead, imam Pinehas bin Eleazar,... Demikian seterusnya...
32). Yosua 10:13: Maka berhentilah matahari dan bulanpun tidak bergerak, sampai bangsa itu membalaskan dendamnya kepada musuhnya. Bukanlah hal itu telah tertulis dalam Kitab Orang Jujur?...
33). Hakim-Hakim 21:25: Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri
34). I Raja-Raja 11:41: Selebihnya dari riwayat Salomo.: dan segala yang dilakukannya dan hikmatnya, bukankah semuanya itu tertulis dalam kitab riwayat Salomo?
35). I Raja-Raja 14:29: Selebihnya dari riwayat Rehabeam dan segala yang dilakukannya, bukankah semuanya itu tertulis dalam kitab sejarah raja-raja Yehuda?
36). Raja-Raja 14:19: Selebihnya dari riwayat Yerobeam, bagaimana ia berperang dan bagaimana ia memerintah, sesunggunya semuanya itu tertulis dalam kitab sejarah raja-raja Israel.
37). Menurut Spinoza satu oranglah, yaitu Ezra (atau Esdras) yang menulis kitab yang enam (Pentatik ditambah dengan kitab Yosua, biasa disebut dengan Heksatik), juga kitab Samuel dan kitab Raja-Raja.
Hanya saja, penutur ini mengambil dari banyak sumber dan tidak sempat menyelaraskannya. Oleh karena itu terlihat kacau dan saling bertentangan.
38). Ulangan 7:1: "Apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau ke dalam negeri, ke mana engkau masuk untuk mendudukinya, dan Ia telah menghalau banyak bangsa dari depanmu, ...
39). Ulangan 31:16: TUHAN berfirman kepada Musa: "Ketahuilah, engkau akan mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu dan bangsa ini akan bangkit dan berzinah dengan mengikuti allah asing yang ada di negeri, ke mana mereka akan masuk; mereka akan meninggalkan Aku dan mengingkari perjanjian-Ku yang Kuikat dengan rnereka.
40). Ulangan 31:17: Pada waktu itu murka-Ku akan bernyala¬nyala terhadap mereka, Aku akan meninggalkan mereka dan menyembunyikan wajah-Ku terhadap mereka, sehingga rnereka termakan habis dan banyak kali ditimpa malaperaka serta kesusahan. Maka pada waktu itu mereka akan berkata: Bukankah malapetaka itu menimpa kita, oleh sebab Allah kita tidak ada di tengah-tengah kita?
41). Ulangan 17:14: Apabila engkau telah masuk ke negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan telah mendudukinya dan diam di sana, kemudian engkau berkata: Aku mau mengangkat raja atasku, seperti segala bangsa yang di sekelilingku,
42). Ulangan 28:33 Suatu bangsa yang tidak kau kenal akan memakan hasil bumimu dan segala hasil jerih payahmu; engkau akan selalu ditindas dan diinjak.
Ulangan 28:68: TUHAN akan membawa engkau kembali ke Mesir dengan kapal, melalui jalan yang telah Kukatakan kepadamu: Engkau tidak akan melihatnya lagi, dan di sana kamu akan menawarkan diri kepada musuhmu sebagai budak lelaki dan budak perempuan, tetapi tidak ada pembeli.

Selanjutnya, jika kita memperhatikan tiga ciri ini berikut ini, yaitu: kesatuan tujuan dalam semua kitab, cara mempertalikan satu sama lain dan waktu penulisannya yang berabad-abad setelah peristiwa-peristiwa yang dituturkan, kita bisa menarik kesimpulan -seperti telah kita sebutkan tadi- bahwa satu penutur sajalah yang menulisnya. Adapun siapa penutur itu, kami tidak bisa menentukannya secara pasti. Meski begitu, kami menduga bahwa dia itu adalah Ezra. 43) Dugaan kami ini berdasar pada alasan-alasan yang cukup masuk akal. Hal itu, karena si penutur memaparkan seluruh kisahnya (tadi sudah kita jelaskan bahwa seluruh kitab yang kita bahas hingga kini adalah satu kisah) hinggga pembebasan Yoyakhin44) kemudian menambahkan bahwa setelah itu, dia terus duduk di meja makan raja selama hidupnya. 45) Dengan demikian, dia tidak mungkin hidup sebelum Ezra. Sementara itu, kitab suci tidak menyebutka seseorang yang berjaya pada masa itu kecuali Ezra (Ezra 7:10).46) Dengan tekun dan penuh semangat dia mempelajari hukum Allah lalu menyampaikannya. Dia juga seorang penulis yang betul-betul menguasai syariat Musa. Dari sini kita tidak mendapatkan seseorang yang bisa diduga telah menulis kitab-kitab itu kecuali Ezra. Dari sisi lain, kitab Ezra memberikan kesaksian bahwa Ezra tidak hanya tekun dan semangat dalam mempelajari syariat Allah saja, tetapi juga tekun menyampaikannya.47) Kemudian, Nehemia (8:8) juga menyebutkan: "Mereka membaca bagian-bagian dari kitab Taurat Allah dengan jelas, dengan diberi keterangan¬ keterangan, sehingga mereka mengerti bacaan itu." Perlu diingat bahwa kitab Ulangan tidak hanya memuat Taurat Allah saja, meskipun Taurat menempati bagian terbesar dari kitab itu. Sebaliknya juga memuat banyak penjelasan yang disisipkan ke dalamnya. Oleh karena itu, kami menduga bahwa kitab Ulangan inilah Taurat Allah yang ditulis oleh Ezra kemudian dia tambahi dengan pemaparan dan penjelasan yang dibaca oleh orang-orang yang diceritakan oleh Nehemia itu. Demikianlah, kita telah menjelaskan dengan dua contoh bahwa di sana ada banyak penjelasan yang dimasukkan di sela-sela kitab Ulangan. Bisa disebutkan contoh lain, misalnya seperti yang tersebut dalam fasal 2 ayat 12: "Dan dahulu di Seir diam orang Hori, tetapi bani Esau telah menduduki daerah mereka, memunahkan mereka dari hadapannya, lalu menetap di sana menggantikan mereka, seperti yang dilakukan orang Israel dengan negeri miliknya yang diberikan TUHAN kepada mereka." Ayat ini adalah penjelasan dari ayat 3 dan 4 dalam fasal yang sama.48) Seperti kita lihat, ayat itu menjelaskan bahwa bani Esau itu bukan orang pertama yang menduduki gunung Seir yang kemudian menjadi milik mereka. Sebaliknya, daerah itu mereka rebut dari penduduknya yang pertama, yaitu orang Hori. Mereka mengusir dan menghancurkan orang Hori seperti orang Israel yang mengusir dan menghancurkan orang Kanaan setelah Musa wafat. Demikian juga dengan ayat 6, 7, 8 dan 9 dari fasal 1049) yang telah disisipkan ke dalam kitab Taurat Musa. Demikianlah, setiap orang harus mengetahui bahwa ayat 8 yang dimulai dengan ungkapan: "Pada waktu itu TUHAN menunjuk suku Lewi" itu kaitannya adalah dengan ayat 5,50) bukan dengan kematian Harun. Alasan satu-satunya yang membuat Ezra menceritakan kematian ini adalah kata-kata Musa dalam kisah sapi emas yang disembah oleh bani Israel (lihat 9:20)51) bahwa dirinya berdoa kepada Allah untuk Harun. Setelah itu, Ezra menjelaskan bahwa Allah memilih suku Lewi untuk mengangkut tabut perjanjian Tuhan pada waktu Musa berbicara tentang hal ini, agar jelas sebab pemilihan itu dan kenapa mereka tidak mendapatkan bagian harta warisan. Dengan berakhirnya ayat ini, Ezra kembali kepada topik utama dengan menuturkan kata-kata Musa lagi.
Selain tambahan-tambahan ini, masih ada mukadimah kitab dan semua teks yang menceritakan Musa dengan menggunakan kata ganti orang ketiga. Ini semua belum termasuk sejumlah besar tambahan dan perubahan dalam teks yang tidak bisa kita ketahui. Tapi yang jelas, semua tambahan itu dilakukan untuk memudahkan orang ¬orang yang hidup pada zaman itu dalam memahami masalah.
Menurut hemat kami, jika kita mempunyai kitab Musa, kita akan mendapatkan perbedaan besar, baik dalam menuturkan perintah-perintah maupun dalam urutan dan pembuktiannya. Kenyataannya, ketika kami membandingkan sepuluh firman yang ada dalam Ulangan dan sepuluh firman yang ada dalam Keluaran52) di mana kisahnya dituturkan secara terus terang, kami mendapatkan banyak perbedaan dari segala sisi. Perintah keempat misalnya disusun dalam struktur kalimat yang sangat berbeda. Bukan ini saja, tetapi redaksinya pun juga jauh lebih panjang. Sebab yang ada di sini juga berbeda sama sekali dengan sebab yang tersebut dalam kitab Keluaran. Oleh karena itu, kami menyangka, seperti telah kami katakan sebelum ini, Ezralah yang melakukan semua perubahan di sana-sini karena ingin menerangkan Taurat Allah kepada orang-orang yang hidup sezaman dengannya. Dengan demikian, kitab ini adalah kitab Taurat Allah seperti dijelaskan dan disampaikan oleh Ezra. Kami bahkan menduga bahwa kitab inilah yang mula-mula dia tulis. Dugaan ini berlandaskan pada prinsip bahwa kitab ini memuat undang-undang yang dibutuhkan oleh bangsa Israe1 dan tidak berkaitan dengan kitab sebelumnya sebagaimana yang terjadi pada kitab-kitab lain. Sebaliknya langsung dibuka dengan menyebutkan: Inilah perkataan perkataan yang diucapkan Musa....
Setelah menyelesaikan kitab ini dan mengajar syariat kepada bangsa Israel, kami kira dia baru mulai menuturkan sejarah umat Ibrani sejak penciptaan alam semesta hingga penghancuran besar terhadap kota Yerusalem. Selanjutnya, kitab Ulangan tersebut dimasukkan ke dalam sejarah itu pada tempatnya.
Bisa jadi juga bahwa alasan penamaan kitab lima dengan kitab Musa karena secara garis besar membahas kehidupannya. Jadi dinamai dengan nama tokoh utama Karena alasan ini juga, kitab keenam dinamai Yosua, kita ketujuh dinamai Hakim-Hakim, kedelapan dinamai Rut kesembilan dan barangkali juga kesepuluh dinamai Samuel kesebelas dan keduabelas dinamai Raja-Raja.
Selanjutnya, masalah: "Ezrakah yang tera menulis kitab ini dan menyempurnakannya sesuai dengan keinginannya?" akan kami tangguhkan sampai bab berikutnya.
Catatan :
43). Kahin dari keluarga Saduki. Keturunan Harun. Pemimpin bangsa Israel yang kembali dari Babel. Pemah menjadi pegawai pemerintah Pesia. Diberi tugas untuk mengurusi orang Yahudi (Ezra 7:12). Penulis yang sangat teliti dan kuat iman. Pernah menulis catatan tentang sejarah Yahudi yang dituturkan kembali oleh pcnulis kitab Tawarikh setelah dilakukan beberapa perubahan. Ezra menulis catatan itu untuk mengembalikan iman ke dalam diri saudara sebangsanya.
Pada tahun 398 setelah meminta izin dari raja Persia pergi ke Yerusalem bersama ribuan orang. Oleh raja dia diberi wewenang penuh untuk menerapkan syariat Musa sebagai undang-undang negara (Ezra 7:25, 26). Setelah itu wilayah Yehuda pun bersatu. Di Yerusalem dia menetapkan dua undang-undang: Pertama. membaca syariat (Nehemia 8:1-12). Kedua, melarang kawin campur (Ezra fasal 9).
44). Raja-Raja 25:27 Kemudian dalam tahun ketiga puluh tujuh sesudah Yoyakhin, raja Yehuda dibuang, dalam bulan yang kedubelas, pada tanggal dua puluh tujuh bulan itu, maka Ewil-Merodakh, raja Babel, dalam tahun ia menjadi raja, menunjukkan belas kasihannya kepada Yoyakhin, raja Yehuda, dengan rnelepaskanya dari penjara.
45). "... ia boleh mengganti pakaian penjaranya dan boleh selalu makan roti di hadapan raja selama hidupnya. Dan tentang belanjanya, raja selalu memberikannya kepadanya, sekadar yang perlu tiap-tiap hari, selama hidupnya. (II Raja-Raja 15: 29, 30).
46). Ezra 7:10: Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan antara orang Israel.
47). Ezra 7:6: Ezra ini berangkat pulang dari Babel. la adalah seorang ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa yang dberikan TUHAN, Allah Israel. Dan raja memberi dia segala yang diingininya, oleh karena tangan TUHAN, Allahnya, melindungi dia.
48). Ulangan 2:3,4: Telah cukup lamanya kamu berjalan keliling pegunungan ini, beloklah sekarang ke utara. Perintahkanlah kepada bangsa itu, demikian: Sebentar lagi kamu akan berjalan melalui daerah saudara-saudaramu, bani Esau, yang diam di Seir, mereka akan takut kepadamu. Tetapi hati-hatilah sekali.
49). Ulangan 10:6-9: Maka orang Israel berangkat dari Beerot Bene-Yaakan ke Mosera: di sanalah Harun mati dan dikuburkan: lalu Eleazur, anaknya, menjadi imam menggantikan dia. Dari sana mereka berangkat ke Gudgod, dan dari Gudgod ke Yotbata, suatu daerah yang banyak sungainya. Pada waktu itu TUHAN menunjuk suku Lewi untuk mengangkut tabut perjanjian TUHAN, untuk bertugas melayani TUHAN dan untuk memberi berkat demi nama-Nya, sampai sekarang. Sebab itu suku Lewi tiduk mempunyai bagian milik pusaka bersama¬-sama dengan saudara-saudaranya; Tuhanlah milik pusakanya, seperti yang difirmankan kepadanya oleh TUHAN, Allahmu.
50). Ulangan 10:5 Lalu aku turun kembali dari atas gunung, dan aku meletakkan loh-loh itu ke dalam tabut yang telah kubuat: dan di situlah tempatnya, seperti yang diperintahkan TUHAN kepadaku.
51). Ulangan 9:20 Juga kepada Harun TUHAN begitu murka, hingga Ia mau membinasakannya; maka pada waktu itu aku berdoa untuk Harun juga.
52). Ada dua redaksi dari sepuluh firman ini. Yang satu pendek, tersebut dalam kitab Kejadian (20:1-17) dan yang lain panjang, tersebut dalam kitab Ulangan (5:6-21). Kemungkinan besar perpanjangan itu disebabkan oleh penjelasan-penjelasan yang disisipkan kemudian. Adapun naskah aslinya mendekati redaksi berikut ini:
Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku
Jangan membuat patung!
Jangan bersumpah atas nama Tuhanmu dengan batil!
Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat!
Hormati ayah dan ibumu!
Jangan membunuh!
Jangan berzinah!
Jangan mencuri!
Jangan memberikan saksi dusta!
Jangan mengingini isteri, hamba laki-laki, hamba perempuan lembu atau keledai kerabatmu!
Adapun sepuluh iirman yang tersebut dalam kitab Keluara dan Ulangan adalah seperti berikut:

Keluaran 20:3-17 Ulangan 5:7-21
20:3 Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku
5:7 Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku

20:4 Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.
5:8 Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.

20:5 Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,
5:9 Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,

20:6 tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.
5:10 tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu¬ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.

20:7 Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama¬Nya dengan sembarangan.
5:11 Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama¬Nya dengan sembarangan.

20:8 Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat:
.
.
5:12 Tetaplah ingat dan kuduskanlah hari Sabat, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN. Allahmu.

20:9 enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,
5:13 Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,

20:10 tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu: maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.
.
.
.
5:14 tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu: maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau lembumu, atau keledaimu, atau hewanmu yang manapun, atau orang asing yang di tempat kediamanmu, supaya hambamu laki-laki dan hamhamu perempuan berhenti seperti engkau juga.

20:11 Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.
.
.
5:15 Sebab haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung: itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat.

20:12. Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.
.
.
5:16 Hormaatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.

20:13 Jangan membunuh.
5:17 Jangan membunuh.

20:14 Jangan berzinah.
5:18 Jangan berzinah.

20:15 Jangan mencuri.
5:19 Jangan mencuri.

20:16 Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.
5:20 Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.

20:17 Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.
.
5:21 Jangan mengingini isteri sesamamu, dan jangan menghasratkan rumahnya, atau ladangnya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya, atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.




BAB III:
Kodivikasi Vs Penulisan


Telaah lain mengenai kitab-kitab yang sama, apakah Ezra adalah orang terakhir yang merumuskannya? Apakah catatan-catatan yang ada di pinggir manuskrip-manuskrip Ibrani adalah aneka ragam bacaan?


