Ditulis oleh MUSLIM di/pada September 2, 2009
-------------------------------------------------------------------
oleh : DR. Jum’ah Ali al-Khauly
(Ketua bagian Aqidah di Fak. Dakwah dan Ushuluddin)
Sikap Interaksi Rasulullah dengan Bani Quraidzah
Dan bantahan atas syubhat-syubhat yang terdapat disekitarnya
Mengenai sikap interaksi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dengan bani quraidzah, kita tidak ingin tergesa-gesa menghukuminya.Kita katakan bahwa sesungguhnya beliau