Tampak jelas dari teks-teks yang sama dengan yang kita nukil dalam fasal lalu untuk mendukung pandangan kita, bahwa pencarian penulis asli yang akan kita lakukan dalam fasal ini sangat diperlukan dalam memahami teks-teks itu. Tanpa pencarian ini, teks-teks tersebut tampak tak jelas. Sebetulnya masih banyak tema lain dari Alkitab yang layak diperhatikan, namun menyebarnya mitologi telah menghalangi masyarakat umum untuk memperhatikannya.
Adapun tema pokok dalam fasal ini adalah bahwa Ezra (yang kami anggap sebagai penulis asli, selama tidak ada orang yang menemukan penulis lain dengan dalil yang lebih kuat) ternyata bukan perumus terakhir dari riwayat-riwayat yang terkandung dalam kitab-kitab itu. Yang dia lakukan hanya mengumpulkan riwayat-riwayat yang ada pada penulis-penulis lain. Kadang-kadang hanya menyalin dan mentransmisikan kepada generasi selanjutnya seperti apa adanya, tanpa diperiksa ulang atau ditertibkan lebih dulu. Selanjutnya kami tidak bisa menduga sebab apa saja yang menghalangi dirinya untuk menyempurnakan pekerjaannya ini dengan seluruh perhatiannya (jika bukan mati muda). Tetapi, meski karangan-karangan para penutur terdahulu telah hilang, potongan-potongan yang tersisa hingga kini membuktikan hal itu dengan sangat jelas.
Misalnya kisah Hizkia yang dimulai dari ayat 17 fasal 18 dari kitab II Raja-Raja merupakan salinan dari kisah Yesaya yang dinukil dalam kitab raja-raja Yehuda. Dalam kitab Yesaya yang terkandung dalam kitab Raja¬raja Yehuda itu (lihat II Tawarikh, fasal 32 satu ayat sebelum akhir)1) kisah ini bisa kita baca secara lengkap dengan redaksi yang ada di dalam kitab Raja-Raja, kecuali beberapa pengecualian yang sangat jarang.2) Tetapi, meskipun jarang, pengecualian-pengecualian itu telah menunjukkan adanya beberapa versi bacaan kisah Yesaya yang digabungkan satu sama lain. Kecuali, jika kita lebih memilih untuk bermimpi tentang adanya rahasia-rahasia dalam masalah ini. Dari sisi lain, fasal terakhir dari kitab I Raja-Raja ini juga tersebut dalam fasal terakhir dari kitab Yeremia.3)
Kita juga mendapatkan fasal 7 dari kitab II Samuel disebutkan lagi dalam kitab I Tawarikh (fasal 17).4) Meski begitu, banyak terdapat perbedaan redaksi dalam beberapa paragrapnya. Hal itu membangkitkan rasa heran5) dan
akhirnya memaksa kita untuk meyakini bahwa dua fasal itu dinukil dari dua versi yang berbeda dari kisah Natant.6)
Terakhir, kita mendapatkan silsilah keturunan rajaraja Edom seperti tersebut dalam kitab Kejadian, fasal 367) mulai dari ayat 31 disebut lagi dengan redaksi yang sama dalam kitab I Tawarikh (fasal 1) ,8) meskipun dapat dipastikan bahwa penulis kitab ini menukil dari para penutur lain, bukan dari sandangkan kepada Ezra.
Selanjutnya, tidak diragukan lagi, jika kita masih mempunyai tulisan-tulisan para penutur itu, kita akar memecahkan masalah itu dengan mudah. Tetapi, karena tulisan-tulisan itu telah hilang, kita hanya bisa meneliti riwayat-riwayat itu sendiri dari sisi susunannya rangkaiannya, pengulangannya dengan beberapa perubahan dan perbedaannya dalam menentukan tahun. Jika hal ini telah selesai kita lakukan akan sangat mudah bagi kita untuk menilai masalah-masalah lain.
Dengan demikian, marilah kita memeriksa riwayat riwayat itu, atau paling tidak riwayat-riwayat yang utama. Mari memulainya dari kisah Yehuda dan Tamar9) yang dibuka oleh penutur dalam kitab Kejadian (fasal 38) demikian: Pada waktu itu Yehuda meninggalkan saudara saudaranya. Terlihat dengan jelas bahwa waktu yang tersebut di sini berhubungan dengan waktu lain yang dia
sebutkan sebelum itu. Bukan waktu yang dibicarakan oleh kitab Kejadian tepat sebelum itu. Sebetulnya, waktu yang membentang dari kedatangan Yusuf di Mesir untuk yang pertama kalinya hingga kepergian Yakub bersama segenap keluarganya ke sana tidak lebih dari dua puluh dua tahun. Yusuf berumur tujuh belas tahun, saat dijual oleh saudara¬saudaranya dan tiga puluh tahun saat dikeluarkan Firaun dari penjara. Jika kita tambahkan kepada tiga belas tahun ini, tujuh tahun kemakmuran dan dua tahun paceklik jumlahnya menjadi dua puluh dua tahun. Meski begitu, seseorang tidak akan bisa membayangkan semua kejadian dalam waktu yang sangat singkat itu. Yang kami maksudkan adalah Yehuda menjadi ayah dari tiga anak dari satu-satunya perempuan yang dia kawini, perkawinan anak sulungnya dengan Tamar setelah mencapai usia kawin, perkawinan Tamar dengan anak keduanya setelah anak pertamanya meninggal dan setelah kematian anaknya yang kedua ini, yakni setelah dua perkawinan dan dua kematian ini, Yehuda menggauli bekas isteri dua anaknya tanpa dia ketahui dan melahirkan dua anak kembar yang salah satunya juga sudah menjadi bapak dalam waktu yang sangat singkat itu. Karena merupakan sesuatu mustahil jika semua kejadian itu terjadi dalam waktu sangat singkat yang tersebut dalam kitab Kejadian harus dikembalikan ke waktu lain yang sebelumnya telah dibicarakan oleh kitab lain. Dari situ, kisah ini pasti dinukil oleh Ezra lalu dimasukkan ke dalam teks begitu saja tanpa diperiksa kembali.
Bahkan tidak hanya dalam fasal ini saja. Sebaliknya berlaku bagi semua kisah Yusuf dan Yakub. Karena sebab ini harus diakui bahwa kisah-kisah itu disimpulkan dan dinukil dari beberapa orang penutur dengan bukti adanya perbedaan-perbedaan antarbanyak bagiannya. Misalnya dalam kitab Keluaran, dituturkan bahwa Yakub saat dibawa Yusuf menghadap Firaun untuk yang pertama kali, usianya sudah seratus tiga puluh tahun.10) Jika kita kurangi dua puluh tahun kesediahannya atas hilangnya Yusuf, tujuh belas tahun umur Yusuf saat dijual oleh saudara-saudaranya dan tujuh tahun Yakub melayani Rahel,11) kita akan mendapatkan bahwa usianya sudah sangat lanjut (yakni delapan puluh empat tahun) saat mengawini Lea.12) Disisi lain, usia Dina13) baru sekitar tujuh tahun saat diperkosa oleh Syakim, umur Simeon14) dua belas tahun dan umur Lewi15) sekitar sebelas tahun ketika mereka menghancurkan kota yang disebutkan dalam Kejadian dan membunuh semua penduduknya dengan pedang.16)) Selanjutnya, kita tidak perlu membahas seluruh isi Pentateukh, anakhronisme (kekacauan penempatan waktu) dan pengulangan yang terus-menerus dari kisah-kisah yang sama disertai perubahan yang terkadang sangat serius, untuk bisa menerima bahwa kita sedang berada di depan kumpulan teks yang bertumpuk-tumpuk yang jika diperiksa dan ditertibkan akan mudah dibaca. Hal ini tidak hanya berlaku pada Pentateukh saja, tetapi juga berlaku pada seluruh riwayat yang terkandung dalam tujuh kitab yang lain hingga penghancuran kota Yerusalem. Semua itu adalah riwayat-riwayat yang dikumpulkan dengan cara yang sama. Siapa di antara kita yang tidak merasakan bahwa ketika membaca fasal 2 dari kitab Hakim-Hakim mulai dari ayat 6, sudah berada di depan penutur baru? Yaitu penutur yang sebelumnya sudah menuliskan sejarah lama Yosua. Kata-katanya dinukil seperti apa adanya. Coba perhatikan, setelah menceritakan kematian dan penguburan Yosua pada fasal terakhir dari kitabnya,17) si penutur pertama berjanji di awal kitab I Hakim-Hakim akan menceritakan kejadian-kejadian setelah kematian Yosua.18) Dengan demikian jika penutur ini ingin meneruskan alur ceritanya, bagaimana mungkin dia menghubungkan janji yang baru saja dia ucapkan ini dengan kisah yang dimulai dengan kehidupan Yosua sendiri?19)
Fasal 17, 18 dan seterusnya dari kitab Samuel juga dinukil dari penutur yang berbeda dari penutur fasal-fasal sebelumnya. Penutur baru ini mengemukakan tafsiran yang berbeda dengan tafsiran fasal 16 atas pulang-pergi Daud ke istana Saul untuk yang pertama kali. Menurutnya Saul tidak memanggil Daud karena saran para menterinya (sebagaimana tersebut dalam fasal 16). Sebaliknya, Daud dikirim sendiri oleh ayahnya ke kemah, tempat saudara-saudaranya, dan secara kebetulan Saul melihatnya bisa mengalahkan orang Filistin Goliat. Sejak itu, Daud pun berada di istana Saul.20)
Catatan :
1). II Tawarikh: 32:32: Selebihnya dari riwayat Hizkia dan perbuatan-perbuatannya yang setia, sesungguhnya semuanya itu tertulis dalam penglihatan nabi Yesaya bin Amos, dalam kitab raja-raja Yehuda dan Israel.
Kisah Hizkia adalah kisah menceritakan Hizkia raja Yehuda dan raja Asyur, ketika yang terakhir ini mengerahkan tentara untuk menguasai Yerusalem. Setelah Yesaya meminta petunjuk Tuhan. Hizkia memutuskan untuk tidak menyerah, maka pada malam itu keluarlah Malaikat TUHAN, lalu dibunuh-Nyalah seratus delapan puluh lima ribu orang di dalam perkemahan Asyur. Keesokan harinya pagi-pagi tampaklah, semuanya bangkai orang-orang mati belaka! (II Raja-Raja 18:17-37, 19:1-35). Yaitu kisah yang sama dengan yang tersebut dalam kitab Yesaya (36, 37)
2). Misalnya, kita membaca di kitab II Raja-Raja (18:20): Engkau telah mengatakan tetapi hanya ucapan dua bibir. Sementara dalam kitab Yesaya (36:5) kita membaca: Engkau telah mengatakan bahwa siasat dan kekuatanmu untuk berperang itu hanya ucapan dua bibir. Contoh lain, kita membaca dalam ayat 22: Dan apabila kamu sekalian berkata kepadaku dengan bentuk jamak, sementara dalam Yesaya dalam bentuk tunggal. Dalam kitab Yesaya tidak terdapat kata¬kata yang tersebut dalam ayat 32 dari fasal yang sama: negeri yang beroti dan berkebun anggur, suatu negeri yang berpohon zaitun, berminyak dan bermadu; dengan demikian hiduplah dan jangan mati! Jadi ada berbagai macam redaksi yang tidak bisa dipilih orang. (Sp)
3). Fasal terakhir (dua puluh lima) dari kitab Il Raja-Raja menceritakan pendudukan Nebukadnezar, raja Babel atas Yerusalem, sama dengan yang terdapat dalam fasal terakhir (lima puluh dua) dari kitab Yeremia.
4). Fasal tujuh dari kitab II Samuel menceritakan sesak hati Daud terhadap rumah lamanya dan memanggil Natan agar meminta petunjuk Tuhan untuk membangun rumah baru. Berarti dengan kisah yang tersebut dalam fasal tujuh belas dari kitab I Tawarikh.
5). Misalnya kita membaca dalam kitab ll Samuel (7:6): Aku tidak pernah diam dalam rurnah... tetapi aku selalu mengemhara dalam kemah dan kediaman. Sementara itu dalam kitab I Tawarikh (17:5) kita membaca: tetapi Aku mengembara dari kemah ke kemah, dan dari naungan ke naungan. Ada beberapa kata yang diganti.
Contoh lain, dalam ayat 10 dari fasal yang sama dari kitab II Samuel. kita membaca: dan menanamkannya sementara dalam kitab I Tawarikh (17:9), kita membaca: dan memecahkannya. Selain itu masih banyak lagi perbedaan lain yang lebih serius yang dapat ditemukan dengan satu kali bacaan oleh orang yang tidak terlalu buta atau bodoh. (Sp)
6). Natan adalah seorang nabi yang hidup sezaman dengan Daud. Antara keduanya terjalin hubungan yang sangat erat. Kitab Samuel memberikan tiga gambaran mengenai Natan dan Daud ini. Pertama, konsultasi Daud kepadanya mengenai pembanguan rumah Tuhan (II Samuel 7:1-17). Kedua, keluhan Natan tentang Uria dan Batsyeba (Daud membunuh Uria dan mengawini istrinya. Dari hubungan ini Batsyeba melahirkan anaknya Salomo). Ketiga, dukungannya atas pengangkatan Salomo sebagai penggantinya.
7). Ayat ini hanya mcnunjukkan waktu dijualnya Yusuf. Itu pun tidak bisa diketahui dari konteksnya saja tetapi juga dari umur Yehuda yang pada waktu itu maksimal mencapai dua puluh dua tahun. jika tahun-tahun dalam kisah fasal lalu itu bisa dihitung. Dan ternyata memang demikian, dalam fasal 29 ayat terakhir dari kitab Kejadian, Yehuda lahir pada tahun 10 sejak Yakub mulai mengabdikan diri kepada Laban. sedang Yusuf lahir pada tahun 14. Karena saat dijual, Yusuf berumur 17 tahun, dengan demikian umur Yehuda pada waktu itu tidak lebih dari dua puluh satu tahun. (Sp)
8). Kitab Kejadian 36:31-39 menceritakan nama-nama raja-raja Edom, yaitu: Bela, Yobab, Husyam, Hadad, Samla, Saul, Hanan dan Hadar. Setelah menyebutkan nama menyebutkan kotanya tempat memerintah. Teks ini juga bisa kita temukan di dalam kitab I Tawarikh (1:43-50).
9). Kisah Yehuda dan Tamar disebutkan dalam fasal 38 . kitab Kejadian. Tamar adalah isteri anak Yehuda, menurut beberapa Yahudi yang membicarakan asal-muasal suku Yehuda, Tamar adalah isteri Er. Setelah suaminya meninggal, dia dikawini oleh Onan (menurut undang-undang seorang saudara harus mengawini isteri saudaranya yang sudah meninggal). Namun Onan tidak mau melahirkan darinya. Akhirnya dia juga mati. Anak ketiga Yehuda yang seharusnya mengawini Tamar tidak mau mengawininya karena takut dimatikan oleh Tuhan. Untuk itu Tamar dikembalikan ke ayahnya. Tetapi dia membalas dendam. Setelah isteri Yehuda mati, dia menyamar sebagai pelacur dan pergi ke Yehuda. Yehuda pun menggaulinya. Dari hubungan itu, Tamar melahirkan anak kembar Peres (nenek moyang Daud) dan Zerah.
10), Kejadian 47:8,9: Kemudian bertanyalah Firaun kepada Yakub: "Sudah berapa tahun umurmu?" Jawab Yakub kepada Firaun "Tahun-tahun pengembaraanku sebagai orang asing berjumlaih seratus tiga puluh tahun. Tahun-tahun hidupku itu sedikit saja dan buruk adanya, tidak mencapai umur nenek moyangku, yakni jumlah tahun mereka mengembara sebagai orang asing. "
11). Rahel anak perempuan dan isteri tercinta Yakub (Kejadian 29:6 - 31:35), ibu Yusuf dan Benyamin (Kejadian 20:24, 35:16-1 meninggal setelah melahirkan Benyamin.
12). Lea adalah kakak perempuan Rahel dan isteri pertama Yakub. Ibu dari Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda. Isakhar, Zebulon dan Dina (perempuan) (Kejadian 29, 30).
13). Dina. anak perempuan Yakub dengan Lea. Diperkosa oleh Syakint. Keluarga Yakub membalas dendam dan menumpas habis seluruh anggota keluarga Syakim. (Kejadian 34).
14). Anak Yakub dan Lea, nama salah satu dari dua belas suku (Kejadian 29:33)
15). Anak ketiga Yakub dan Lea (Kejadian 29:32). Berperangai kasar, bersama saudara-saudaranya membalaskan adik perempuannya, Dina dengan sangat keras (Kejadian 34:25-31).
16). Sebagian orang berpendapat bahwa perjalanan Yakub dari Irak ke Betel memakan waktu sekitar delapan sampai sepuluh tahun. Pendapat ini -dengan tidak mengurangi rasa hormatku kepada Ibnu Ezra- sangatlah bodoh. Saat itu Yakub sangat merindukan kedua orang tuanya yang sudah sangat lanjut usia. Bahkan sangat rindu untuk memenuhi nazar yang diucapkan saat lari dari kakaknya (lihat Kejadian 28:10, 31:3, 35:10). Untuk itu dia berjalan secepat-cepatnya. Bahkan Allah telah mengingatkan nazarnya (lihat 31:3, 13). Selain itu, juga berjanji akan membantu dan memulangkannya ke kampung halaman. Kendati begitu, jika ada sebagian orang yang memberikan alasan untuk dugaan ini, kami pasti setuju. Katakanlah, perjalanan Yakub itu memakan waktu antara delapan sampai sepuluh tahun atau kalau kita mau bisa lebih lama lagi. Dia juga menemukan rintangan yang lebih banyak daripada yang menghadang Ulis (Ulysse) meskipun jaraknya lebih pendek. Namun, yang pasti kita tidak bisa memungkiri bahwa kelahiran Benyamin yang terjadi pada tahun terakhir dari perjalanan ini. Yakni, menurut hitungan mereka, pada tahun kelima belas atau keenam belas setelah kelahiran Yusuf. Saat Yakub meninggalkan Laban, umur Yusuf tujuh tahun. Sementara itu sejak Yusuf berumur tujuh belas tahun hingga Yakub tiba di Mesir, tidak akan lebih dari dua puluh dua tahun sebagaimana kita jelaskan dalam fasal ini. Dengan demikian, saat pergi ke Mesir itu, umur Benyamin paling banter dua puluh empat tiga atau dua puluh empat tahun. Jadi masih muda belia. Namun anehnya sudah beranak dan bercucu (bandingkan Kejadian 46:21 dengan Bilangan 26:38-40) dan I Tawarikh 8 dan seterusnya). Bela anak pertama Benyamin mempunyai dua anak Ared dan Naatnan. Yang lebih aneh lagi adalah pemerkosaan terhadap Dina yang baru berusia tujuh tahun. (Sp)
Kejadian 28:10. Maka Yakub berangkat dari Bersyeba dan pergi ke Haran.
Kejadian 31:13 Akulah Allah yang di Betel itu, di mana engkau mengurapi tugu, dan di mana engkau bernazar kepada-Ku; maka sekarang, bersiaplah engkau, pergilah dari negeri ini dan pulanglah ke negeri sanak saudaramu. "
Kejadian 35:1 Allah berfirman kepada Yakub: "Bersiaplah, pergilah ke Betel, tinggallah di situ, dan buatlah di situ mezbah bagi Allah, yang telah menampakkan diri kepadamu, ketika engkau lari dari Esau, kakakmu. "
Kejadian 31:3 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Yakub: "Pulanglah ke negeri nenek moyangmu dan kepada kaummu, dan Aku akan menyertai engkau. "
Kejadian 31:13 Akuluh Allah ... (sudah disebutkan)
Kejadian 46:21 Anak-anak Benyamin ialah Bela, Bekher, Asybel, Gera, Naaman, Ehi, Rosh, Mupim, Hupim dan Ared.
Bilangan 26:38-40 Bani Benyamin. menurut kaum mereka, ialah: dari Bela kaum orang Bela: dari Asybel kaum orang Asybel: dari Ahiram kaum orang Ahirum; 26:39 dari Sefufam kaum orang Sefufam dan dari Hufam kaum orang Hufam. Dan unak-anak Bela ialah Ared dan Naaman: dari Ared kaum orang Ared dan dari Naaman kaum orang Naaman.
I Tawarikh 8:1-5 Benyamin memperanakkan Bela, anak sulungnya, Asybel, anak yang kedua, Ahrah, anak yang ketiga, Noha, anak yang keempat dan Rafa, anak yang kelima. Anak-anak Bela ialah Adar, Gera, Abihud, Abisua, Naaman, Ahoah, Gera, Sefufam dan Huram. (Penyebutan ayar-ayat dari penerjernah)
17). Yosua 24:29-33 menceritakan kematian Yasua dan pemakamannya.
18). Hakim-Hakim 1:1. Sesudah Yosua mati, orang Israel...
19). Hakim-Hakim 2:6 Setelah Yosua melepas bangsa itu pergi, maka pergilah orang lsrael itu, masing-masing ke milik pusakanya, untuk memiliki negeri itu. (Jadi seolah Yosua hidup kembali)
20). Fasal 16 dari kitab I Samuel menceritakan panggilan Saul yang ditujukan kepada Daud:
16:17-19: Berkatalah Saul kepada hamba-hambanya itu: "Carilah bagiku seorang yang dapat main kecapi dengan baik, dan bawalah dia kepadaku." Lalu jawab salah seorang hamba itu, katanya: "Sesungguhnya, aku telah melihat salah seorang anak laki-laki lsai, orang Betlehem itu, yang pandai main kecapi. Ia seorang pahlawan yang gagah perkasa, seorang prajurit, yang pandai bicara, elok perawakannya; dan TUHAN menyertai dia. " Kemudian Saul mengirim suruhan kepada Isai dengan pesan: "Suruhlah kepadaku anakmu Daud, yang ada pada kambing domba itu. "
Sedang fasal 17 dan 18 mengemukakan sebab lain:
17:15 Tetapi Daud selalu pergi dan pulang dari pada Saul untuk menggembalakan domba ayahnya di Betlehem.
17:31 Terdengarlah kepada orang perkataan yang diucapkan oleh Daud, lalu diberitahukanlah kepada Saul. Dan Saul menyuruh memanggil dia.
Adapun Goliat berasal dari suku Refaim. Penduduk lama Kanaan yang terkenal berbadan tinggi (Ulangan 3:11). Tewas di tangan Elhanan (II Samuel 21:19). Bisa jadi Elhanan ini adalah Daud sendiri.


Selanjutnya, hal serupa sepertinya terjadi pada fasal 26 dari kitab yang sama. Si penutur tampaknya menceritakan kisah yang terdapat dalam fasal 24, tetapi dari sumber lain.
Meski begitu mari kita tinggalkan dulu masalah ini dan berpindah ke penghitungan tahun. Fasal 6 dari kitab I Raja-Raja menyebutkan bahwa Salomo membangun kuil pada tahun 480 setelah keluarnya bangsa Yahudi dari Mesir.21) Padahal berdasarkan riwayat-riwayat itu juga kita menyimpulkan jumlah tahun yang jauh lebih besar.

Lebih jelasnya mari kita lihat tabel berikut ini:

1. Musa memerintah bangsa di padang pasir 40 tahun
2.
. Yusuf dan beberapa penutur lain menceritakan bahwa masa pemerintahan Yosua yang hidup selama seratus sepuluh tahun tidak labih dari 26 tahun
.
3. Kusyan-Risyataim22) menjajah bangsa Israel
8 tahun
4. Otniel anak Kenas23) mejadi hakim24)
40 tahun
5. Eglon,25) raja Moab memerintah umat Israel
18 tahun
6. Ehud dan Samgar menjadi hakim 30 tahun
7. Yabin,26) raja Kanaan menundukkan umat Israel lagi
20 tahun
8. Bangsa Israel hidup damai 40 tahun
9. Dijajah orang Midian27)
7 tahun
10. Hidup aman dibawah pemerintahan28) Gideon
40 tahun
11. Diperintah oleh Abimelekh29)
3 tahun
12. Tola bin Pua bin Dodo30) menjadi hakim
23 tahun
13. Yair 22 tahun
14. Bangsa Israel dijajah lagi oleh orang Filistin dan bani Amon 32)
18 tahun
15. Yefta33) menjadi hakim
6 tahun
16. Ebzan 34) dari Betlehem
7 tahun
17. Elon 35) orang Zebulon
10 tahun
18. Abdon 36) orang Piraton
8 tahun
19. Bangsa Israel dijajah orang Filistin lagi.37)
40 tahun
20 Simson38) menjabat hakim39)
20 tahun
21 Eli 40)
40 tahun
22 Bangsa Israel dijajah orang Filistin lagi sebelum dibebaskan oleh Samuel41)
20 tahun
23. Daud jadi raja 40 tahun
24. Salomo sebelum membangun kuil 4 tahun

Jadi, jumlah tahun-tahun yang telah berlalu itu sama dengan 580 tahun
Selain itu masih ditambahkan lagi tahun-tahun kejayaan negara Ibrani setelah kematian Yosua hingga dikalahkan oleh Kusyan-Risyataim. Menurut kami, tahun¬tahun itu cukup banyak. Sebenarnya, kami tidak mempercayai bahwa tepat setelah kematian Yosua, semua orang yang pernah melihat mukjizat-mukjizat itu mati dalam seketika atau penerus-penerusnya meninggalkan syariat secara serentak dan terjatuh dari puncak tertinggi keutamaan ke jurang kelemahan dan segala jenis perbuatan jahat. Sebagaimana juga tidak bisa mempercayai bahwa Kusyan-Risyataim muncul hanya untuk menundukkan mereka. Setiap tahap kemerosotan itu memertukan waktu paling tidak satu generasi. Tidak diragukan lagi bahwa waktu-waktu itu telah diringkas oleh Alkitab. Misalnya sejarah panjang yang tersebut dalam fasal 2 ayat 7 dan 9 dari kitab Hakim-Hakim 42) tidak diceritakan sama sekali.
Selanjutnya harus ditambahkan juga tahun-tahun waktu Samuel menjadi hakim yang jumlahnya tidak disebutkan oleh Alkitab. Demikian pula dengan tahun-tahun pemerintahan Saul. Tahun-tahun itu tidak kami sebutkan dalam tabel lalu karena tidak bisa didapatkan informasi yang cukup tentang itu dari kisahnya. Dalam fasal 13 ayat 1 dari kitab I Samuel disebutkan bahwa dia memerintah selama dua tahun. Tetapi ayat ini kurang, ada yang hilang. Dari kisah yang sama itu pun kita bisa menyimpulkan jumlah tahun yang lebih besar. Tidak diragukan, bahwa barangsiapa memiliki pengetahuan awal mengenai bahasa Ibrani akan bisa memastikan bahwa ayat itu kurang. Ayat itu dibuka demikian: Saul berumur tahun saat memerintah, dan memerintah orang Israel selama dua tahun. 43) Sekarang kami bertanya-tanya, "Siapa dari kita yang tidak melihat bahwa ayat itu telah menghapus umur Saul saat naik takhta menjadi raja?" Terlepas dari itu semua, kisah Saul sendiri juga mendorong kita untuk mengakui adanya jumlah tahun yang lebih besar. Menurut perkiraan kami, tidak ada yang meragukan hal itu. Dalam fasal 27 ayat 7 dari kitab yang sama44) kita mendapatkan bahwa Daud berdiam selama setahun empat bulan di tengah-tengah orang Filistin untuk menghindari Saul. Dengan demikian, menurut hitungan itu, kejadian-kejadian lain dalam pemerintahan Saul, seharusnya terjadi pada delapan bulan yang tersisa itu. Siapa yang bisa mempercayai hal ini? Oleh karena itu, Yusuf (sang sejarawan) telah meralat teks ini dalam buku ketiga dari Sejarah Kuno dengan menyebutkan, "Saul memerintah selama delapan belas tahun pada saat Samuel masih hidup dan dua tahun lagi setelah kematiannya." Apa pun yang terjadi, seluruh kisah yang tersebut dalam fasal 13 ini sama sekali tidak sejalan dengan alur cerita dari teks yang sebelumnya. Pada akhir fasal 7, dikisahkan bahwa orang-orang Ibrani berhasil mengalah-telakkan orang¬orang Filistin sehingga membuat mereka tidak berani menyeberangi batas negara Israel selama Samuel masih hidup. Namun alur ini segera berubah pada fasal 13. Di situ, orang Filistin diceritakan telah menyerang orang Ibrani (pada masa Samuel) dan menimpakan penderitaan dan kemelaratan yang sangat dahsyat hingga membuat mereka tidak mempunyai senjata dan peralatan yang dia buat45) Maka dari itu, betul-betul suatu pekerjaan yang

melelahkan jika ada orang yang berusaha untuk memadukan semua kisah yang ada di dalam kitab I Samuel agar tampak seperti ditulis dan disusun oleh satu orang. Tetapi sekarang kami akan kembali ke pembahasan semula dan mengatakan, "Dengan demikian, kita harus menambahkan masa pemerintahan Saul ke dalam tabel hitungan tahun yang telah kita buat tadi." Sebaliknya, kami tidak akan menambahkan tahun-tahun terjadinya kekacauan di kalangan orang Ibrani karena Alkitab sendiri tidak menentukannya secara jelas. Dalam kata lain, kami tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan peristiwa -peristiwa yang tersebut dalam fasal 17 hingga akhir kitab Hakim-Hakim46) itu. Dari semua ini kita menarik kesimpulan dengan amat jelas bahwa kita tidak bisa membuat hitungan waktu yang tepat untuk tahun-tahun itu dengan menggunakan riwayat-riwayat itu juga. Penelaahannya pun tidak akan membuat kita menerima kebenaran salah satu darinya, sebaliknya hanya memberikan beberapa dugaan yang berbeda-beda. Jadi, kita harus menerima bahwa riwayat-riwayat itu adalah kumpulan cerita yang diambil dari banyak penulis yang dikumpulkan sebelum ditertibkan dan diperiksa ulang.
Selain itu tampaknya juga ada kontradiksi serius dalam penentuan tahun antara kitab Sejarah Raja-raja Yehuda dan Sejarah Raja-raja Israel. Kitab Sejarah Raja¬raja Israel menyebutkan bahwa Yoram bin Ahab memulai pemerintahannya pada tahun kedua dari pemerintahan Yoram bin Yosafat (lihat II Raja-Raja 1:17).47) Sementara itu, disebutkan dalam kitab Sejarah Raja-raja Yehuda bahwa Yoram bin Yosafat memulai pemerintahannya pada tahun kelima dari pemerintahan Yoram bin Ahab (lihat 8:16 dari kitab yang sama).48)
Selanjutnya jika kita ingin membandingkan riwayat¬riwayat yang tersebut dalam kitab Tawarikh dengan riwayat-riwayat yang tersebut kitab Raja-Raja akan kita dapatkan kasus-kasus kontradiksi serupa. Kami rasa kita tidak perlu lagi menyebutkan kasus-kasus kontradiksi ini. Sebagaimana juga tidak perlu menyebutkan penjelasan¬ penjelasan para penulis yang berusaha memadukan riwayat riwayat itu, seperti para robi (imam) yang mengigau sepanjang hari atau para ahli tafsir yang bermimpi lalu membuat penjelasan-penjelasan yang merusak bahasa itu sendiri. Misalnya, ketika disebutkan dalam kitab II Tawarikh: "Ahazia berumur empat puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja" ada penafsir yang menyangka bahwa tahun-tahun yang empat puluh dua itu dimulai dari pemerintahan Omri, bukan dari kelahiran Ahazia.49) Jika ada orang yang bisa membuktikan bahwa tafsiran ini memang yang dimaksudkan oleh penulis kitab Tawarikh, kami tidak akan ragu-ragu untuk mengatakan bahwa dia itu tidak tahu bagaimana harus berbicara. Selanjutnya, dengan cara yang sama, para ahli tafsir itu mengarang banyak penjelasan yang memaksa kami untuk mengatakan -jika penjelasan¬penjelasan itu benar- bahwa para pendahulu Ibrani tidak memahami bahasa mereka sama sekali, juga tidak mempunyai gambaran tentang perangkaian sebuah riwayat.
Juga memaksaku untuk mengakui tidak adanya suatu metode atau kaedah untuk menafsirkan kitab suci. Sebaliknya, mereka bisa mengarang apa saja sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Sampai di sini jika masih ada orang yang menganggap bahwa kami hanya berbicara dengan cara yang sangat global dan tanpa dasar yang cukup, kami memohon kepadanya untuk sedikit memeras tenaga kemudian menunjukkan kepada kita susunan yang pasti dari riwayat-riwayat itu. Sebuah susunan yang bisa diikuti oleh para penutur dalam menulis sejarah sehingga tidak terjerumus ke dalam kesalahan yang cukup fatal. Setanjutnya, karena susunan itu pula, seseorang saat menafsirkan dan memadukan banyak riwayat, harus memperhatikan ungkapan, struktur, cara meghubungkan pembicaraan, lalu memberikan penjelasan yang bisa kita tiru dalam tulisan-tulisan kita.50) Kami siap menunduk dengan khidmat untuk memberikan hormat kepada orang yang bisa mengemban tugas ini. Bahkan kami sanggup menyamakannya dengan Apolo sendiri. Tetapi ternyata tidak bisa menemukan orang yang melakukan usaha ini meskipun sudah kami cari dalam waktu yang cukup lama. Kami tambahkan juga bahwa kami menulis ini setelah perenungan yang panjang. Lalu, karena sejak kecil kami sudah kenyang dengan pendapat-pendapat yang umum mengenai kitab suci, mustahil rasanya bagi kami jika tidak sampai kepada kesimpulan yang sekarang kami capai
Catatan :
21). I Raja-Raja 6:1 Dan terjadilah pada tahun keempat ratus delapan puluh sesudah orang Israel keluar duri tanah Mesir, pada tahun keempat sesudah Salomo menjadi raja atas Israel, dalam bulan Ziw, yakni bulan yang kedua, maka Snlomo mulai mendirikan rumah bagi TUHAN.
22). Kusyan-Risyataim, raja Aram-Mesopotamia. Menjajah tanah Israel pada Hakim-Hakim selama delapan tahun. Tepati hakim Otniel anak Kenas mengalahkannya dan membebaskan tanah Israel.
23). Otniel anak Kenas kakak tertua Kaleb. Ikut ambil bagian dalam penyerbuan terhadap kota Hebron (Yosua 15:13-19). Pernah menjadi kepala Hakim-Hakim. Menang atas raja Edom yang memperbudak orang Israel selama delapan tahun (Hakim-Hakim 3:7-11).
24). Imam Levi ben Gerson dan banyak lagi yang lain berpendapat bahwa empat puluh tahun kehidupan merdeka bangsa Ibrani yang diceritakan dalam Alkilab itu berawal dari kematian Yosua, mencakup tahun-tahun pemerintahan Kusyan-Risyataim, juga delapan belas tahun berikutnya, delapan puluh tahun waktu Ehud dan Samgar menjadi hakim dan tahun-tahun perbudakan yang dilalui oleh bangsa Ibrani dalam keadaan merdeka berdasarkan kesaksian Alkitab. Karena Alkitab dengan terus terang memberitahukan jumlah tahun perbudakan dan tahun kemerdekaan serta menceritakan dalam fasal 2 ayat 18 bahwa selama zaman hakim-hakim keadaan orang Ibrani selalu jaya, kita melihat dengan jelas bahwa imam ini -meskipun banyak ilmu- seperti imam-imam lain, berusaha untuk memecahkan masalah dengan cara membetulkan Alkitab, bukan menafsirkannya. Hal yang sama juga dilakukan oleh orang-orang yang menganggap rekaan Alkitab mengenai jumlah tahun sejak keluar dari Mesir itu hanya mencakup tahun-tahun adanya negara Yahudi yang berdaulat. Menurut mereka. Alkitab tidak bisa memasukkan tahun-tahun kekacauan dan perbudakan karena dianggap tahun-tahun derita dan peralihan kekuasaan. Memang benar, Alkitab tidak menyebutkan masa-masa kacau, namun tidak biasa membuang tahun-tahun perbudakan dari kalendernya. Sebaliknya, Alkitab memberikan kepada kita jumlah tahun-tahun perbudakan itu secara pasti sebagaimana juga memberitahukan jumlah tahun-tahun kemerdekaan. Dengan demikian penafsiran-penafsiran ini hanyalah mimpi di siang bolong. Terlihat jelas bahwa Ezra dalam kitab I Raja-Raja ingin memasukkan tahun¬tahun yang berlalu sejak bangsa Ibrani keluar dari Mesir ke dalam bilangan tahun. Hal ini tidak bisa diragukan oleh siapa pun yang mengetahui kitab suci. (Sp)
Levi ben Gerson (1288-1344) adalah ulama Yahudi terbesar di Spanyol pada abad XN. Ahli matematika dan falak. Memliki beberapa penemuan di bidang optik. Menjelaskan banyak kitab Taurat dan karya-karya Ibnu Ruysd. Karya utamanya adalah Milhamot Adonai: Membahas tema-tema filsafat pada abad pertengahan: Allah, penciptaan alam, akal efektif. Jiwa... dan seterusnya.
Ehud bin Gera Al-Benyamini. Salah satu hakim bangsa Israel. Kedal, tapi mampu membunuh Eglon, raja Moab saat menyerahkan hadiah.
Samgar bin Anat salah satu hakim kecil bangsa Israel (Hakim-Hakim 2:31). Konon pernah membunuh 640 orang Filistin dengan jarum. (HH.)

25). Eglon: raja Moab. Menundukkan suku Benyamin dan memaksa mereka untuk membayar upeti. Dibunuh oleh Ehud, hakim kecil (Hakim-Hakim 3:15-26)

26). Yabin: raja Kanaan yang memerintah Hazor (4:17, 23, 24). Menindas orang Israel selama dua puluh tahun. Penemuan terpentingnya adalah kereta besi (Hakim-Hakim 4:3).
27). Midian adalah kabilah-kabilah badui Arab. Menggembala di sebelah timur teluk Aqabah. Kafilah-kafilah mereka bertolak dari Kanaan selatan ke Mesir (Kejadian 37:28). Musa mengawini anak perempuan seorang kahin Midian. Pemah ada beberapa kabilah dari Midian ini yang berusaha menghalangi gerak maju pasukan Israel saat sampai di dataran Moab. Suatu kali dengan sihir dan pada kali yang lain dengan perusakan (Bilangan 22:7, 25:6-18). Pada masa Hakim ¬Hakim mencapai dataran Yizreel.
28). Gideon: hakim agung bangsa Israel pada abad kedua belas sebelum Macehi. Putra Yoas dan kabilah Manasye. (Hakim hakim 8:28)
29). Abimelekh anak Gideon (Hakim hakim 9:22)
30). Tola bin Pua bin Dodo: salah seorang hakim kecil dari kabilah Isakhar. Menduduki jabatan hakim selama dua puluh tiga tahun (Hakim-Hakim 10:1-2)
31). Yair dari Gilead. Menjabat hakim di Israel selama dua puluh dua tahun. Mempunyai tiga puluh orang anak (Hakim-Hakim 10:3¬-5). Bukan Yair yang dalam Pentateukh dinamai putra Manasye (Bilangan 32:41, Ulangan 3:14), juga bukan ayah Mordekhai (Ester 2:5), bukan pula ayah Elhanan (II Samue121:19, I Tawarikh 20:5).
32). Bani Amon: sejumlah kabilah Semit. Dengan Israel mempunyai hubungan kerabat. Mengalahkan Israel pada masa pemerintahan hakim-hakim (Hakim-Hakim 10:8-9).
33). Hakim Israel memerintah selama enam tahun (Hakim¬-Hakim 12:7).
34). Ebzan dari Betlehem. Hakim Israel. Memerintah selama tujuh tahun (Hakim-Hakim 12:9)
35). Elon dari kabilah Zebulon. Hakim Israel yang kesebelas (Hakim-Hakim 12:11). Di Septuaginta namanya Ailwn.
36). Abdon orang Piraton. Seorang hakim Israel pada abad duabelas sebelum Masehi. Menjabat hakim selama delapan tahun (Hakim-Hakim 12:13, 14).
37). Orang Israel melakukan pula apa yang jahat di mata TUHAN: sebab itu TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Filistin empat puluh tahun lamanya (Hakim-Hakim 13: l ).
38). Simson: hakim bani Israel terakhir. Misinya adalah mempertahankan negara dan agama. Mempersembahkan hidupnya kepada Allah. Tandanya adalah rambutnya yang panjang dan menahan diri dari minuman keras. Inilah rahasia kekuatannya. Kekuatan ini tampak ketika memerangi orang Filistin. Sebaliknya dia sangat lemah di depan wanita. Terutama tiga orang wanita Filistin (Hakim-Hakim 14, 16) hingga membuka rahasia kekuatannya ini kepada salah satu dari mereka, yaitu Delila. Setelah ditawan dan dihina, dia bertobat dan akhirnya memohon kepada Tuhan untuk mengembalikan kekuatannya agar bisa mewujudkan misinya sebelum mati (Hakim-Hakim 16:28).
39). Kita bisa meragukan 20 tahun ini termasuk tahun-tahun aman. Pada waktu yang sama juga tidak bisa menerima jika tahun ¬tahun ini termasuk 40 tahun sebelumnya. Yaitu tahun-tahun penjajahan orang Filistin. Yang benar menurut kami adalah bahwa bangsa Ibrani itu terbebas setelah Simson berhasil membunuh orang Filistin sebanyak mungkin. Selanjutnya, dua puluh tahun masa jabatan Simeon ini tidak kami masukkan ke dalam 40 tahun penjajahan Filistin hanya karena Simson lahir sejak orang Filistin menjajah orang Ibrani. Di samping itu Surat Sabat menyebutkan sebuah buku dari Yerusalem yang menyebutkan bahwa Simson memerintah rakyat selama 40 tahun. (Sp)
40). Kahin kuil Silo. Menyambut hangat ibu Samuel saat datang untuk meminta kepada Allah agar dihilangkan kemandulannya. Setelah itu dia pun mengandung dan melahirkan anak laki-laki. Anak ini dipersembahkan ke kuil. Eli menerimanya dengan senang hati dan membimbingnya dalam hubungan pertamanya dengan Allah (I Samuel 1:3). Akhirnya Eli meninggal karena serangan jantung saat mendengar kabar kekalahan orang Israel dari orang Filistin serta kematian kedua anaknya. Hofni dan Pinehas.
41). I Samuel 7:2 Sejak saat tabut itu tinggal di Kiryat-Yearim berlalulah waktu yang cukup lama, yakni dua puluh tahun, dan seluruh kaurn Israel mengeluh kepada TUHAN.
42). Hakim-Hakim 2:7-10 Dan bangsa itu beribadah kepada TUHAN sepanjang zaman Yosua dan sepanjang zaman para tua-tua yang hidup lebih lama dari pada Yosua, dan yang telah melihat segenap perbuatan yang besar, yang dilakukan TUHAN bagi orang Israel. Dan Yosua bin Nun, hamba TUHAN itu, mati pada umur seratus sepuluh tahun: ia dikuburkan di daerah milik pusakanya di Timnat-Heres, di pegunungan Efraim, di sebelah utara gunung Gaas. Setelah seluruh angkatan itu dikumpulkan kepada nenek moyangnya, bangkitlah sesudah mereka itu angkatan yang lain, yang tidak mengenal TUHAN ataupun perbuatan yang dilakukan-Nya bagi orang Israel.
43). Dalam Alkitab terjemahan resmi bahasa Indonesia disebutkan demikain: Saul berumur sekian tahun ketika ia menjadi raja; dua tahun ia memerintah atas Israel. Sedang menurut Alkitab versi King James adalah: Saul reigned one year; and when he had reigned two years over Israel:
44). I Samuel 27:7 Dan lamanya Daud tinggal di daerah orang Filistin adalah satu tahun empat hulan.
45). I Samuel 7:10-11 itu adalah: Sedang Samuel mempersembahkan korban bakaran itu, majulah orang Filistin berperang melawan orang Israel. Tetapi pada hari ini TUHAN mengguntur dengan bunyi yang hebat ke atas orang Filistin dan mengacaukan mereka, sehingga mereka terpukul kalah oleh orang lsrael. Keluarlah orang-orang Israel dari Mizpa, mengejar orang Filistin itu dan memukul mereka kalah sampai hilir Bet-Kar.
Sedang I Samuel 13:22. 23 itu adalah: Sehingga pada hari pertempuran itu sebilah pedang atau lembingpun tidak terdapat pada seluruh rakyat yang ada bersama Saul dan Yonatan. Tetapi Saul dan Yonatan, anaknya itu, masih mempunyai. Dan suatu pasukan pengawal orang Filistin telah keluar ke pelintasan gunung di Mikhmas.
46). Bagian ini menceritakan kisah Nabi Mikha dan peperangan antara Bani Israel dan Bani Benyamin tanpa ada keterangan waktu.
47). II Raja-Raja 1:17 Maka matilah raja sesuai dengan firman TUHAN yang dikatakan oleh Elia. Maka Yoram menjadi raja mengantikan dia dalam tahun kedua zaman Yoram bin Yosafat, raja Yehuda, sebab Ahazia tidak mernpunyai anak laki-laki.
48). II Raja-Raja 8:16 Dalam tahun kelima zaman Yoram, unak Ahab raja Israel--pada waktu itu Yosafat adalah raja Yehuda--Yoram, anak Yosafat raja Yehuda menjadi raja.
49). Omri raja Israel kelima (885-874 S.M.). Pendiri dinasti keempat. Naik takhta setelah raja Zimri membunuh raja Ela. Omri mengepung Tirza. Di dalamnya ada Zimri yang kemudian membakarnya sedang dia sendiri ada di dalamnya (I Raja-Raja 16:15¬-18). Setelah itu Omri membangun ibu kota baru. Samaria (880 S.M.). Wilayah kekuasaannya mencakup Moab. Mengawinkan anaknya Ahab dengan Izebel anak Etbaal, raja Sidon. Menyerahkan beberapa kota kepada Benhadad I, raja Damsyik (I Raja-Raja 20:24). Akhirnya, menyelesaikan sengketa perbatasan dengan kerajaan Yehuda. Seorang raja yang tegas sehingga kerajaan Israel pada masanya dinamai rumah Omri.
Ada dua raja bemama Ahazia. Yang pertama, yaitu yang dimaksudkan oleh Spinoza di sini adalah raja Israel kedelapan (853¬-852 S.M.). Anak Ahab sekaligus penggantinya. Suatu ketika terjatuh dari jendela lalu mengirim beberapa orang utusan untuk meminta petunjuk dari tuhan Baal-Zebub di kota Filistin, Ekron. Di tengah jalan, para utusan itu berpapasan dengan Nabi Elia yang meramalkan bahwa sang raja tidak akan bangun untuk selamanya (II Raja-Raja 1:1-8). Sedang Ahazia yang kedua adalah raja Yehuda keenam (tahun 841 S.M.), anak Yoram dan Atalya.


Sampai di sini jika masih ada orang yang menganggap bahwa kami hanya berbicara dengan cara yang sangat global dan tanpa dasar yang cukup, kami memohon kepadanya untuk sedikit memeras tenaga kemudian menunjukkan kepada kita susunan yang pasti dari riwayat-riwayat itu. Sebuah susunan yang bisa diikuti oleh para penutur dalam menulis sejarah sehingga tidak terjerumus ke dalam kesalahan yang cukup fatal. Setanjutnya, karena susunan itu pula, seseorang saat menafsirkan dan memadukan banyak riwayat, harus memperhatikan ungkapan, struktur, cara meghubungkan pembicaraan, lalu memberikan penjelasan yang bisa kita tiru dalam tulisan-tulisan kita.50) Kami siap menunduk dengan khidmat untuk memberikan hormat kepada orang yang bisa mengemban tugas ini. Bahkan kami sanggup menyamakannya dengan Apolo sendiri. Tetapi ternyata tidak bisa menemukan orang yang melakukan usaha ini meskipun sudah kami cari dalam waktu yang cukup lama. Kami tambahkan juga bahwa kami menulis ini setelah perenungan yang panjang. Lalu, karena sejak kecil kami sudah kenyang dengan pendapat-pendapat yang umum mengenai kitab suci, mustahil rasanya bagi kami jika tidak sampai kepada kesimpulan yang sekarang kami capai. Terlepas dari itu semua, tidak ada alasan bagi kita untuk menganggurkan pembaca terlalu lama dan menantangnya untuk melakukan usaha yang mustahil dicapai. Yang sebenarnya terjadi adalah bahwa kami harus menjelaskan apa yang akan terjadi dengan usaha itu agar bisa mengungkapkan pikiran kami dengan lebih jelas. Sekarang kami akan berpindah ke catatan-catatan lain mengenai nasib dari kitab-kitab ini.
Setelah menjelaskan sumber kitab-kitab ini, kita harus menyebutkan bahwa para penerus tidak menjaga kitab-kitab itu dengan sungguh-sungguh agar tidak dimasuki oleh suatu kesalahan. Para penyalin lama menemukan banyak versi bacaan yang meragukan. Belum lagi teks-teks terpotong yang tidak mereka sadari semuanya. Adapun permasalahan apakah kesalahan¬kesalahan itu memiliki derajat kepentingan yang perlu dicermati oleh pembaca, sebenarnya, bisa dianggap kurang berarti. Paling tidak bagi orang yang membaca kitab suci dengan pikiran bebas. Bahkan dengan tegas kami nyatakan bahwa kami tidak mendapatkan suatu kesalahan atau perbedaan bacaan -khususnya dalam teks-teks yang berkaitan dengan ajaran etika- yang bisa membuatnya tak jelas atau menimbulkan keraguan.
Kendati begitu, sebagian besar ahli tafsir tidak mengakui adanya suatu distorsi dalam teks, hingga pada bagian-bagian lain. Mereka menyatakan bahwa Allah dengan pemeliharaan-Nya yang istimewa telah menghimdarkan seluruh kitab Taurat dari kemungkinan hilang. Perbedaan bacaan itu menurut mereka adalah sebuah tanda dari rahasia yang sangat dalam. Mereka bahkan mendiskusikan dua puluh detapan gambar bintang yang terdapat di dalam suatu paragrap, demikian juga dengan bentuk-bentuk huruf yang menurut mereka, mengandung rahasia besar. Kami tidak tahu apakah hal ini timbul dari gangguan akal, ketakwaan orang tua yang sudah pikun atau didorong oleh rasa sombong agar kita semua meyakini bahwa mereka sajalah penjaga rahasia Tuhan. Sebenarnya, kami tidak melihat adanya tanda-tanda sesuatu yang rahasia di dalam buku-buku mereka itu, sebaliknya yang kami lihat hanyalah pekerjaan anak-anak. Kami juga pernah membaca beberapa tulisan para penganut Kabbalah51) dan bualan-bualan mereka. Rasa heran kami tidak pernah habis-habis.
Sampai di sini, kami yakin seyakin-yakinnya bahwa seseorang tidak akan meragukan terjadinya kesalahan dalam kitab suci -seperti telah kita katakan sebelum ini¬jika dia memiliki sedikit saja daya penilaian yang sehat kemudian membaca ayat dari kitab I Samuel 13:1 yang telah kita sebutkan dalam bagian terdahulu.50) Demikian juga dengan ayat 3 fasal 6 dari kitab II Samuel: Kemudian bersiaplah Daud, lalu berjalan dengan seluruh rakyat yang menyertainya dari bangsa Yehuda (Baalem-Yehuda) untuk mengangkut dari sana tabut Allah. 53) Rasanya tidak mungkin tersembunyi dari benak seseorang bahwa tempat yang dituju oleh Daud untuk mengambil tabut itu, yaitu Kariatiarim54) tidak disebutkan. Setelah itu, kita juga tidak bisa memungkiri bahwa ayat 37 fasal 13 dari kitab II Samuel telah diubah dan dipotong. Ayat berbunyi: Absalom telah melarikan diri dan telah pergi kepada Talmai bin Amihur, raja negeri Gesur. Dan Daud berdukacita berhari¬hari lamanya karena anaknya itu. Absalom telah melarikan diri dan telah pergi ke Gesur; ia tinggal di sana tiga tahun lamanya. 55) Dalam bagian terdahulu kami telah menyebutkan ayat-ayat lain yang mirip dengan ini dan tidak perlu kami sebutkan lagi di sini.
Mengenai catatan-catatan pinggir yang kita temukan di sana-sini dalam Alkitab berbahasa Ibrani, seseorang tidak mungkin ragu untuk menganggapnya sebagai bacaan¬bacaan yang diragukan, jika dia tahu bahwa sebagian besarnya disebabkan oleh kemiripan bentuk huruf-huruf Ibrani, terutama antara huruf khahf dan beht, antara huruf yohd dan vav, antara huruf dalet dan resh.....demikian seterusnya. Misalnya, kita mendapatkan ungakapan "Waktu kau mendengar" dan di pinggir setelah diganti beberapa huruf kita membaca "Ketika kau mendengar". Selain itu, banyak dari bacaan-bacaan yang meragukan itu disebabkan oleh penggunaan huruf-huruf yang kita namai dengan huruf pemberhentian. Huruf-huruf itu seringkali tidak diucapkan. Jika berdampingan, seseorang akan bingung. Misalnya dalam kitab Imamat (25:31) disebutkan: rumah-rumah di desa-desa yang tidak dikelilinqi paqar tembok sementara itu di pinggir kita mendapatkan ...berpagar.... demikian seterusnya.
Selanjutnya, meskipun catatan-catatan ini sudah jelas dengan sendirinya, kami tetap melihat perlunya membalas argumen-argumen orang-orang Farisi yang cenderung untuk membuktikan bahwa catatan-catatan pinggir ini bisa jadi dibubuhkan oleh para penulis kitab suci sendiri atau atas petunjuk mereka untuk mengungkapkan rahasia.
Yang pertama adalah alasan yang sebenarnya tidak begitu kami perhatikan. Diambil dari kebiasaan yang berlaku dalam membaca kitab Taurat. Mereka mengatakan, "Jika komentar-komentar itu diletakkan di pinggir karena perbedaan bacaan, yang mana generasi penerus tidak bisa memilih mana yang betul, mengapa maknanya terus dipertahankan? Juga mengapa makna yang ingin dipertahankan itu diletakkan di pinggir? Bukankah akan lebih baik jika teks itu ditulis dengan bacaan yang seharusnya daripada harus meletakkan makna dan bacaan yang lebih teruji di pinggir.
Alasan kedua yang tampaknya lebih serius diambil dari karakter benda itu sendiri. Mereka mengatakan, "Ada kesalahan dalam penulisan manuskrip-manuskrip tetapi terjadi secara kebetulan dan tidak disengaja. Karena tidak disengaja, maka seharusnya berbeda satu sama lain. Tapi kenyataannya kita mendapatkan kata Ibrani yang berarti perawan di dalam Pentateukh selalu ditulis tanpa huruf heh kecuali dalam satu teks. Suatu hal yang menyalahi kaedah. Sementara itu, di pinggir selalu dituliskan kata itu dengan benar menurut kaedah umum. Mungkinkah kesalahan ini berasal dari penulis? Ketentuan apa yang memaksa pena penulis untuk tergesa-gesa dengan cara yang sama setiap kali bertemu dengan kata ini? Sangat mudah sebenarnya untuk menambahkan satu huruf yang kurang itu kemudian meralat kesalahan ini demi menghormati tata bahasa. Selanjutnya, karena bacaan-bacaan ini tidak terjadi secara kebetulan dan sangat bisa jadi juga belum pernah dilakukan ralat terhadap kesalahan-kesalahan yang nampak ini, harus diakui bahwa kata-kata itu memang sengaja ditulis oleh para penulis awal seperti yang terlihat di dalam manuskrip¬manuskrip untuk mengungkapkan maksud tertentu.
Terlepas dari itu semua, kita akan menjawabnya dengan mudah. Alasan pertama berdasar pada kebiasaan yang berlaku di kalangan orang Farisi. Namun demikian, kami tidak akan berhenti lama pada bagian sini. Kami tidak tahu sejauh mana takhayul itu merasuk ke dalam diri mereka. Kebiasaan ini bisa jadi timbul karena keyakinan bahwa dua redaksi itu semuanya betul atau diterima. Oleh karena itu, mereka ingin menjaga kedua-duanya. Yang pertama terbaca dan yang kedua tertulis. Sebetulnya, mereka takut memberikan kata akhir dalam masalah yang krusial seperti ini. Di waktu yang sama juga takut menganggap benar teks yang salah. Dari sini mereka tidak mau mengunggulkan salah satu teks dari yang lain. Padahal inilah yang seharusnya mereka lakukan jika saja mereka mensyaratkan tulisan dan bacaan harus mengikuti cara yang sama. Apalagi naskah-naskah yang dipakai dalam kebaktian-kebaktian tidak memuat catatan pinggir seperti itu.
Atau bisa jadi juga, kebiasaan itu terjadi karena mereka menginginkan beberapa kata yang tertulis - meskipun benar menurut kaedah penulisan- untuk dibaca dengan cara lain, yaitu seperti bentuk yang tertulis di pinggir. Demikianlah seterusnya, muncul kebiasaan membaca Taurat menurut catatan-catatan pinggir.
Adapun motif apa yang mendorong penulis untuk meletakkan beberapa kata yang secara terus dia inginkan untuk dibaca, akan kami jelaskan seperti berikut ini. Tidak semua catatan pinggir itu merupakan bacaan yang meragukan. Sebaliknya ada yang digunakan untuk meralat struktur kalimat yang tidak lagi digunakan, yakni kata-kata yang sudah ketinggalan zaman dan menurut etika sudah tidak pantas lagi untuk dipakai. Para penulis kuno -yang tidak pernah kenal dosa- biasa mengumkapkan segala sesuatu dengan nama aslinya tanpa memakai kata kiasan seperti yang terjadi di istana. Setelah kemewahan dan perbuatan buruk menyebar, orang-orang mulai melihat ungkapan yang menurut orang-orang terdahulu tidak kotor menjadi kotor. Namun demikian, hal itu belum cukup menjadi alasan untuk mengubah kitab suci. Kendati begitu, dalam pembacaan umum, muncul kebiasaan -demi menjaga perasaan orang awam- untuk menyatakan maksud nikah dan mengeluarkan mani dengan kata-kata yang lebih sopan, yaitu kata-kata yang tersebut di pinggir. Terakhir, apa pun sebab yang menimbulkan kebiasaan membaca dan menafsirkan kitab suci menurut catatan-catatan pinggirnya, hal ini tidak berarti hanya tafsir yang seperti itu sajalah yang benar. Belum lagi para imam sendiri dalam Talmud seringkali menghindari naskah Masorti. 56) Sebaliknya, mereka memiliki naskah-naskah lain yang menurut mereka lebih baik, seperti akan kami jelaskan sebentar lagi. Ada beberapa perubahan di pinggir yang tidak sesuai dengan kaedah penggunaan bahasa yang berlaku. Misalnya sebuah ayat dalam kitab II Samuel (14:22) menyebutkan: "karena raja telah mengabulkan permohonan hambanya".57) Ungkapan ini betul menurut bahasa dan sejalan dengan alur ayat 15 dari fasal yang sama.58) Sementara itu, di pinggir tertulis: "hambamu". Kata ini tidak sesuai dengan verba (mengabulkan) dalam ayat yang memakai kata ganti orang ketiga. Hal yang sama juga terjadi dalam ayat terakhir dari fasal 16 dari kitab yang sama. Di situ disebutkan: "meminta petunjuk Allah" sementara itu di pinggir ada tambahan kata "seseorang" sebagai pelaku dari verba meminta. Tambahan ini tidak diperlukan. Dalam bahasa Ibrani verba yang tidak mengandung unsur pribadi biasa digunakan untuk orang ketiga dalam kalimat transitif. Para ahli bahasa megetahui hal ini dengan baik. Demikianlah, ada banyak catatan yang tidak bisa diunggulkan dari lafal naskah utama.
Adapun alasan kedua orang-orang Farisi dengan demikian akan mudah dijawab setelah penjelasan yang baru saja kita paparkan ini. Tadi sudah kita katakan bahwa para penulis menemukan adanya kata-kata yang tidak lagi dipakai di samping adanya bacaan-bacaan yang meragukan. Tidak diragukan lagi, bahwa banyak kosa kata dalam bahasa Ibrani, sebagaimana halnya dalam bahasa lain, yang tidak lagi dipakai dan usang. Kami mendapatkan kata-kata seperti ini di dalam Taurat ditemukan seluruhnya oleh para penulis generasi akhir sehingga bacaan umumnya menjadi sesuai dengan pemakaian yang berlaku pada zaman mereka. Misalnya, ibu kota orang Ibrani dulu dinamakan Ursyalim bukan Ursyalaim. Demikian juga dengan kata ganti dia (maskulin) dan dia (feminin). Ada kebiasaan mengganti huruf yohd dengan vav (penggantian yang sangat umum dalam bahasa Ibrani) untuk menyatakan feminin. Sementara itu pada zaman yang lebih kuno lagi, orang-orang terbiasa membedakan feminin dan maskulin dalam kata ganti ini hanya dengan huruf vokal. Terakhir, bentuk-bentuk verba tak teratur pada gilirannya juga berubah dari zaman ke zaman. Di samping itu, orang-orang dulu, demi keindahan yang menjadi ciri khas zaman mereka, banyak menggunakan huruf-huruf tambahan berupa: heh, ahlef, mem, non, tev, yohd, dan vav. Sebetulnya kami masih bisa memberikan contoh yang lain lagi, tapi kami tidak ingin mengambil waktu pembaca dengan menyajikan masalah-masalah yang berat-berat seperti ini. Jika ada yang bertanya kepadaku, "Dari mana kamu mengetahui semua itu?" akan kami jawab dengan mengatakan bahwa kami sering menemukan hal itu pada para penulis paling kuno, yaitu dalam Taurat. Sementara itu, orang-orang baru tidak mau mengikuti kebiasaan ini. Inilah satu-satunya sebab munculnya kata-kata yang tidak digunakan lagi dalam bahasa-bahasa lain termasuk bahasa yang sudah mati.
Sampai di sini, barangkali masih ada yang bersikeras mengatakan, "Jika kami mengakui bahwa sebagian besar catatan pinggir itu adalah bacaan-bacaan yang diragukan, mengapa tidak ada lebih dari bacaan untuk teks yang sama? Mengapa pula tidak tiga bacaan atau lebih? Juga barangkali ada yang menyanggahku dengan mengatakan bahwa suatu teks terkadang jelas-jelas menyalahi tata bahasa, sementara yang tertulis di pinggir benar. Dengan demikian kecil kemungkinan jika para penulis bimbang dan pasrah terhadap dua bacaan itu. Sanggahan ini amat mudah dijawab.
Untuk menjawab sanggahan yang pertama kami katakan, "Sebagian bacaan telah dihapus dan yang lain dipertahankan tetapi tidak diberitahukan oleh manuskrip¬manuskrip yang tersedia pada kita. Dalam Talmud misalnya ada redaksi-redaksi yang diabaikan oleh Masorti. Dalam banyak paragrap perbedaan antara dua teks sangat jelas hingga membuat editor Taurat Bomberg59) yang tenggelam dalam takhyul dalam mukadimahnya terpaksa mengaku tidak tahu bagaimana memadukannya. Untuk dia mengatakan, "Satu-satunya jawaban yang bisa diberikan di sini adalah jawaban yang kita sampaikan sebelum ini, yaitu bahwasanya Talmud memang biasa berselisih dengan Masorti:" Dengan demikin tidak ada alasan untuk menolak adanya lebih dari satu redaksi untuk satu paragrap. Kendati begitu, kami mengakui dengan mantap -ini adalah pendapat pribadi kami- bahwa tidak pernah ada lebih dari dua redaksi untuk satu teks. Hal itu karena dua alasan:
Sumber perubahan teks itu, sebagaimana kita jelaskan tadi, tidak memungkinkan adanya lebih dari dua redaksi karena biasanya timbul dari kemiripan bentuk beberapa huruf. Dengan demikian, keraguan itu selalu ditujukan kepada masalah "huruf yang mana dari dua huruf itu yang harus ditulis": beht atau khahf, yohd atau vav, dalet atau resh... demikian seterusnya. Namun seringkali juga masing-masing dari dua huruf itu, menyatakan maksud yang benar. Selain itu, panjang dan pendeknya ayat atau penggalan bergantung pada huruf-huruf yang kita sebut dengan huruf pemberhentian. Terakhir, tidak semua catatan itu merupakan bacaan yang meragukan, tetapi sebagian besarnya malah untuk penghalus atau penjelasan kata-kata kuno yang sudah tidak dipakai lagi.
Alasan kedua dari pendapat kami ini adalah bahwasanya para penulis hanya memiliki sedikit naskah asli saja. Barangkali tidak lebih dari dua atau tiga. Buku Para Penulis60) (fasal enam) hanya menyebutkan dua penjelasan yang diduga berasal dari masa Ezra. Menurut keyakinan yang beredar, Ezra inilah yang menulis catatan-catatan itu. Apapun yang terjadi, jika mereka memiliki tiga sumber, dengan mudah kita bisa membayangkan adanya kesepakatan dua di antaranya dalam satu paragrap. Akan betul-betul aneh, jika satu paragrap yang sama mempunyai tiga redaksi berbeda dalam tiga sumber. Selanjutnya, nasib apakah yang menyebabkan minimnya jumlah refrensi setelah masa Ezra? Jika membaca fasal pertama dari kitab I Makabe atau fasal lima, buku dua belas dari Sejarah Yahudi Kuno karya Yusuf, kami rasa, seseorang tidak akan heran lagi. Bahkan merupakan suatu keajaiban, naskah yang sedikit itu bisa disimpan setelah terjadinya penindasan yang sangat panjang ini. Menurut kami, siapa saja yang mau membaca sejarah ini dengan sedikit perhatian tidak akan meragukan hal ini. Jadi inilah sebab-sebab yang membuat kita tidak menemukan lebih dari dua bacaan di mana pun letaknya. Selanjutnya, dari jumlah yang sedikit itu -dua bacaan saja- kita tidak bisa mengatakan bahwa paragrap-paragrap dalam Taurat yang dijelaskan dengan catatan-catatan pinggir itu sengaja ditulis secara salah untuk menunjukkan rahasia tertentu.
Demikianlah, jawaban terhadap sanggahan pertama itu telah selesai. Selanjutnya, akan kita jawab sanggahan yang mengatakan bahwa teks itu terkadang memang benar¬benar salah hingga membuat kita tidak ragu-ragu untuk menganggapnya telah menyalahi kaedah pemakaian dari masa ke masa. Dengan demikian, masalahnya sangat simpel, yaitu koreksi teks, bukan membubuhkan catatan pinggir. Alasan ini tidak terlalu kami hiraukan. Kami tidak ingin tahu jenis semangat keagamaan apa yang menghalangi para penulis untuk membetulkan teks. Barangkali hal itu mereka lakukan karena dorongan kejujuran. Untuk itu mereka mentransmisikan Taurat persis seperti yang tertulis dalam sedikit sumber kepada generasi penerus. Mereka ingin menyampaikan pesan bahwa pertentangan yang terjadi antara naskah-naskah sumber itu adalah aneka ragam redaksi dan bukan bacaan-bacaan yang meragukan. Sebenarnya, kami menganggapnya bacaan-bacaan meragukan hanya karena seringkali tidak mengetahui bacaan mana yang lebih baik.
Selain bacaan-bacaan yang meragukan itu, para penulis -dengan meninggalkan spasi kosong di tengah¬tengah paragrap- menemukan banyak paragrap yang kurang. Menurut penghitungan kelompok Masorti ada dua puluh delapan paragrap yang semacam ini. Kami tidak tahu apakah menurut mereka jumlah ini sendiri juga menunjukkan rahasia tertentu. Yang pasti, karena dorongan takwa, orang Farisi memperhatikan ukuran spasi yang kosong itu. Ada satu contoh -karena kami hanya ingin memberikan satu contoh- dalam kitab Kejadian (4:8). Di situ disebutkan: "Kain berkata kepada Habel saudaranya...ketika berada di padang, Kain...' 61) Tentu saja, kita tidak tahu apa yang dikatakan Kain kepada saudaranya, Habel. Di sini ada bagian yang hilang. Kasus semacam ini jumlahnya banyak. Para penyalin kitab suci, menyebutkan ada dua puluh delapan bagian semacam itu yang hilang, selain yang telah kita sebutkan di atas. Kendati begitu, kekurangan ini tidak akan tampak jelas kalau saja spasi kosong itu ditinggalkan. 62) Tetapi, pembahasan tentang masalah ini kita cukupi sekian saja
Catatan :
50). Jika tidak, kita akan lebih banyak membetulkan kitab suci daripada menjelaskannya. (Sp)
51). Lihat catatan kaki pengantar
52). Saul berumur tahun saat memerintah, dan memerintah orang Israel selama dua tahun
53). Dalam Alkitab terjemahan resmi bahasa Indonesia, ayat ini disebutkan demikian: Kemudian bersiaplah Daud, lalu berjalan dari
Baale-Yehuda dengan seluruh rakyat yang menyertainya, untuk mcngangkut dari sana tabut Allah.
54). Tempat ini dinamakan Kariatiarim atau Baal-Yehuda. Inilah yang menyebabkan Kimhi dan lain-lain menduga bahwa kata Baalem¬ Yehuda yang kami terjemahkan bangsa Israel itu adalah nama kota. Mereka salah, karena kata baal yang tersebut di sini berbentuk plural. Jika ayat dalam kitab Samuel ini kita bandingkan dengan ayat yang ada di kitab I Tawarikh kita akan mengetahui bahwa Daud tidak pergi dari Baal tetapi pergi ke sana. Selanjutnya, jika si penulis kitab Samuel ingin menunjuk kepada tempat Daud membawa tabut, pasti akan mengatakan dalam bahasa Ibrani, "Daud berdiri dan pergi... dari Baal¬-Yehuda. Dari sana dia membawa tabut Allah." (Sp)
Kitnhi adalah Moses ben Joseph Kimhi. Ahli tafsir dan ahli bahasa. Kakak tertua sekaligus guru dari David Kimhi. Hidup bersama saudara dan orang tuanya di Narbonne. Meninggal sekitar tahun 1190 M. Karya terpentingnya yang masih tertinggal adalah tafsir kitab Amsal, Ezra, Nehemia, Ayub dan tata gramatika bahasa Ibrani.
55). Yang memaksakan diri untuk menjelaskan teks ini, telah membenarkan teks itu demikian: Absalom telah melarikan diri dan pergi kepada Talmai bin Amihur, raja negeri Gesur dan tinggal di sana tiga tahun lamanya. Daud berdukacita setiap waktu karena anaknya itu. Inilah yang dinamakan tafsir. Jika penyampaian kitab suci membolehkan kita untuk mengubah ungkapan dengan menambah atau mengurangi, kami katakan dengan terus terang bahwa kita juga diizinkan untuk menyelewengkan kitab suci dengan memberinya bentuk-bentuk yang kita sukai, seolah sepotong lilin. (Sp)
56). lihat catatan kaki pengantar

57). Dalam Alkitab terjemahan resmi bahasa Indonesia ayat ini disebutkan demikian: Lalu sujudlah Yoab dengan mukanya ke tanah dan menyembah sambil memohon berkat bagi raja. Dan Yoab berkata: "Pada hari ini hambamu mengetahui hahwa tuanku raja suka kepada hamba, karena tuanku telah mengabulkan permohonan hambamu ini. "
58). II Samuel 14:15: Maka sekarang, aku datang mengatakan perkataan ini kepada tuanku raja karena orang banyak itu telah menakut-nakuti aku. Sebab itu pikir hambamu ini: baiklah aku berbicara dahulu dengan raja, mungkin raja mengabulkan permohonan hambanya ini.
59). Taurat Bomberg adalah Taurat yang dicetak oleh Daniel Bomberg. Meninggal di Venecia pada tahun 1549 M. Bomberg adalah penerbit buku-buku Yahudi yang paling terkenal. Taurat yang dia terbitkan itu terkenal dengan Biblia Rabbinica.
60). Surat Para Penulis sepertinya adalah salah satu surat yang membahas para penulis Yahudi. Para penulis inilah yang secara tekun mengkaji Taurat atau karya-karya mereka.
61). Dalam Alkitab terjemahan resmi bahasa Indonesia ayat ini disebutkan demikian: Kata Kain kepada Habel, adiknya: ("Marilah kita pergi ke padang.") Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia.
62). Maksudnya tidak disalin seperti apa adanya

BAB IV:
Kritik Perjanjian Lama

Penelitian kitab-kitab lain dalam perjanjian lama dengan cara yang sama

Sekarang berpindah ke pembahasan kitab-kitab Perjanjian Lama yang lain. Mengenai kitab Tawarikh satu dan dua, kami tidak akan mengatakan sesuatu yang berarti kecuali bahwa dua kitab itu telah ditulis lama setelah Ezra. Mungkin sesudah Yudas orang Makabe1) membangun kuil. Dalam fasal 9 kitab pertama si penutur bercerita kepada kita tentang keluarga keluarga yang mula-mula tinggal di Yerusalem (yakni pada zaman Ezra). Setelah itu menyebutkan pada ayat 17 nama nama para penunggu pintu gerbang2) yang dua orang dari mereka disebutkan lagi di Nehemia (11:19). 3) ini menunjukkan bahwa kitab-kitab ini ditulis lama setelah renovasi kuil. Kami tidak mengetahui sesuatu yang pasti tentang penulis aslinya, otoritasnya yang harus diakui, manfaatnya dan dogma yang disampaikan. Bahkan kami heran bagaimana kitab-kitab semacam ini dimasukkan ke dalam kumpulan kitab suci sementara kitab Kebijaksanaan Salomo4) dikeluarkan dari kitab-kitab kanonika. Demikian juga dengan kitab Tobit dan beberapa kitab lain yang katanya palsu. Di sini kami tidak bermaksud merendahkan derajatnya. Kalau memang sudah diterima semua orang, kami akan membiarkannya seperti apa adanya.
Mazmur juga dikumpulkan dan dibagi ke dalam lima kitab setelah renovasi kuil5). Philon orang Yahudi6) memberikan kesaksian bahwa Mazmur 88 ditulis pada saat Raja Yoyakhin7) masih berada di dalam penjara Babel, sedang Mazmur 89 ditulis setelah dikeluarkan. Hal ini - menurut kami- tidak akan dia katakan jikalau saja bukan merupakan opini yang mutawatir pada masanya atau tidak dia terima dari para penutur yang terpercaya. Amsal Salomo, menurut kami, juga dikumpulkan pada masa-masa itu juga, atau paling tidak pada zaman Raja Yosia.8) Dalam fasal 24, ayat terakhir, disebutkan: Juga ini adalah amsal¬amsal Salomo yanq dikumpulkan pegawai pegawai Hizkia, raja Yehuda. (Amsal 25:1). Selanjutnya, tidak lupa juga untuk menyinggung kecongkakan para imam yang ingin mengeluarkan kitab ini, juga kitab Pengkhotbah dari daftar kitab kanonik. Sebenarnya, mereka boleh saja melakukan hal itu, jika tidak mendapatkan satu ayat pun yang memuat syariat Musa. Namun yang sangat disayangkan adalah bahwa benda-benda suci bahkan yang terbaik itu tergantung kepada pilihan mereka. Memang benar, kami memuji mereka karena telah berkenan mentransmisikan kitab-kitab itu kepada kita. Namun demikian, kami tidak bisa menghindarkan diri dari pertanyaan apakah mereka mentransmisikannya dengan cukup jujur dan bersih. Meski begitu kami tidak ingin meneliti masalah ini lebih teliti.
Oleh karena itu, sekarang kami berpindah ke kitab¬kitab para nabi. Setelah menelitinya kami mendapatkan bahwa seluruh nubuat yang dikumpulkan di dalamnya telah diambil dari buku-buku lain kemudian disusun dengan cara tertentu yang tidak selamanya sama dengan susunan yang diikuti oleh para nabi saat bersabda dan menulis. Di samping itu, kitab-kitab ini tidak memuat seluruh wahyu, sebaliknya hanya nubuat-nubuat yang bisa ditemukan di sana-sini. Dengan demikian, kitab-kitab ini hanya memuat penggalan-penggalan para nabi.
Misalnya Yesaya memulai nubuatnya pada masa pemerintahan Uzia sebagaimana dikisahkan oleh penulis
kitab ini pada ayat pertama9) Lalu, menurut penulis ini pula, dia tidak hanya menyampaikan nubuat saja, melainkan juga menulis semua pekerjaan raja itu (lihat II Tawarikh 26:22).10) Tetapi sayang, kita tidak memiliki tulisan ini. Bahkan, yang masih ada pada kita mengenai tulisan itu pun telah dinukil dari buku Sejarah Raja-raja Yehuda dan Sejarah Raja-raja Israel, seperti telah kita jelaskan pada bagian terdahulu. Setelah itu perlu ditambahkan lagi bahwa nubuat nabi ini -sebagaimana dikatakan oleh para robi- berlangsung hingga masa pemerintahan Manasye,11) raja yang akhirnya membunuhnya. Dengan demikian, meskipun cerita ini bisa dianggap mitologi, tetapi menunjukkan bahwa mereka tidak menemukan nubuat-nubuat Yesaya secara lengkap.
Hal yang sama juga terjadi pada nubuat-nubuat Yeremia. Nubuat-nubuat yang disusun bak sebuah novel ini juga merupakan kumpulan penggalan-penggalan yang diambil dari buku sejarah yang bermacam-macam. Selain itu juga merupakan perpaduan yang tidak teratur dan tidak memperhatikan urutan sejarah. Cerita yang ada di dalamnya pun banyak yang diulang-ulang. Misalnya, kita mendapatkan fasal 21 menyinggung sebab penangkapan Yeremia12) yang pertama kali. Saat itu, dia dimintai petunjuk oleh Zedekia13) lalu meramalkan bahwa kota Yerusalem akan hancur. Selanjutnya penuturan berhenti di sini. Fasal berikutnya, yaitu fasal 22 sudah berganti cerita. Dalam fasal itu Yeremia menyampaikan pidato kepada raja Konya Yoyakhin14) yang memerintah sebelum Zedekia. Ketika itu, Nabi Yeremia meramalkan bahwa dirinya akan ditawan.15) Pada fasal 25, pembicaraan itu mundur lagi ke zaman yang lebih lama, yaitu mengenai wahyu yang diturunkan pada tahun keempat dari masa pemerintahan Yoyakim.16) Peristiwa-peristiwa yang dituturkan dalam fasal-fasal berikutnya malah mundur lagi ke belakang, yaitu tentang wahyu yang dialami oleh Nabi Yeremia pada tahun pertama dari masa pemerintahan raja ini. Demikianlah penumpukan nubuat-nubuat itu terus berlangsung tanpa memperhatikan urutan waktu. Baru pada fasal 38 pembicaraan itu kembali lagi ke kisah yang dimulai pada fasal 21. Seolah lima belas fasal yang terdapat di antara dua fasal itu (21 dan 37) sekadar lanturan saja.17) Konteks pembicaraan yang dimulai pada fasal 38 berkaitan dengan ayat 8, 9 dan 10 dari fasal 21.18) Di tempat ini juga diselipkan kisah penangkapan Yeremia untuk yang terakhir kalinya dengan cara yang jauh berbeda dengan kisah yang terdapat dalam fasal 37. Selain itu juga menuturkan sebab penangkapan yang juga sangat berbeda.19) Dengan demikian, terlihat jelas kepada kita, bagian dari kitab Yeremia ini merupakan kumpulan kisah yang diambil dari berbagai macam sumber. Tidak ada tafsiran lain atas kekacauan ini selain itu. Sedangkar nubuat-nubuat lain yang terdapat dalam fasal-fasal di mana Yeremia menyampaikannya dengan kata ganti orang pertama, telah dinukil dari kitab Barukh yang didiktekan sendiri oleh Yeremia. Kitab ini (sebagaimana terlihat jelas dalam fasal 36:1) hanya memuat wahyu yang terjadi pada diri nabi ini sejak zaman Yosia hingga tahun keempat dari masa pemerintahan Yoyakim,20) yaitu masa kitab Yeremia memulai perannya. Selain nubuat-nubuat itu, ayat-aya yang tersebut dalam fasal 35 ayat 2 hingga fasal 51 aya 59 juga diambil dari kitab Barukh.21)
Kitab Nabi Yehezkiel juga tidak jauh beda. Dari ayat¬ayat pertamanya, tampak jelas bahwa kitab ini merupakan potongan-potongan. Siapa dari kita yang tidak mengetahui bahwa konteks permulaan kitab ini menyebutkan hal-hal yang terjadi di masa lalu kemudian mengikatnya dengan yang akan datang?22) Bukan hanya konteks, tetapi ayat-ayat itu sendiri menyiratkan adanya bagian yang hilang. Misalnya, umur nabi yang sudah mencapai tiga puluh tahun pada awal kitab itu menunjukkan bahwa kisah ini tidak bercerita dari awal kenabian, tetapi terusannya.23) Dan ternyata sang penulis merasakan hal itu juga, dalam kata¬katanya yang tersebut dalam ayat 3: " Firman TUHAN kepada imam Yehezkiel anak Busi, di negeri orang Kasdim (Kaldea) di tepi sungai Kebar, dan di sana kekuasaan TUHAN meliputi dia." Seolah dia ingin mengatakan, "Kata-kata Yehezkiel yang disebutkan hingga saat itu berhubungan dengan wahyu lain. Berhubungan dengan wahyu yang terjadi pada dirinya sebelum mencapai umur tiga puluh tahun. Di samping itu, dalam buku Sejarah Yahudi Kuno, buku 10, fasal 7, Yusuf, penulisnya menuturkan bahwa berdasarkan nubuat Yehezkiel, Zedekia tidak akan pernah melihat Babel. Tetapi, kita tidak pernah membaca hal semacam ini dalam kitab yang ada di depan kita. Sebaliknya, dalam fasal 17, kita malah mendapatkan Zedekia dihalau sebagai tawanan ke Babel.24)
Mengenai kitab Hosea kita tidak bisa mengatakan secara pasti, bahwa kitab ini pada awalnya jauh lebih panjang daripada kitab yang saat ini memakai namanya. Tetapi kami benar-benar heran mengapa kita tidak mengetahui lebih banyak daripada keterangan kitab itu tentang orang yang pernah hidup selama delapan puluh empat tahun lebih, sebagaimana disaksikan oleh kitab itu sendiri. Tetapi, paling tidak, secara umum kita tahu bahwa orang-orang yang membukukan kitab-kitab para nabi tidak mengumpulkan nubuat semua nabi, sebagaimana juga tidak pernah mengumpulkan seluruh nubuat nabi-nabi yang kita kenal. Misalnya, kita tidak tahu apa-apa mengenai para nabi yang nubuat mereka terus berlangsung pada masa pemerintahan Manasye. Padahal telah disinggung secara global dalam kitab II Tawarikh (33:10, 18, 19).25) Kita juga tidak tahu apa-apa mengenai nubuat dua belas nabi26) yang tersebut dalam Alkitab. Misalnya tentang Nabi Yunus hanya disebutkan nubuatnya mengenai orang Ninive saja, padahal dia juga termasuk nabi bani Israel, sebagaimana kita lihat dalam kitab Raja-Raja (II Raja-Raja 14:25.)27)
Mengenai kitab Ayub dan Ayub sendiri, telah terjadi diskusi yang panjang di kalangan para ahli tafsir. Sebagian mereka berpendapat bahwa kitab ini ditulis oleh Musa, tetapi sekadar kisah fiksi yang digunakan untuk nasihat. Beberapa orang imam mengatakan hal ini. Ibnu Maimun dalam bukunya yang berjudul Moreh Nebuchim juga berpendapat yang mirip dengan hal ini. Kemudian ada yang berpendapat juga bahwa kisah itu adalah kisah nyata. Menurut sebagian dari kelompok yang terakhir ini, dia hidup pada masa Yakub bahkan mengawini anaknya, Dina. Di sisi lain, Ibnu Ezra yang pernah kami sebutkan pada bagian terdahulu, mengatakan bahwa kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dari bahasa lain. Seandainya saja dia menjelaskan pernyataan itu dengan dalil yang lebih jelas niscaya kita bisa mengetahui bahwa selain bangsa Yahudi juga memiliki kitab suci. Untuk itu kami membiarkan masalah ini menggantung, meskipun kami yakin bahwa Ayub berasal dari luar Yahudi. Penyabar, mula-mula jaya, mengalami cobaan dan akhirnya sangat bahagia. Dalam Yehezkial fasal 14 ayat 14 disebutkan bersama nabi-nabi lain.28) Selanjutnya, kami berpendapat juga bahwa jatuh-bangunnya kehidupan Ayub dan kesabarannya dalam menghadapi segala malapetaka itu memberikan kesempatan lebih banyak untuk membicarakan asuhan (inayah) Allah. Atau paling tidak, telah memberikan kesempatan kepada penulis kitab ini untuk mengarang dialog yang tema dan gayanya tidak tampak berasal dari orang yang menderita, diburu penyakit dan ditimbun debu... tetapi berasal dari orang yang mengkonsentrasikan diri untuk merenung di tempat yang dikhususkan bagi para pujangga. Barangkali, kami cenderung untuk mengatakan seperti Ezra bahwa kitab ini memang diterjemahkan dari bahasa lain karena mengingatkan kita akan sebuah syair non-Yahudi, yaitu disebutkannya bapak segala dewa yang ingin mengadakan pertemuan sebanyak dua kali, tetapi Momos,29) yang di sini dinamakan Iblis menyampaikan firman Allah dengan banyak perubahan... demikian seterusnya. Namun begitu, ini hanya sekadar dugaan yang tidak pasti.
Selanjutnya, mari kita berpindah ke kitab Daniel. Tidak diragukan lagi bahwa kitab ini memuat teks yang ditulis oleh Daniel sendiri mulai dari fasal 8. Adapun tujuh fasal sebelumnya30) kami tidak tahu dari mana sumbernya. Karena ditulis dalam bahasa Kasdim (Aram) kecuali fasal 1, kita bisa menduga telah diambil dari buku-buku sejarah Kasdim. Kalau saja hal ini bisa dibuktikan dengan jelas, niscaya akan menjadi bukti kuat atas kebenaran ide yang mengatakan bahwa suatu kitab itu dikatakan suci karena dengan perantaraannya, kita bisa mengetahui makna segala sesuatu yang ditunjukkannya, bukan karena kita mengetahui kosa kata, bahasa dan ungkapan-ungkapan yang digunakan untuk menyatakan segala sesuatu itu. Jika hal ini terbukti maka buku-buku akidah atau sejarah yang memuat ajaran-ajaran kebaikan juga bisa dinamakan suci. Apapun bahasanya dan siapa pun bangsa yang dituju. Terlepas dari itu semua, paling tidak kita bisa menyebutkan bahwa fasal-fasal ini ditulis dalam bahasa Kasdim.
Catatan :
1). Perkiraan ini jika kita bisa menamai perkiraan dengan keyakinan- berdasar pada sisa silsilah raja Yekhonya yang tersebut dalam kitab I Tawarikh (f'asal 3). Sisa silsilah itu berlanjut hingga anak-anak Elyoenai yang merupakan generasi ketiga dari Yekhonya. Kita harus menyebutkan juga bahwa raja Yoyakim ini saat ditawan tidak mempunyai anak, dan tampaknya mendapatkan anak saat berada dalam tawanan itu. Hal ini bisa kita duga dari nama-nama yang dia berikan kepada anak-cucunya. Misalnya, Pedaya (yang berarti Allah membebaskan) -yang dalam fasal ini dianggap ayah Zerubabel- lahir pada tahun ketiga puluh tujuh atau ketiga puluh delapan sejak penawanan Yekhonya. Berarti tiga puluh tahun sebelum Koresh memberikan pengampunan kepada orang Yahudi. Dengan demikian, nampaknya, Zerubabel, saat diangkat oleh Koresh untuk menjadi bupati orang Yahudi, berumur tiga belas atau paling banter empat belas tahun. Tetapi kami memilih tidak memhahas masalah ini karena bahaya yang mungkin timbul pada zaman sekarang. Adapun orang yang tercerahkan, cukuplah bagi mereka isyarat sekilas, selanjutnya silakan mengikuti dengan sedikit teliti, silsilah Yekhonya yang tersebut dalam fasal 3 dari kitab I Tawarikh mulai ayat 17 hingga akhir fasal, kemudian membandingkan naskah bahasa Ibrani dengan naskah Septuaginta (Tujuh puluhan). Mereka akan mengetahui dengan mudah bahwa teks kitab-kitab ini ditulis setelah Yudas Makabe membangun kembali kota Yerusalem, yaitu waktu hilangnya kekuasaan dari tangan cucu-cucu Yekhonya, bukan sebelumnya. (Sp)
Spinoza berpendapat bahwa para imam sengaja menghaptt s keturunan Yoyakhin setelah Elyoenai, kemudian menyandangkan kitab Tawarikh I dan II kepada mereka ini.
Yekhonya adalah nama lain dari Yoyakhin. Raja Yehuda ke-19 (597).
Yudas Makabe adalah anak ketiga Matatias. Setelah ayahnya meninggal memimpin pemberontakan melawan Antiakhus Eupator untuk membebaskan orang Yahudi dan memenangkan banyak pertempuran dengan komandan-komandan raja (I Makabe 3:1-4, 35) Selanjutnya memasuki Yerusalem dan membersihkan rumah Tuhan. Setelah itu, dia meneruskan perlawanannya di Yordania Timur untuk membebaskan orang Yahudi yang ada di sana. Tetapi Lysias malah kembali ke Filistin, mengalahkannya dan menguasai Yerusalem ( I Makabe 6). Setelah berkuasa, Lysias mengangkat Alkimos sebagai imam agung atas persetujuan Hasidim. Akibatnya, orang Yahudi mengumumkan perlawanan terhadap imam baru. Dintitrius I mengutus Bosides untuk melantik imam, tetapi dibunuh oleh orang Yahudi. Alkimus pergi ke Antiokhia. Setelah itu, Dinutrius mengutus panglimanya, Nakanor tetapi dikalahkan oleh Makabe (I Makabe 7:32). Makabe lalu bersekutu dengan Romawi (I Makahe 8). Tetapi pada waktu diutusnya senat Romawi ke Dimitrius. Kidus mengalahkan Yehuda hingga menemui ajalnya.
Koresh: Cyrus, raja Persia dari kabilah Pazargad yang menggabungkan diri ke dalam kabilah-kabilah lain dan membentuk bangsa Persia.
2). Tawarikh 9:1 Seluruh orang Israel telah terdaftar dalam silsilah; mereka tertulis dalam kitab raja-raja Israel, .sedang orang Yehuda telah diangkut ke dalam pembuangan ke Babel oleh karena perbuatan mereka yang tidak.setia.
I Tawarikh 9:17 Penunggu-penunggu pintu gerbang ialah Salum, Akub, Talmon dan Ahiman, dengan sanak saudara mereka; Salum ialah kepala.
3). Nehemia 11:19 Para penunggu pintu gerbang: Akub dan Talmon dengan saudara-saudara mereka yang mengadakan penjagaan di pintu-pintu gerbang, berjumlah seratus tujuh puluh dua orang.
4). Orang Yahudi menolak kitab Kebijaksanaan Salomo karena naskah aslinya berbahasa Yunani, bukan Ibrani.
5). Kira-kira tahun 621 S.M. pada masa pemerintahan raja Yosia (lihat catatan berikut).
6). Philon d'Alexandrie: Filosof Yahudi terkenal. Lahir di Alexandria, Mesir sekitar tahun 20 S.M. dari keluarga kahin. Peristiwa terpenting dalam hidupnya adalah keikutsertaannya dalam delegasi yang dikirim oleh umat Yahudi untuk menemui kaisar Kaligula sekitar tahun 40 S.M. ketika kaisar ini bemiat untuk membuat patung dirinya di kuil Yerusalem.
Karya terpenting Philon adalah tafsiran-tafsiran simboliknya atas kitab Kejadian dan Taurat Musa. Bertujuan untuk menjelaskan keselarasan ajaran-ajaran Alkitab dengan filsafat Yunani. Bahkan menurutnya. filsafat Yunani telah diambil dari wahyu Nabi Musa.
Pengaruh Philon sangat tampak dalam injil-injil dan surat¬surat Paulus. Misalnya dalam teori kalimah (firman) dalam Injil keempat. Dan komparasi Paulus antara jasad dan roh atau antara Adam rohani (Almasih) dengan Adam jasadi (Korintus 1, 15:45-49).
7). Cucu Yosia (pen. )
8). Yosia: raja Yehuda keenam belas (640-609 S.M.). Anak Amon, cucu Manasye. Naik takhta menggantikan ayahnya. Pada tahun 627 S.M. membersihkan kuil Yerusalem dari semua praktek ibadah yang bertentangan dengan agama Yahwe (II Tawarikh 34:3-7). Akhirnya, mati dibunuh oleh Firaun Nekho dalam pertempuran di Megido (II Raja-Raja 23:29, 30).
9). Yesaya 1:1. Penglihatan yang telah dilihat Yesaya bin Amnos tentang Yehuda dan Yerusalem dalam zaman Uzia, Yotam, Ahas dan Hizkia, raja-raja Yehuda.
10). Il Tawarikh 26:22 Selebihnya dari riwayat Uzia, dari awal sampai akhir, ditulis oleh nabi Yesaya bin Amos.
11). Manasye: raja Yehuda keempat belas (687-642). Putra Hizkia. Menjadi raja saat berumur dua belas tahun. Mempunyai kebijaksanaan yang berbeda dengan ayahnya. Menyebarkan penyembahan dewa Baal, tentara langit dan banyak dewa-dewa pagan. Untuk dewa-dewa itu dia bangunkan rumah-rumah di dalam rumah Tuhan. Mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api meramal dan membaca bintang-bintang, dan menghubungi para pemanggil arwah dan para pemanggil roh peramal (II Raja-Raja 21:1¬19). Mcnindas para pengikut Yahwe. Kemungkinan besar membunuh Yesaya pada masa tuanya (II Raja-Raja 21:16). Pengaruhnya masih tetap hertahan selama empat puluh tahun (Yeremia 7:9, 8:2).
12). Yeremia 21:4-6 Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Sesungguhnya, Aku akan membalikkan senjata perang yang kamu pegang, yang kamu pakai berperang melawan raja Babel dan melawan orang-orang Kasdim yang mengepung kamu dari luar tembok; Aku akan mengumpulkannya ke dalam kota ini. Aku sendiri akan berperang melawan kamu dengan tangan yang teracung, dengan lengan yang kuat, dengan murka, dengan kehangatan amarah dan dengan kegusaran yang besar. Aku akan memukul penduduk kota ini, baik manusia maupun binatang; mereka akan mati oleh penyakit sampar yang hebat.
13). Zedekia raja Yehuda terakhir (597-586). Menggantikan saudara sepupunya, Yoyakhin atas perintah Nebukadnezar setelah pengepungan Yerusalem yang pertama. Kepribadiannya sangat lemah tidak tegas dan masih muda (21 tahun). Memenjarakan Yeremia karena sarannya tidak berkenan di hatinya (Yeremia 37:15). Ketika sekutu negara-negara Filistin dan Mesir melawannya, Nebukadnezar datang dan mengepung Yerusalem selama delapan belas bulan. Setelah meminta saran ke Yeremia lagi dia diberitahu akan jatuh ke tangan raja Babel (Yeremia 37:17, 38:14). Ketika orang-orang Babel tiba di Yerusalem, lari ke Yerikho bersama keluarganya. Namun tertangkap juga dan disembelih beserta segenap keluarganya.
14). Dalam fasal ini disebut Konya bin Yoyakim, kependekan dari Yekhonya, nama lain dari Yoyakhin.
15). Yeremia 22:3 Beginilah firman TUHAN: lakukanlah keadilan dan kebenaran, lepaskanlah dari tangan pemerasnya orang yang dirampas haknya, janganlah engkau menindas dan janganlah engkau memperlakukan orang asing, yatim dan janda dengan keras, dan janganlah engkau menumpahkan darah orang yang tak bersalah di tempat ini!
Yerenua 22:5 Tetapi jika kamu tidak mendengarkan perkataan-perkataan ini, maka Aku sudah bersumpah demi diri-Ku, dernikianlah firman TUHAN, bahwa istana ini akan menjadi reruntuhan.
Yeremia 22:7 Aku akan menetapkan pemusnah-pemusnah terhadap engkau, masing-masing dengan senjatanya; mereka akan menebang pohon aras pilihanmu dan mencampakkannya ke dalam api.
16). Yeremia 25:1 Firman yang datang kepada Yeremia tentang segenap kaum Yehuda dalam tahun keempat pemerintahan Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, yaitu dalam tahun pertama pemerintahan Nebukadnezar, raja Babel.

17). Spinoza ingin menyebutkan ayat-ayat pertama beberapa fasal dalam kitab Yeremia dan menunjukkan perangkaian yang serampangan, seperti:
37:1 Zedekia bin Yosia menjadi raja menggantikan Konya bin Yoyakim; Nebukadnezar, raja Babel, telah mengangkat dia menjadi raja atas negeri Yehuda.
29:1 Beginilah bunyi surat yang dikirirn oleh nabi Yeremia dari Yerusalem kepada tua-tua di antara orang buangan, kepada imam-imam, kepada nabi-nabi dan kepada seluruh rakyat yang telah diangkat ke dalam pembuangan oleh Nebukadnezar dari Yerusalem ke Babel.
30:1 Firman vang datang dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya:
32:1 Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia dalam tahun yang kesepuluh pernerintahan Zedekia, raja Yehuda; itulah tahun yang kedelapan belas pemerintahan Nehukadnezar.
33:1 Datanglah firman TUHAN untuk kedua kalinya kepada Yeremia, ketika ia masih terkurung di pelataran penjagaan itu, bunyinya:
34:1 Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, ketika Nebukadnezar, raja Babel dan segala tentaranya, segala kerajaan di bumi yang dibawah pemerintahannya, dan segala bangsa berperang melawan Yerusalem dan segala katanya:
35:1 Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia di zaman Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, bunyinya:
36:1 Dalam tahun yang keempat pemerintahan Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, datanglah firman ini dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya:
18). Fasal 38 dimulai dengan ungkapan seperti berikut ini (1-3): ... perkataan yang tidak henti-henti diucapkan oleh Yeremia kepada segenap orang banyak itu: "Beginilah firman TUHAN: Siapa yang tinggal di kota ini akan mati karena pedang, karena kelaparan dan karena penyakit sampar; tetapi siapa yang keluar dari sini mendapatkan orang Kasdim, ia akan tetap hidup; nyawanya akan menjadi jarahan baginya dan ia telap hidup. Beginilah firman TUHAN: Kota ini akan pasti diserahkan ke dalam tangan tentara raja Babel yang akan merebutnya. "
Ayat-ayat ini sama dengan ayat-ayat yang ada dalam 21 (8¬10): 21:8. Tetapi kepada bangsa ini haruslah kau katakan: Beginilah firman TUHAN: "Sesungguhnya, Aku menghadapkan kepada kamu jalan kehidupan dan jalan kematian. Siapa yang tinggal di kota ini akan mati karena pedang, karena kelaparan dan karena penyakit sampar; tetapi siapa yang keluar dari sini dan menyerahkan diri kepada orang-orang Kasdim yang mengepung kamu, ia akan tetap hidup; nyawanya akan menjadi jarahan baginya. Sebab Aku telah menentang kota ini untuk mendatangkan kecelakaan dan bukan untuk mendatangkan keberuntungannya, demikianlah firman TUHAN. Kota ini akan diserahkan ke dalam tangan raja Babel yang akan membakarnya habis dengan api. "
19). Fasal 37 (11-15) menceritakan penangkapan Yeremia dengan cara seperti berikut:
11-15 Ketika tentara orang Kasdim itu telah angkat kaki dari Yerusalem oleh karena takut kepada tentara Firaun, maka keluarlah Yeremia dari Yerusalem untuk pergi ke daerah Benyamin dengan maksud mengurus di sana pembagian warisan di antara kaum keluarga. Tetapi ketika ia sampai ke pintu gerbang Benyamin, maka di sana ada seorang kepala jaga yang bernama Yeria bin Selemya bin Hananya: ia menangkap nabi Yeremia sambil berteriak: "Engkau mau menyeberang kepada orang Kasdim!" Dan sekalipun Yeremia menjawab: "Itu bohong, aku tidak hendak menyeberang kepada orang Kasdim!", tetapi Yeria tidak mendengarkan, lalu ia menangkap Yeremia dan membawanya menghadap para pemuka. Para pemuka ini menjadi marah kepada Yeremia: mereka memukul dia dan memasukkannya ke dalam rumah tahanan, rumah panitera Yonatan itu; adapun rumah itu telah dibuat mereka menjadi penjara.
Sedang fasal 38 ayat 6 dan seterusnya menuturkan penangkapan Yeremia dengan cara berikut:
38:6 Maka mereka mengambil Yeremia dan memasukkannya ke dalam perigi milik pangeran Malkia yang ada di pelataran penjagaan itu; mereka menurunkan Yeremia dengan tali. Di perigi itu tidak ada air, hanya lumpur, lalu terperosoklah Yeremia ke dalam lumpur itu.
20). Yeremia 36:1, 2 Dalam tahun yang keempat pemerintahan Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, datanglah firman ini dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya: "Ambilah kitab gulungan dan tulislah di dalamnya segala perkataan yang telah Kufirmankan kepadamu mengenai Israel, Yehuda dan segala bangsa, dari sejak Aku berbicara kepadamu, yakni dari sejak zaman Yosia, sampai waktu ini.
21). Ayat yang pertama (Yeremia 45:2) dengan terus terang menunjukkan hal itu: "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel, tentang engkau, hai Barukh! Pembicaraan ini berakhir pada ayat yang kedua (Yeremia 51:59): Pesan yang diberikan nabi Yeremia kepada Seraya bin Neria bin Mahseya, ketika Seraya pergi bersama-sama Zedekia, raja Yehuda, ke Babel pada tahun yang keempat dari pemerintahannya--Seraya waktu itu adalah kepala perlengkapan.
22). Dari empat ayat pertama yang disebutkan oleh Spinoza, terlihat jelas bahwa tiap ayat dari kitab Yehezkiel itu merupakan permulaan dari teks baru:
1:1 Pada tahun ketiga puluh, dalam bulan yang keempat, pada tanggal lima bulan itu, ketika aku bersama-sama dengan para buangan berada di tepi sungai Kebar, terbukalah langit dan aku melihat penglihatan-penglihatan tentang Allah.
1:2 Pada tanggal lima bulan itu, yaitu tahun kelima sesudah raja Yoyakhin dibuang,
1:3 datanglah firman TUHAN kepada imam Yehezkiel, anak Busi, di negeri orang Kasdim di tepi sungai Kebar, dan di .suna kekuasaan TUHAN meliputi dia.
1:4 Lalu aku melihat, sungguh, angin badai bertiup dari utara, dan membawa segumpal awan yang besar dengan api yang berkilat-kilat dan awan itu dikelilingi oleh sinar; di dalam; di tengah-tengah api itu kelihatan seperti suasa mengkilat.
23). Yehezkiel 1:1 Pada tahun ketiga puluh, dalam bulan yang keempat, pada tanggal lima bulan itu, ketika , aku bersama-sama dengan para buangan berada di tepi sungai Kebar, terbukalah langit dan aku melihat penglihatan-penglihatan tentang Allah.
24). Yehezkiel 17:12 "Katakanlah kepada kaum pemberontak: Tidakkah kamu mengetahui apa artinya ini? Katakan: Lihat, raja Babel datang ke Yerusalem dan ia mengambil rajanya dan pemuka¬pemukanya dan membawa mereka ke Babel baginya. "
25). II Tawarikh 33:10 Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Manasye dan rakyatnya, tetapi mereka tidak menghiraukannya.
II Tawarikh 33:18, l9 Selebihnya dari riwayat Manasye, doanya kepada Allahnya, dan ucapan-ucapan para pelihat yang berkata-kata kepadanya dengan nama TUHAN, Allah Israel, sesungguhnya semuanya itu terdapat dalam riwayat raja-raja Israel. Doanya dan pengabulan doanya, segala dosa dan ketidaksetiaannya, semua tempat di mana ia telah membangun bukit-bukit pengorbanan serta mendirikan tiang-tiang berhala dan patung-patung sebelum ia merendahkan diri, sesungguhnya semuanya itu tertulis dalam riwayat para pelihat.
26). Nubuat dua belas nabi adalah dua belas kitab nabi yang ukurannya lebih kecil, yaitu menurut urutan sejarah: Amos, Hosea, Mikha, Zefanya, Nahum, Habakuk. Hagai, Zakharia, Obaja, Yunus, Maleakhi dan Yoel. (H.H)
27). II Raja-Raja 14:25 Ia mengembalikan daerah Israel, dari jalan masuk ke Hamat sampai ke Laut Araba sesuai dengan firman TUHAN, Allah Israel, yang telah diucapkan-Nya dengan perantaraan hamha-Nya, nabi Yunus bin Amitai dari Gat-Hefer.
28). Yehezkial 14:14 biarpun di tengah-tengahnya berada ketiga orang ini, yaitu Nuh, Daniel dan Ayub, mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH.
29). Momos (Momus) dewi Yunani yang menggambarkan tokoh parodi pedas. Putri malam dan saudara perempuan Hesperides. (H.H.)
30). Fasal 8 adalah satu-satunya fasal yang menggunakan kata ganti orang pertama. Daniel 8:1 Pada tahun yang ketiga pemerintahan raja Belsyazar, nampaklah kepadaku. Daniel, suatu penglihatan sesudah yang tampak kepadaku dahulu itu.
Sedang tujuh fasal pertama menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada raja Yoyakim, Nebukadnezar, Belsyazar dan Darius.



Selanjutnya, kitab Ezra bertalian erat dengan kitab Daniel ini hingga membuat kita sangat mudah untuk mengatakan bahwa penulis dua kitab itu adalah satu orang. Penulis itu ingin mencatat sejarah umat Yahudi sejak tawanan pertama. Setelah itu, kami juga tidak ragu-ragu untuk mempertalikan kitab Ester dengan kitab Ezra ini karena konteks permulaannya yang tidak menyiratkan kitab lain. Di samping itu, kita juga tidak boleh menganggap bahwa kitab Ester ini adalah kitab yang pernah ditulis oleh Mordekhai.31) Fasal 9 ayat 20 sampai dengan 22 menyebutkan bahwa Mordekhai menulis beberapa pucuk surat dan setelah itu juga menjelaskan isi dari surat-surat itu. Hal serupa juga diceritakan dalam ayat 31 dari fasal yang sama.32) Ratu Ester menyelenggarakan pesta Purim (Undian)33) dan perintahnya telah ditulis dalam sebuah kitab, yakni (jika kita ingin memberikan makna kata itu dalam bahasa Ibrani) di dalam sebuah kitab yang dikenal oleh semua orang pada saat sang penutur menuliskan kitab ini. Hanya saja, Ezra juga banyak yang lain-lain terpaksa mengakui bahwa kitab ini telah hilang bersamaan dengan kitab-kitab lain. Akhirnya, kisah ini beralih ke sejarah raja¬raja Persia untuk mendapatkan data-data lain tentang Mordekhai. Terlepas dari itu semua, yang tidak boleh diragukan adalah bahwa penulis kitab ini adalah orang yang sebelumnya pernah menulis kisah Daniel dan kisah Ezra, juga kitab Nehemia karena dinamakan juga dengan Ezra II. Jadi kita bisa memastikan bahwa empat kitab ini: Daniel, Ezra, Ester dan Nehemia ditulis oleh satu orang.34)
Adapun siapa penulis itu, sekadar menduga pun kami tidak mampu. Kendati begitu, jika ingin mengetahui dari mana, penutur itu -siapa pun dia- mendapatkan data-data mengenai kisah-kisah ini atau barangkali sebagian besar kandungan kitab yang dia tulis itu dia nukil darinya, kita harus mengatakan bahwa para hakim dan pemimpin Yahudi awal seperti halnya raja-raja mereka dalam kerajaan lama, biasanya memiliki juru tulis atau ahli sejarah yang bertugas mencatat sejarah tahun-tahun dan berita hari-hari menurut urutan waktu. Sejarah-sejarah dan berita-berita ini banyak disebutkan dalam kitab Raja-Raja. Sedang berita-berita dan sejarah-sejarah tentang para pemimpin dan imam kuil kedua, pertama-tama disebutkan dalam kitab Nehemia (12:23),35) kemudian di kitab I Makabe (16:24).36) Tidak diragukan, bahwa inilah kitab (lihat Ester 9:34)37) yang baru saja kita bicarakan, yaitu kitab yang memuat perintah Ester dan kata-kata yang ditulis oleh Mordekhai dan oleh Ibnu Ezra dinyatakan telah hilang. Jadi nampaknya dari kitab inilah seluruh kandungan empat kitab Perjanjian Lama yang telah kita sebutkan tadi diambil atau dinukil. Hal ini karena penutisnya tidak pernah menyebutkan kitab lain, sementara itu kita juga tidak mendapatkan kitab lain yang mempunyai otoritas yang diakui oleh semua orang. Di samping itu, kitab-kitab ini tidak mungkin ditulis oleh Ezra atau Nehemia, sebagaimana terlihat dalam daftar yang diberikan oleh Nehemia (Nehemia 12:10, 11)38) kepada penerus imam besar Yosua hingga Yadua, imam besar keenam yang berjalan di depan Alexander Agung setelah kerajaan Persia runtuh (lihat Yusuf: Sejarah Yahudi Kuno, buku 11, fasal 8). Dalam bukunya, Di Sepanjang Zaman, Philon menyebutnya dengan kahin agung keenam belas dan terakhir di bawah naungan pemerintahan Persia. Nehemia juga mengisyaratkan hal ini dalam fasal yang sama, ayat 22. Di situ disebutkan: Orang-orang Lewi pada zaman Elyasib, Yoyada, Yohanan dan Yadua, para kepala kaum keluarga, juga para imam tertulis diatas39) pemerintahan Darius, orangq Persia itu. Kata tertulis ini berarti nama¬nama mereka tertulis di dalam sejarah. Sementara itu, kami berpendapat bahwasanya tidak akan mungkin terdetik dalam benak seseorang bahwa Ezra atau Nehemia hidup sepanjang masa pemerintahan empat belas raja Persia. Koresh adalah raja Persia pertama yang membolehkan orang Yahudi untuk membangun kuil kembali. Waktu yang membentang sejak saat ini hingga masa Darius, akhir empat belas raja Persia lebih dari dua ratus tiga puluh tahun. Maka dari itu kami menyatakan tanpa ragu-ragu bahwa empat kitab ini ditulis lama setelah Yudas Makabe mengembalikan praktek ibadah ke dalam kuil. Ditulis karena, pada masa itu, banyak beredar kitab-kitab palsu yang disandangkan kepada Daniel, Ezra dan Ester yang ditulis oleh orang-orang yang mempunyai maslahat tertentu. Dapat dipastikan mereka ini adalah pendukung kelompok Saduki40). Setahu kami, orang Farisi tidak menerima kitab-kitab ini sama sekali. Meskipun beberapa mitologi yang terkandung dalam sesuatu yang dinamakan kitab Ezra IV tersebut juga di dalam Talmud, tetap saja tidak boleh disandangkan kepada orang Farisi. Hal ini karena tidak ada seorang penafsir pun dari mereka-kecuali jika sangat bodoh- yang tidak mengetahui bahwa mitologi¬-mitologi itu adalah tambahan dari seorang badut profesional. Bahkan kami mengira bahwa motiv karya guyonan ini adalah untuk melemahkan kepercayaan terhadap tradisi tertulis di depan umum. Tapi, bisa jadi juga, kitab-kitab itu ditulis dan disebarkan pada masa itu adalah untuk menjelaskan kepada masyarakat terwujudnya nubuat-nubuat Daniel demi menguatkan emosi keagamaan dan tidak putus asa terhadap masa depan atau terbebas dari malapetaka yang terjadi secara beruntun. Baik kitab¬kitab itu ditulis pada waktu yang lebih awal atau lebih kemudian, yang jelas telah dimasuki oleh banyak kesafahan -yang menurut kami- disebabkan oleh ketergesa-gesaan para penyalin. Sebenarnya, kita semua mendapatkan dalam kitab-kitab ini, juga yang lain, tetapi dalam kitab-kitab lebih banyak, beberapa catatan pinggir yang telah kita bahas dalam fasal terdahulu. Beberapa ayat darinya juga tidak bisa ditafsirkan kecuali dengan kesalahan penyalinan. Sebalum menjelaskan itu, kami ingin mengingatkan bahwa jika kita ingin mengakui seperti orang Farisi bahwa catatan-catatan pinggir yang ada dalam teks-teks itu berasal dari para penulis kitab terdahulu, kita harus mengatakan -jika penulisnya lebih dari satu- bahwa mereka membuat catatan-catatan itu karena naskah buku sejarah yang dipakai sebagai rujukan tidak ditulis secara hati-hati. Sementara itu, mereka tidak berani mengoreksi naskah lama yang diwariskan oleh nenek moyang meskipun jelas¬jelas salah. Namun kami tidak mau kembali lagi ke tema yang telah kita bahas sebelum ini. Oleh karena itu, kami akan langsung berpindah ke pembahasan kesalahan¬kesalahan yang tidak diberi catatan pinggir:
Kami tidak tahu jumlah kesalahan yang menyusup ke dalam fasal 2 dari kitab Ezra. Dalam ayat 64, yang tersebut dalam jumlah keseluruhan yang dihitung dari jumlah-jumlah kelompok adalah 42.360 orang.41) Sementara itu, jika kita jumlahkan sendiri jumlah-jumlah kelompok itu kita akan menghasilkan bilangan sebesar 29.818 orang saja. Dengan demikian, pasti ada kesalahan, bisa jadi dalam jumlah keseluruhan atau jumlah kelompok. Tapi, tampaknya, jumlah keseluruhanlah yang benar, karena jumlah ini yang biasanya dihafal dan diingat. Sementara jumlah kelompok keadaannya tidak begitu. Jika kesalahan itu terjadi pada jumlah keseluruhan, semua orang pasti tahu dan langsung membenarkannya. Dan memang inilah yang ditegaskan lagi dalam fasal 7 dari kitab Nehemia. Di sini fasal Ezra (yang dinamakan catatan silsilah seperti disebutkan dalam ayat 5)42) itu disebutkan lagi. Jumlah keseluruhannya sama, yaitu 42.360 orang.43) Sementara itu, terjadi banyak sekali perbedaan dalam jumlah bagian. Ada yang lebih banyak dan ada lebih sedikit. Jika jumlah-jumlah bagian itu kita jumlahkan, kita akan menghasilkan angka 31.089 orang. Dengan demikian tidak bisa diragukan lagi, telah terjadi banyak kesalahan dalam jumlah-jumlah bagian saja. Baik yang tersebut dalam kitab Ezra maupun yang tersebut dalam kitab Nehemia. Para penjelas yang berusaha untuk memadukan hal-hal yang nyata-nyata kontradiktif itu telah mengerahkan segala daya dan upaya untuk mengarang tafsiran tertentu. Mereka tidak tahu, bahwa dengan pengkultusan huruf-huruf dan kata-kata kitab suci itu telah menjadikan para penulis kitab suci sebagai bahan ejekan, sebagaimana telah kita singgung dalam bagian terdahulu. Para penulis kitab suci itu telah mereka jadikan orang-orang yang tidak tahu bagaimana harus berbicara atau bagaimana merangkai tema-tema pembicaraan mereka. Bahkan yang mereka lakukan itu adalah mengubah teks kitab suci yang jelas menjadi sangat tidak jelas. Jika setiap orang boleh menafsirkan teks-teks kitab suci menurut caranya sendiri, niscaya tidak akan ada satu teks pun yang bisa diragukan makna hakikinya. Selanjutnya, tidak ada hal yang mendorong kita untuk berhenti terlalu lama dalam masalah ini. Kami betul-betul yakin, jikalau saja ada seorang penutur ingin menirukan cara yang mereka anggap berasal dari para penulis kitab suci itu, mereka sendirilah yang paling dulu menghujaninya dengan ejekan dan hinaan. Di sisi lain, jika para ahli tafsir itu menyangka bahwa seseorang telah menghina Tuhan, saat mengatakan bahwa kitab suci itu telah disimpangkan dalam sebagian teksnya, kami akan bertanya-tanya, "Sebutan apa yang pantas diberikan kepada mereka yang menyusupkan bidah-bidah ke dalam kitab suci? Sebutan apa pula yang pantas diberikan kepada mereka yang menurunkan derajat para penutur suci, hingga tampak seperti sedang mengigau? Sebutan apa pula yang pantas diberikan kepada mereka yang menolak bagian paling jelas dari Alkitab? Bagian Alkitab mana yang lebih jelas daripada maksud yang diinginkan oleh Ezra dan kawan-kawan dari catatan silsilah dalam fasal 2 dari kitab yang memakai namanya, ketika membagi jumlah keseluruhan orang Israel yang pergi ke Yerusalem ke dalam kelompok¬kelompok? Apalagi mereka bukan saja tidak menyebutkan jumlah orang yang bisa diketahui silsilahnya, tetapi juga tidak menyebutkan jumlah orang yang tidak bisa diketahui silsilahnya. Apa yang lebih jelas daripada yang disebutkan oleh ayat 5 fasal 7 dari kitab Nehemia bahwa fasal ini dinukil secara harfiah dari catatan itu?" Orang yang mempunyai tafsiran lain selain itu berarti telah mengingkari makna hakiki dari kitab suci dan akhirnya juga mengingkari kitab suci itu sendiri. Hal itu, karena mereka menganggap bisa membuktikan ketakwaan mereka dengan memadukan antara suatu teks dengan teks-teks lain dalam kitab suci. Betapa ironisnya, takwa yang memadukan teks yang jelas dengan teks-teks yang tak jelas, mencampur adukkan antara yang jujur dan yang bohong serta menghapuskan yang benar dengan yang salah! Kendati begitu, kami tidak ingin menganggap mereka telah menghina Tuhan. Niat mereka baik, tetapi setiap orang mempunyai potensi untuk salah.
Sekarang, mari kembali ke tema semula. Selain kesalahan-kesalahan yang harus kita akui dalam catatan istilah, baik yang tersebut dalam kitab Ezra maupun Nehemia, kita masih menemukan banyak kesalahan dalam nama-nama keluarga itu sendiri, dalam sifsilah, riwayat dan kami takut untuk mengatakan dalam nubuat-nubuat itu sendiri. Nubuat Yeremia untuk Yekhonya (Yoyakhin) dalam fasal 22 sepertinya sama sekali tidak cocok dengan kisah Yeyokhonya (lihat akhir kitab II Raja-Raja dan Yeremia serta I Tawarikh 3:17-19), 44) terutama kata-kata ayat terakhir dari fasal ini. Kami juga tidak tahu bagaimana dia bisa mengatakan mengenai Zedekia yang dicukil matanya:45) Engkau akan mati dengan damai... dan seterusnya (lihat Yeremia 34:5). Jika dalam menafsirkan nubuat kita harus kembali kepada realita itu sendiri, kita harus mengganti nama-nama dan menempatkan nama Zedekia di tempat Yoyakhin demikian pula sebaliknya. Tetapi hal ini merupakan kebebasan mengubah yang berlebihan. Selanjutnya, kami memilih untuk meninggalkan masalah ini dulu karena tidak bisa dipahami. Apalagi jika ada kesalahan di sini maka harus dikembalikan kepada penutur, bukan kepada manuskrip. Sedangkan kesalahan-kesalahan lain yang berkaitan dengan hal itu, menurut kami tidak perlu disebutkan di sini, karena kami tidak bisa melakukan hal itu tanpa menyebabkan rasa bosan kepada pembaca. Selain itu juga sudah banyak yang mengetahui kesalahan¬kesalahan ini. Misalnya, Imam Salomo karena kontradiksi sangat jelas mengenai silsilah yang dia temukan, terpaksa mengeluarkan pernyataan berikut (lihat penjelasannya terhadap kitab I, fasal 8 dari kitab Tawarikh): "Jika Ezra (dia mengiranya penulis Tawarikh) memberikan nama¬nama lain kepada bani Benyamin, memberikan kepada keturunannya silsilah yang berbeda dengan yang tersebut dalam kitab Kejadian, juga memberikan informasi mengenai sebagian besar kota orang Lewi yang berbeda dengan yang ada di Yosua, hal itu karena dia mengetahui banyak sumber." Lalu, katanya lagi, "Jika keturunan Gibeon dan lain-lain disebut dua kali dengan cara yang berbeda, hal itu karena Ezra menggunakan banyak dokumen yang berbeda-beda untuk setiap daftar keturunan. Saat menyebutkannya secara berulang-ulang itu dia mengikuti arah yang disiratkan oleh sebagian besar dokumen. Adapun, jika jumlah silsilah yang saling bertentangan dalam dua keadaan itu sama, berarti telah dinukil dari dua naskah." Dengan demikian, Imam Salomo mengakui sepenuhnya bahwa kitab-kitab ini telah dinukil dari refrensi-refrensi yang tidak cukup valid dan meyakinkan. Yang dilakukan para penjelas, saat berusaha memadukan berbagai macam teks yang saling bertentangan pada banyak kesempatan itu, sebenarnya tidak lebih dari memperlihatkan sebab-sebab kesalahan saja. Terakhir, menururt hemat kami, tidak akan ada orang yang mempunyai daya pikir sehat akan mengakui bahwa para penutur suci itu memang sengaja menulis dengan cara ini agar teks yang sama terlihat bertentangan dengan dirinya sendiri di tempat-tempat lain yang berbeda-beda. Sampai di sini, jika ada yang mengatakan bahwa metode kami dalam membahas kitab suci ini telah menjungkir balikkannya, karena dengan menggunakan metode ini, setiap orang akan meragukan kitab suci atau bahkan menganggapnya batil dari awal sampai akhir, kami malah mengatakan yang sebaliknya. Dengan metode ini kami malah berhasil melindungi teks-teks yang jelas dan autentik dari kemungkinan distorsi melalui teks-teks batil yang akan dipadukan dengannya. Selain itu, kerusakan sebagian teks bukanlah alasan untuk meragukan kesahihan seluruh teks yang lain. Tidak satu buku pun yang terbebas dari kesalahan. Mungkinkah seseorang meragukan kesahihan seluruh isi kitab karena beberapa kesalahan yang terdapat di dalamnya? Tidak akan pernah terjadi. Terutama, jika teks itu jelas dan pikiran penulis juga bisa dipahami.
Dengan ini, kami telah selesai menyampaikan catatan-catatan yang ingin kami berikan kepada kitab-kitab perjanjian lama. Dari situ, tampak jelas tidak adanya kitab¬kitab suci kanonik sebelum masa orang Makabe. Adapun kitab-kitab kanonik yang ada sekarang ini ada1ah hasil seleksi orang Farisi Kuil kedua dari sekian banyak kitab suci yang lain. Selain itu, mereka jugalah yang mengarang bentuk dan lafal-lafal sembahyang. Atas dasar ini, barangsiapa ingin membuktikan otoritas kitab suci maka harus membuktikannya satu persatu. Terbuktinya sumber ketuhanan salah satu kitab belum cukup untuk menyimpulkan bahwa kitab-kitab lain juga berasal dari Tuhan. Jika tidak, berarti kita telah mengakui bahwa orang Farisi tidak mungkin salah dalam menyeleksi kitab-kitab itu. Suatu hal yang tidak mungkin dibuktkan oleh siapa pun. Adapun alasan yang membuatku menerima bahwa golongan Farisi sendiriiah yang menyeleksi dan memasukkan kitab-kitab Perjanjian Lama ke dalam kelompok kitab kanonik itu adalah: pertama, nubuat kitab Daniel (fasal terakhir, ayat 2)46) tentang pembangkitan orang mati, suatu keyakinan yang ditolak oleh golongan Saduki. Kedua, yang disebutkan oleh golongan Farisi sendiri dalam Talmud. Misalnya kita membaca dalam Surat Sabat (fasal 2, lembaran 30, halaman 2): Imam Yehuda yang disebut Raba mengatakan, "Orang-orang pinter ingin menyembunyikan kitab Pengkhotbah, karena perkataan¬perkataannya yang bertentangan dengan perkataan¬perkataan kitab Syariat (kitab Syariat Musa). Tetapi kenapa mereka tidak menyembunyikannya? Kitab itu dibuka menurut syariat dan ditutup menurut syariat juga." Kemudian, mengatakan lagi, "Mereka juga ingin menyembunyikan kitab Amsal... dan seterusnya. Dan terakhir kita membaca dalam surat yang sama (fasal 1, lembaran 13, halaman 2): "Laki-laki yang dipanggil Nekhonia bin Hizkia ini terkenal tekun dan hati-hati. Tanpa dirinya, kitab Yehezkial pasti sudah hilang karena perkataan-perkataannya yang bertentangan dengan perkataan-perkataan syariat." Dari situ kita mengetahui dengan betul-betul jelas, bahwa sekelompok orang yang memahami kitab suci pernah berkumpul untuk memutuskan kitab-kitab apa saja yang harus dimasukkan ke dalam kitab-kitab kanonik dan apa saja yang harus disingkirkan. Dengan demikian barangsiapa ingin mengetahui dengan pasti otoritas seluruh kitab-kitab ini dia harus mengikuti pertemuan itu dan membuka pembicaraan dengan memngajukan pertanyaan tentang kenapa kitab-kitab itu memiliki otoritas yang seperti itu.
Sekarang tiba saatnya untuk meneliti kitab-kitab Perjanjian Baru dengan cara serupa, meskipun kami tahu bahwa sebelum ini, beberapa orang yang memiliki cukup ilmu, terutama ilmu bahasa telah melakukan pekerjaan ini, di samping itu, kami juga tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahasa Yunani hingga berani mengambil resiko dalam pekerjaan seperti ini. Sementara itu, kita juga tidak memiliki naskah-naskah asli dari kitab-kitab yang diketahui tertulis dalam bahasa Ibrani. Oleh karena itu, lebih baik kami tidak memasuki kawasan ini saja. Tapi rasa-rasanya, kami masih mempunyai kewajiban untuk menunjukkan poin-poin terpenting yang berkaitan dengan proyek kami ini.
Catatan :
31). Mordekhai: ayah angkat Ester. Diriwayatkan telah membongkar konspirasi terhadap raja. Tidak lama setelah itu dia menolak untuk membungkuk di depan Haman dan meminta kepada Ester agar memintakan ampunan bagi orang Yahudi kepada raja. Setelah Haman disingkirkan, Mordekhai semakin dekat dengan raja.
32). Ester 9:31. 32 supaya hari-hari Purim itu dirayakan pada waktu yang ditentukan, seperti yang diwajibkan kepada mereka oleh Mordekhai, orang Yahudi itu, dan oleh Ester, sang ratu, dan seperti yang diwujibkan mereka kepada dirinya sendiri serta keturunan mereka, mengenai hal berpuasa dan meratap-ratap. Demikianlah perintah Ester menetapkan perihal Purim itu, kemudian dituliskan di dalam kitab.
33). Hari raya Purim: hari raya orang Yahudi untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting mereka yang dituturkan dalam kitab Ester. Dinamai juga dengan hari raya Undian karena
Mordekhai menentukan hari pengangkutan orang Yahudi Persia dengan undian. Jatuh pada tanggal 14, l5 Maret. Didahului dengan satu hari puasa. Sore harinya, lampu-lampu dinyalakan dan umat Yahudi pergi ke kuil-kuil untuk membaca kitab Ester dan menumpahkan kutukan kepada musuh-musuh Israel. Pada mulanya adalah hari raya paganis berupa pesta rakyat (kamaval) umat Yahudi. Di dalamnya, para imam membolehkan minum khamar dan mabuk¬mabukkan hingga sulit untuk membedakan antara barakah Mordekhai dan kutukan Haman. Dalam tradisi Yahudi. hari raya Purim juga dinamai dengan hari raya Mordekhai (II Makabe 15:36-37).
34). Penutur sendiri memberikan kesaksian bahwa bagian terbesar dari kitab ini diambil dari tulisan-tulisan Nehemia (1:1). Tetapi, tidak diragukan lagi bahwa sejak fasal 8 hingga fasal 12: 26 dan dua ayat terakhir dari fasal 12 yang merupakan dua ayat sisipan di dalam kata-kata Nehemia adalah tambahan dari penutur yang hidup setelah Nehemia.
Nehemia l:l-2 Riwayat Nehemia bin Hakhalya. Pada bulan Kislew tahun kedua puluh, ketika aku ada di puri Susan, datanglah Hanani, salah seorang dari saudara-saudaraku dengan beberapa orang dari Yehuda. Aku menanyakan mereka tentang orang-orang Yahudi vang terluput, yang terhindar dari penawanan dan tentang Yerusalem. Sedang kalimat sisipan itu nampak jelas pada ayat (12:26): Mereka itu hidup pada zaman Yoyakim bin Yesua bin Yozadak dan pada zaman hupati Nehemia dan imam Ezra, ahli kitab itu. Juga dua kalimat sisipan berikut ini (12:46,47): Karena sudah sejak dahulu, pada zaman Daud dan Asaf, ada pemimpin-pemimpin penyanyi. ada nyanyian pujian dan nyanyian syukur bagi Allah. Pada zaman Zerubabel dan Nehemia semua orang Israel memberikan sumbangan bagi para penyanyi dan para penunggu pintu gerbang sekadar yang perlu tiap-tiap hari dan mempersembahkan persembahan kudus kepada orang-orang Lewi. Dan orang-orang Lewi mempersemhahkan persembahan kudus kepada anak-anak Harun.
35). Nehemia 12:23 Kepala-kepala kaum keluarga anak-anak Lewi tercatat dalam kitab sejarah sampai zaman Yohanan bin Elyasib.
36). I Makabe 16:24 Tercatat di dalam kitab Hari-Hari kekahinan agungnya sejak menjabat kahin agung setelah ayahnya.
37). Ester 9:32 Demikianlah perintah Ester menetapkan perihal Purim itu, kemudian dituliskan di dalam kitab.
38). Nehemia 12:10-11 Yesua memperanakkan Yoyakim, dan Yoyakim memperanakkan Elyasib, dan Elyasib memperanakkan Yoyada, dan Yoyada memperanakkan Yonatan, dan Yonatan memperanakkan Yadua.
39). Alkitab terjemahan resmi bahasa Indonesia: Tentang orang¬orang Lewi, para kepala kaum keduarga mereka tercatat pada zaman Elyasib, Yovada, Yohanun dan Yadua, sedang para imam tercatat sampai pemerintahan Darius, orang Persia itu.
40). Golongan Saduki dari kata Zadok, imam besar, hidup sezaman dengan Salomo (II Samuel 8:17, I Raja-Raja 1:34). Yehezkial menganggap mereka satu-satunya golongan yang berhak menjabat imam yang sah (Yehezkia1 40:46, 43:19). Mendirikan partai keimaman sekitar tahun 200 -yakni pada waktu yang sudah sangat kemudian- bergantung pada keluarga-keluarga kaya. Mereka cenderung menerima adat-adat Yunani, sejak penguasaan Yunani atas Syam. Oleh karena itu, mereka disingkirkan oleh para imam Makabe yang ingin mengembalikan adat istiadat kuno Yahudi. Namun partai mereka menguat pada masa pemerintahan Yahya Hirkan yang menindas golongan Farisi. Pada masa pemerintahan ratu Alexandra, golongan Farisi membalas dendam kepada musuh-musuhnya. Sedang pada masa raja Herodus, mereka mengemban tugas keagamaan dan sudah beradaptasi dengan kekuasaan asing. Memandang Almasih sebagai seorang revolusioner yang ingin menggulingkan rezim Roma (Yohanes 11:48). Mereka menerapkan syariat Musa secara utuh, tetapi dalam waktu yang sama tidak mempercayai pembangkitan jasmani (Mat 22:23-33, Kis 3:1-2, 23:6-9), adanya malaikat (Kis 23:8) dan asuhan (inayah) Tuhan. (HH.)
41). Ezra 2:64 Seluruh jemaah itu bersama-sama ada empat puluh dua ribu tiga ratus enam puluh orang,
42). Nehemia 7:5 Maka Allahku memberikan dalam hatiku rencana untuk mengumpulkan para pemuka, para penguasa dan rakyat, supaya mereka dicatat dalam silsilah. Lalu kudapati daftar silsilah orang-orang yang lebih dahulu berangkat pulang. Dalam daftar itu kudapati tertulis:
43). Nehemia 7:66 Seluruh jemaah itu bersama-sama ada empat puluh dua ribu tiga ratus enam puluh orang,
44). Di antara nubuat (penglihatan) yang diberikan oleh Yeremia kepada Yoyakhin (Yekhonya) dalam fasal 22 dari kitab Yeremia (ayat 30) adalah: Beginilah firman TUHAN: "Catatlah orang ini sebagai orang yang tak punya anak, sebagai laki-laki yang tidak pernah berhasil dalam hidupnya; sebab seorangpun dari keturunannya tidak akan berhasil duduk di atas takhta Daud dan memerintah kembali di Yehuda. "
Sedang kenyataan yang sesungguhnya sebagaimana diceritakan dalam kitab II Raja-Raja, Yeremia dan I Tawarikh adalah: Akhir kitab II Raja-Raja (25:28-30) Ewil-Merodakh berbicara baik-baik dengan dia dan memberi kedudukan kepadanya lebih tinggi dari pada kedudukan raja-raja yang bersama-sama dengan dia di Babel iu boleh mengganti pakaian penjaranya dan boleh selalu makan roti di hadapan raja selama hidupnya. Dan tentang belanjanya, raja selalu memberikannya kepadanya, sekadar yang perlu tiap-tiap hari, selama hidupnya.
Akhir kitab Yeremia (52:32-34) Ewil-Merodakh berbicara baik-baik dengan dia dan memberikan kedudukan kepadanya lebih tinggi dari pada kedudukun raja-raja yang bersama-sama dengan dia di Babel. Yoyakhin boleh rnengganti pakaian penjaranya dan holeh selalu rnakan roti di hadapan raja selama hidupnya. Dan tentang belanjanya, raja Babel selalu memberikannya kepadanya, sekadar yang perlu tiap-tiap hari, selama hidupnya, sampai hari matinya.
I Tawarikh 3:17-19 3:17 Anak-anak Yekhonya, orang kurungan itu, ialah Sealtiel, anaknya, lalu Malkhiram, Pedaya, Syenasar, Yekamya, Hosama dan Nedabya. Anak-anak Pedaya ialah Zerubabel dan Simei, dan anak-anak Zerubabel ialah Mesulam dan Hananya; Selomit ialah saudara perempuan mereka;
45). Yeremia 39:7 Kemudinn mata Zedekia dibutakannya, lalu ia dibelenggu dengan rantai tembaga untuk dibawa ke Babel.
46). Daniel 12:2 Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal.



Mandat Tuhan sang Rasul,
Wahyu Nabi dan Ajaran sang Guru

Pembahasan tentang apakah para rasul ketika
menulis surat-surat mereka itu sebagai rasul dan nabi atau sebagai guru, kemudian pembahasan tentang peran para rasul


Seseorang tidak bisa membaca Perjanjian Baru tanpa meyakini terlebih dahulu bahwa para rasul (apostle)1) itu juga para nabi. Tetapi perlu diketahui para nabi sendiri tidak selamanya berbicara berdasarkan wahyu. Bahkan, jarang sekali mereka berbicara dengan cara seperti itu. Dengan demikian, kita bisa bertanya, apakah para rasul itu menulis surat-surat mereka dalam kapasitas sebagai nabi dan berdasarkan wahyu atau mandat khusus, seperti halnya Musa, Yeremia dan lain-lain, atau sebagai manusia biasa dan seorang guru. Apalagi, Paulus dalam surat pertama kepada penduduk Korintus (14:6)2) membedakan dua jenis pekabaran. Jenis pertama bergantung pada wahyu sedang jenis kedua bergantung kepada pengetahuan biasa. Dengan demikian kita bisa bertanya lagi apakah dalam' surat-surat itu, para rasul bersabda layaknya seorang nabi atau mengajar layaknya seorang ahli fikih. Sekarang, jika kita meneliti cara penuturan surat-surat itu, kita akan mendapatkannya jauh berbeda dengan cara nabi dalam menuturukan sesuatu. Para nabi selalu menekankan bahwa diri mereka berbicara berdasarkan mandat dari Tuhan, seperti: inilah firman Tuhan, tuhan para tentara berfirman, denqan perintah Tuhan... dan seterusnya. Selanjutnya, penekanan semacam ini tidak hanya terjadi dalam sabda-sabda yang mereka sampaikan di depan umum, tetapi juga dalam surat-surat yang mengandung wahyu. Misalnya surat Eli kepada Yoram (lihat kitab II Tawarikh 21:12) yang juga dibuka dengan kata-kata berikut ini: "sebab itu beqinilah firman TUHAN...". Lain halnya dengan surat-surat para rasul. Di dalamnya, kita tidak mendapatkan sesuatu yang semisal dengan itu. Bahkan, sebaliknya, dalam surat pertama kepada Jemaat di Korintus (7:40),3) Paulus berbicara berdasarkan pendapatnya sendiri. Lebih dari itu, dalam banyak ayat, kita mendapatkan cara berbicara yang menyiratkan jiwa yang bimbang, seperti Surat kepada Jemaat di Roma (3:38) yang menyebutkan: "Karena kami mengira..."4) Demikian juga dengan ungkapan: "Sebab aku mengira..." yang tersebut dalam fasal 8 ayat 18. Selain itu, kita juga menemukan cara bertutur yang sangat jauh dari cara bertutur seorang nabi, seperti: "Hal ini kukatakan kepadamu sebaqai pembolehan, bukan sebagai perintah. " (lihat I Kor 7:6),5) juga ayat yang mengatakan: "... Untuk mereka aku tidak mendapat perintah dari Tuhan. Tetapi aku memberikan pendapatku sebaqai seorang yanq dapat dipercayai karena rahmat yang diterimanya dari Allah." (I Kor 7:25) dan ayat-ayat lain yang serupa. Selanjutnya, perlu diketahui bahwa ketika mengatakan -dalam beberapa ayat lalu- bahwa dirinya memegang atau tidak memegang mandat dari Tuhan, tidak berarti bahwa dirinya benar¬benar mendapatkan wahyu atau mandat dari Tuhan. Sebaliknya wahyu atau mandat yang dia maksudkan itu hanyalah ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Almasih kepada murid-muridnya di atas gunung.6) Dari sisi lain, jika kita mengamati cara para rasul dalam menyampaikan dogma Injil, akan tampak oleh kita bahwa cara itu jauh berbeda dengan cara penyampaian para nabi. Mereka selalu menggunakan penyimpulan (argumentasi) dalam setiap kesempatatan, sehingga tidak tampak sedang menyampaikan nubuat tetapi sedang berdebat. Sementara itu, nubuat hanya berisi dogma-dogma dan perintah¬perintah saja, karena Allah sendirilah yang berbicara, yakni Allah yang tidak menyimpulkan, tetapi hanya memerintah berdasarkan kekuasaan mutlak, sesuai dengan zat-Nya. Di samping itu, wewenang nabi memang tidak sejalan dengan penyimpulan. Oleh karena itu barangsiapa ingin membuktikan akidah-akidah yang mereka anut dengan penyimpulan maka dia telah menundukkan akidah-akidah itu di bawah penilaian pribadi. Sepertinya, inilah yang dilakukan oleh Paulus. Dia memang benar-benar menyimpulkan. Misalnya dalam surat pertama kepada Jemaat di Korintus (10:15) dia mengatakan, "Aku berbicara kepadamu sebagai orang-orang yang bijaksana. Pertimbangkanlah sendiri apa yang aku katakan!" Terakhir, para nabi menyampaikan kepada kita hal-hal yang diwahyukan, bukan hal-hal yang bisa diketahui dengan cahaya alami, yaitu penyimpulan. Meskipun dalam Pentateukh, kita bisa menemukan hal-hal yang sepintas lalu disimpulkan, jika kita amati lagi dengan lebih jeli akan tampak mustahil bisa dianggap sebagai argumen. Misalnya, saat Musa mengatakan kepada bani Israel dalam kitab Ulangan (31:27), "... Sedanqkan sekarang, selagi aku hidup bersama-sama dengan kamu, kamu sudah menunjukkan kedegilanmu terhadap TUHAN, terlebih lagi nanti sesudah aku mati." Ungkapan ini tidak boleh kita pahami bahwa Musa ingin meyakinkan bani Israel dengan penyimpulan bahwa setelah dirinya mati mereka pasti menjauhi penyembahan yang benar kepada Allah. Dalam kasus ini, argumen itu memang nyata-nyata batil. Dalilnya bisa kita ambil dari Alkitab sendiri. Terbukti, orang Israel tetap meniti jalan lurus pada masa Yosua dan setelah itu pada masa pemerintahan Samuel, Daud, Sulaiman... dan seterusnya. Dengan demikian, ungkapan Musa ini adalah sebuah penekanan etik yang dia sampaikan sebagai seorang orator yang meramalkan kehancuran bangsa Israel di masa depan dengan gaya yang mengandung spirit yang sama dengan spirit gambaran yang ada dalam benaknya mengenai masalah ini. Alasan yang menghalangi saya untuk menganggap Musa sedang berbicara sebagai pribadi dengan tujuan agar ramalannya bisa diterima oleh bangsa Israel secara lebih luas adalah ayat 21 dari fasal yang sama.7) Dalam ayat itu disebutkan bahwa kekalahan masa depan ini telah diwahyukan kepadanya dengan ungkapan yang berbeda. Selanjutnya, dengan cara ini pula kita harus memahami semua argumen Musa dalam Pentateukh. Argumen-argumen itu bukanlah pembuktian dengan akal, tetapi berbagai jenis gaya berbicara untuk mengungkapkan perintah Allah secara lebih efektif. Kendati begitu, saya tidak mengingkari secara total kemampuan para nabi dalam berargumen. Saya hanya menekankan bahwa semakin kuat argumen mereka, pengetahuan mereka itu akan lebih dekat kepada masalah-masalah wahyu daripada pengetahuan aiamiah. Apalagi kita semua mengakui bahwa para nabi memiliki pengetahuan super natural (alamiah) mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dogma-dogma murni, perintah-perintah dan hukum-hukum yang mereka serukan. Oleh karena itu, Musa sebagai nabi terbesar tidak pernah melakukan penyimpulan dalam arti yang sebenarnya.
Lain halnya dengan para rasul. Saya kira Paulus tidak menulis penyimpulan-penyimpulan panjang dan argumen-argumen yang ada di dalam Surat Kepada Jemaat di Roma berdasarkan wahyu super natural. Demikianlah, cara dan metode para rasul dalam berbicara dan berdiskusi -sebagaimana terlihat dalam surat-surat mereka¬menunjukkan dengan betul-betul terang bahwa tulisan-tulisan itu tidak berasal dari wahyu atau mandat dari Tuhan, tapi sekadar penilaian-penilaian pribadi dan alamiah bagi penulisnya. Selain itu juga hanya memuat pesan-pesan persaudaraan yang disertai dengan basa-basi dan ungkapan manis yang betul-betul berbeda dengan metode seorang nabi dalam mengungkapkan wewenangnya. Hal ini misalnya terlihat dalam permintaan maaf yang disampaikan oleh Paulus (Surat kepada Jemaat di Roma 15:15): "...dengan agak berani telah menulis kepadamu, wahai kawan-kawan." Selanjutnya, kita juga mendapatkan kesimpulan yang sama di saat tidak menemukan sesuatu pun yang menunjukkan bahwa para rasul itu pernah mendapatkan perintah untuk menulis. Sebaliknya, yang mereka terima hanya perintah untuk berdakwah8) di semua tempat yang mereka tuju dan mendukung perkataan¬perkataan mereka dengan mukjizat-mukjizat. Kehadiran mereka dibutuhkan, demikian juga dengan mukjizat yang mereka lakukan itu untuk membimbing manusia kepada agama dan mengukuhkan mereka di atas agama itu. Hal semacam ini terlihat jelas dalam kata-kata Paulus sendiri dalam suratnya kepada Jemaat di Roma (1:11): "Sebab aku ingin melihat kamu untuk memberikan karunia rohani kepadamu guna menguatkan kamu, "
Sampai di sini barangkali ada yang menyangkal bahwa dengan cara yang sama, kita juga bisa menyimpulkan bahwa pekabaran para rasul itu sendiri juga tidak mengandung sifat kenabian. Misalnya, ketika mereka pergi berdakwah di sana-sini, mereka tidak melakukannya berdasarkan mandat khusus selayaknya para nabi. Dalam Perjanjian Lama, misalnya kita membaca bahwa Yunus pergi ke Niniveh untuk melakukan pekabaran dan dalam waktu yang sama juga membaca bahwa Yunus secara khusus diutus kepada mereka itu serta diberi wahyu tentang apa yang harus dia kabarkan. Juga dikisahkan kepada kita secara terperinci bahwa Musa pergi ke Mesir sebagai utusan Allah, juga dikisahkan dengan cara yang sama apa saja yang harus dia sampaikan kepada bani Israel dan raja Firaun serta mukjizat apa saja yang bisa meyakinkan mereka. Yesaya, Yeremia dan Yehezkial juga mendapatkan perintah yang jelas untuk melakukan pekabaran kepada bani Israel. Terakhir, para nabi tidak mengabarkan sesuatu pun kecuali yang mereka terima dari Allah seperti diterangkan dalam kitab suci. Berbeda dengan para rasul yang pergi ke sana kemari untuk melakukan pekabaran. Kita tidak pernah mendapatkan dalam Perjanjian Baru suatu keterangan yang menjelaskan bahwa mereka pernah menerima sesuatu yang mirip dengan yang diterima oleh para nabi itu atau paling tidak, kita sangat jarang menemukannya. Bahkan terkadang kita mendapatkan yang sebaliknya. Ada beberapa ayat yang menyebutkan dengan terus terang bahwa mereka memilih sendiri tempat-tempat yang akan mereka dakwahi. Hal ini misalnya terlihat jelas dalam perdebatan yang berakhir dengan pertengkaran antara Paulus dan Barnabas (lihat Kisah Para Rasul 15:37, 38... dan seterusnya).9) Kita juga menemukan mereka pernah berusaha pergi ke tempat tertentu, tetapi gagal seperti dibuktikan oleh Paulus sendiri (Surat Kepada Jemaat di Roma 1:13): "...aku telah sering berniat untuk datang kepadamu -tetapi hingga kini selalu aku terhalang-¬" Hal serupa juga dia sebutkan dalam pasal terakhir dari Surat Pertama Kepada Jemaat di Korintus, ayat 12: "Tentang saudara Apalas: telah berulang-ulang aku mendesaknya untuk bersama-sama dengan saudara-saudara lain mengunjungi kamu, tetapi ia sama sekali tidak mau datang sekarang... ". Dari gaya bahasa semacam ini, juga dari perdebatan yang terjadi antar para rasul dan tidak adanya teks-teks yang menyebutkan bahwa mereka pergi berdakwah berdasarkan mandat dari Allah selayaknya para nabi, kita bisa menyimpulkan bahwa mereka melakukan pekabaran itu sebagai guru dan bukan nabi. Jika ada yang menyangkal seperti itu jawabannya sangatlah mudah jika kita mengamati perbedaan misi yang diemban oleh masing¬masing para rasul dan para nabi Perjanjian Lama. Kelompok yang terakhir ini tidak melakukan pekabaran kepada seluruh bangsa, tetapi kepada bangsa-bangsa tertentu saja. Oleh karena itu, masing-masing nabi harus mendapatkan mandat khusus dan jelas. Berbeda dengan rasul yang menyeru semua manusia kepada agama baru. Di mana pun mereka berada selalu melaksanakan mandat Almasih. Sebelum pergi berdakwah, mereka tidak memerlukan wahyu yang menjelaskan tema-tema yang harus dikabarkan karena mereka adalah murid-murid Almasih yang pernah mendapatkan sabda, "Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu. " (Matius 10:19, 20). Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa para rasul mengetahui dengan wahyu khusus hal-hal yang harus mereka kabarkan secara terang-terangan dan dalam waktu yang sama harus mereka dukung dengan mukjizat. Adapun hal-hal yang cukup mereka kabarkan saja, tanpa dukungan mukjizat, juga tanpa ditulis dan disampaikan secara terus terang itu telah mereka tulis atau katakan karena mereka mengetahuinya (dengan pengetahuan alami/biasa). Tentang masalah ini, lihat Surat Pertama Kepada Jemaat di Korintus (14:6).10) Selanjutnya, kita tidak perlu menghiraukan catatan yang mengatakan: Semua surat dimulai dengan menyebutkan rasul sebaqai rasul. Hal ini, karena selain diberi kemampuan untuk bernubuat, rasul juga diberi otoritas yang diperlukan untuk berdakwah; sebagaimana akan saya jelaskan saat ini. Kita katakan sekali lagi: mereka memang menulis surat-surat itu sebagai rasul dan karena alasan ini pulalah tiap orang dari mereka mengaku sebagai rasul pada awal suratnya. Mungkin sekali, mereka ingin menarik perhatian pembaca dengan cara yang lebih mudah. Yaitu dengan menunjukkan bahwa diri mereka adalah pemberita yang dikenal oleh segenap kaum mukminin, juga menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang mengabarkan agama yang benar dan jalan keselamatan dengan bukti-bukti yang jelas. Sebenarnya, semua yang dia katakan dalam surat-surat mereka mengenai misi yang harus diemban oleh para rasul dan roh kudus yang berada diri mereka itu -sepengatahuan saya- berkaitan dengan pekabaran mereka. Kecuali beberapa paragrap yang menggunakan ungkapan roh Allah atau roh kudus yang berarti pendapat yang benar dan lurus yang diperolah dari Tuhan... dan seterusnya. Misalnya, Paulus pernah mengatakan dalam surat pertama kepada Jemaat di Korintus (7:40): "Tetapi menurut pendapatku, ia lebih berbahagia, kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya. Dan aku berpendapat, bahwa aku juga berada di dalam Roh Allah." 11) Roh Allah yang dia maksud dalam teks ini adalah pendapat pribadinya. Konteks pembicaraan menunjukkan demikian. Dalam ayat itu, Paulus seolah ingin mengatakan, "Saya menilai bahwa janda yang tidak mau kawin lagi itu juga bahagia menurut pendapat pribadi saya. Saya yang memutuskan untuk hidup membujang juga merasa berbahagia." Selain ini, sebetulnya masih ada banyak teks lain yang menunjukkan maksud yang sama, tetapi tidak perlu kita sebutkan di sini. Namun, karena kita ingin membuktikan bahwa surat-surat para rasul itu telah ditulis berdasarkan cahaya alami saja, sekarang kita harus mengetahui bagaimana dengan pengetahuan alami itu mereka bisa mengabarkan hal-hal yang berada di luar batas-batasnya. Dalam hal ini, jika kita memperhatikan teori yang kita paparkan dalam fasal lalu (Fasal Satu) kesulitan-kesulitan itu akan hilang. Meskipun kandungan Taurat selalu berada di luar batas pemahaman kita, kita bisa menjelaskannya dengan penuh percaya diri dengan syarat tidak boleh menerima ketentuan kecuali yang diambil dari kitab suci itu sendiri. Dengan cara yang sama, para rasul bisa mengambil banyak kesimpulan dari segala sesuatu yang mereka lihat, dengar dan ketahui dengan wahyu kemudian mereka sampaikan kepada orang lain, jika mereka mau. Di samping itu, meskipun agama sebagaimana dikabarkan oleh para rasul -yaitu sekadar penuturan kehidupan Almasih- berada di luar lingkup nalar, dengan cahaya naluri setiap orang dari mereka mampu mengetahui intisari agama yang secara prinsipil -sebagaimana dogma¬dogma Almasih-12 tersusun dari ajaran-ajaran etika. Terakhir, para rasul tidak memerlukan cahaya super natural untuk merekayasa agama -setelah mereka buktikan kebenarannya dengan mukjizat- agar sesuai dengan tingkat pemahaman manusia dan selanjutnya bisa mereka dipahami dengan mudah, sebagaimana juga tidak memerlukan cahaya itu untuk menegur orang lain. Dua hal inilah tujuan ditulisnya surat-surat itu. Maksud saya, surat-surat itu ditulis dengan tujuan untuk menyeru dan memperingati manusia dengan cara yang dianggap paling cocok oleh setiap rasul untuk mengukuhkan mereka dalam agama itu. Selanjutnya, kita perlu mengingat lagi sesuatu yang pernah kita sebutkan sebelum ini, yaitu bahwasanya para rasul tidak hanya memiliki kemampuan untuk mengabarkan kehidupan Almasih, dalam kapasitas mereka sebagai nabi, yakni mendukung pekabaran itu dengan mukjizat, tetapi juga memiliki wewenang yang diperlukan untuk berdakwah dan memberikan peringatan dengan cara yang dianggap paling pas oleh setiap rasul. Dua tujuan ini pernah disebutkan oleh Paulus dalam surat kedua kepada Jemaat di Timotius (1:11): "Yanq untuknya aku telah ditetapkan sebagai pemberita, sebagai rasul dan sebagai guru kepada bangsa-bangsa, aku juga ditetapkan sebaqai pemberita dan rasul. Aku katakan kepada kalian semua dengan yang sebenar-benarnya, aku tidak berdusta sebaqai guru bangsa¬ bangsa di dalam keimanan yang benar."13 Perhatikan dengan baik ungkapan, "Aku katakan kepada kalian semua dengan yang sebenar-benarnya". Dengan kata-kata ini, Paulus menuntut diakusinya dua sifat itu sekaligus, yaitu sifat rasul dan sifat guru. Selanjutnya, dalam surat kepada Jemaat di Filemon (ayat 8), Paulus juga pernah menyebutkan wewenang yang membolehkannya untuk menegur semua orang, yaitu: "Karena itu, sekalipun di dalam Kristus aku mempunyai kebebasan penuh untuk memerintahkan kepadamu apa yang harus engkau lakukan... " Dalam ayat ini, kita harus mengamati, seandainya saja Paulus telah menerima wahyu dari Allah dalam kapasitasnya sebagai nabi sudah barang tentu dia tidak akan mungkin mengubah perintah-perintah Allah menjadi permohonan. Dengan demikian, kita harus mengakui bahwa Paulus sedang berbicara mengenai kebebasan untuk menegur orang lain yang dia miliki dalam kapasitasnya sebagai guru dan bukan nabi.
Namun demikian, dari keterangan yang baru lalu itu tidak tampak secara pasti bahwa dalam kegiatan mengajar itu para rasul bisa memilih jalan yang mereka anggap paling baik. Yang tampak hanyalah bahwa misi mereka itu memberikan sifat guru dan dalam waktu yang sama juga memberikan sifat nabi. Sebenarnya, kita bisa kembali ke nalar yang memang menetapkan bahwa barangsiapa memiliki wewenang untuk mengajar, secara otomatis juga memiliki wewenang untuk memilih jalan yang dia anggap paling baik. Tetapi sebaiknya kita hanya membuktikan hal itu dengan Alkitab saja. Dalam masalah ini, ada beberapa ayat yang menyebutkan secara terus terang bahwa setiap rasul telah memilih jalan pribadi untuk kegiatan pekabarannya. Misalnya, Paulus mengatakan dalam suratnya kepada Jemaat di Roma (15:20): "Dan aku berusaha tidak memberitakan Injil di suatu tempat, di mana nama Kristus telah dikenal, supaya aku tidak membanqun di atas dasar, yang telah diletakkan oranq lain."14 Dapat dipastikan, jika semua rasul mengikuti jalan yang sama dalam berdakwah dan semuanya juga membangun agama Almasih di atas dasar yang sama pula, Paulus tidak akan bisa menyebut dasar yang dipakai sandaran oleh rasul lain itu sebagai "dasar yang diletakkan oleh orang lain". Saat itu, semua rasul akan memiliki dasar yang sama. Berhubung Paulus sudah menyebutnya dengan "dasar yang diletakkan oleh orang lain'; kita harus menyimpulkan bahwa setiap rasul mendirikan agama di atas dasar yang berbeda, juga harus menyimpulkan bahwa para rasul saat menjalankan misi mereka sebagi guru, betul-betul seperti guru-guru lain. Masing-masing mereka menggunakan metode khusus dan memilih untuk mengajar orang-orang yang masih benar-benar bodoh dan belum pernah belajar bahasa dan berbagai bidang ilmu -termasuk matematika yang kebenarannya tidak diragukan oleh siapa pun- kepada orang lain. Dari sisi lain, jika kita membaca surat-surat itu dengan teliti, kita akan mendapatkan bahwa para rasul, meskipun menyepakati agama yang sama, landasan-landasan yang mereka pakai untuk menyampaikannya tampak berbeda. Misalnya, untuk mengokohkan orang-orang di atas agama dan untuk menjelaskan kepada mereka bahwa jalan keselamatan hanya terwujud berkat karunia ilahi, Paulus mengajarkan bahwa seseorang tidak boleh berbangga dengan perbuatan-perbuatannya. Menurutnya, yang boleh dibanggakan hanya iman saja. Perbuatan-perbuatan itu tidak bisa menyelamatkan seseorang (lihat Surat Paulus kepada Jemaat di Roma 3:27-28).15 Berbeda dengan Yakobus yang menyerukan dalam suratnya bahwa keselamatan manusia juga terwujud berkat perbuatan-perbuatannya, bukan berkat imannya saja (lihat Surat Yakobus 2:24).16) Oleh Yakobus, seluruh ajaran agama dibuat terbatas dalam lingkup prinsip-prinsip yang sedikit ini. Jadi, dia mengesampingkan semua argumentasi Paulus.
Akhirnya, tidak diragukan lagi bahwa berbedanya dasar yang dipakai oleh masing-masing rasul yang sudah menjadi penyebab terjadinya pertikaian dan perpecahan yang dikeluhkan oleh gereja sejak masa mereka itu, akan terus dikeluhkan oleh gereja hingga datang suatu hari di mana agama akan dipisahkan dari renungan-renungan filosofis dan menjadi sebatas jumlah kecil dogma sangat mudah yang tetah diserukan oleh Almasih sendiri. Ketika itu, para rasul tidak bisa melakukan hal ini karena orang¬orang tidak mengenal Injil sama sekali. Maka, untuk menghindari terjadinya benturan terlalu keras antara orang-orang itu dengan keyakinan baru, para . rasul mengkondisikan agama hingga sesuai dengan ruh zaman mereka (lihat surat pertama Paulus kepada Jemaat di Korintus 9:19, 20... dan seterusnya)17) dan mendirikannya diatas asas-asas yang paling populer dan paling bisa diterima pada masa itu. Oleh karenanya, tidak ada seorang rasul pun yang berfilsafat seperti Paulus yang memberitakan Injil kepada seluruh bangsa. Sedang rasul-rasul lain yang hanya berdakwah di kalangan bangsa Yahudi yang terkenal membenci filsafat telah menyesuaikan diri dengan kebiasaan bangsa Yahudi ini juga (lihat surat Paulus kepada Jemaat di Galatia 2:2... dan seterusnya).18) Mereka mengajarkan agama secara murni dan bersih dari renungan-renungan filosofis. Alangkah bahagianya zaman kita ini, jika kita bisa melihat agama ini juga terbebas dari mitologi.

Catatan :
1). Bukan rasul dalam terminologi Islam
2). Kor 14:6 Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran?
3). I Kor 7:40 Tetapi rnenurut pendapatku, ia lebih berbahagia, kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya. Dan aku berpendapat. bahwa aku juga mempunyai Roh Allah.
4). Para ahli tafsir menerjemahkan kata Yunani "Iogismai" yang tersebut dalam paragrap ini dengan "menyimpulkan". Dalam hal ini, mereka mengatakan, "Paulus menggunakannya dengan arti `sunlogismai"', padahal kata Yunani "logismai" ini sepadan dengan kata Ibrani "hasyab". yakni mengira atau menduga. Arti ini juga sesuai dengan naskah Suryani. Dalam terjemahan itu (jika benar-benar terjemahan, karena masih meragukan. Penerjemah dan waktu munculnya tidak diketahui, di samping itu bahasa asli para rasul juga bahasa Suryani) teks itu tersebut demikian: "Metraghenan hochiel". Sepertinya. Tremellius benar ketika menerjemahkan ungkapan ini dengan, "Nous jugeons donc" (dengan demikian kita mengira) karena sepadan dengan kata "reghion" yang menurunkan kata kerja "raghenan (yang mengira/melihat)". Selanjutnya, kata "reghiono" yang dalam bahasa Ibrani "raghava" menunjukkan arti "kehendak". Dengan demikian. ungkapan "Metraghenan hochiel" itu berarti "kami berkehendak" atau "kami mengira". (Sp)
5). Dalam Alkitab terjemahan baru bahasa Indanesia tersebut demikian: "Hal ini kukatakan kepadamu sebagai kelonggaran, bukan sebagai perintah. "
6). Pesan-pesan Almasih di atas gunung yang diriwayatkan oleh Santo Matius dalam Injilnya, fasal 5 dan seterusnva.
7). Ulangan 31:21 Maka apabila banyak kali mereka ditimpa malapetaka serta kesusahan, maka nyanyian ini akan menjadi kesaksian terhadap mereka...
8). Spinoza membedakan kegiatan dakwah (pemberitaan) para rasul dengan kegiatan tulis-menulis mereka. Yang pertama sebagai nabi dan yang kedua sebagai guru biasa. (pen.)
9). Kis 15:37-39 Barnabas ingin membawa juga Yohanes yang disebut Markus; tetapi Paulus dengan tegas berkata, bahwa tidak baik mernbawa serta orang yang telah meninggalkan mereka di Pamfilia dan tidak mau turut bekerja bersama-sama dengan mereka. Hal itu menirnbulkan perselisihan yang tajam, sehingga mereka berpisah dan Barnabas membawa Markus juka sertanya berlayar ke Siprus.
10). I Kor 14:6 Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyarnpaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat utau pengajaran?
11). Dalam Alkitab terjemahan baru bahasa Indonesia: Tetapi menurut pendapatku. ia lebih berbahagia, kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya. Dan aku berpendapat, bahwa aku juga mempunyai Roh Allah.
12). Pesan-pesan Almasih di atas gunung yang diriwayatkan oleh Santo Matius dalam Injilnya, fasal 5 dan seterusnya. (Sp)

13). Dalam Alkitab terjemahan baru bahasa Indonesia, ayat ini tersebut demikian: "Untuk Injil inilah aku telah ditetapkan sebagai pemberita, sebagai rasul dan sebagai guru. " Dalam Alkitab versi King James: Whereunto I am appointed a preacher, and an apostle, and a teacher of the Gentiles.
14). Dalam Alkitab terjemahan baru bahasa Indonesia tersebut demikian: Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kelwrmatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, dimana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar yang telah diletakkan orang lain.

15). Roma 3:27, 28 Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, rnelainkan berdasarkan iman! Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukurn Taurat.
16). Yakobus 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.
17). I Kor 9:19, 20 Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.
18). Gal 2:2 Aku pergi berdasarkan suatu pernyataan. Dan kepada mereka kubentangkan Injil yang kuberitakan di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi -dalam percakapan tersendiri kepada mereka yang terpandang-, supaya jangan dengan percuma aku berusalaa atau telah berusaha.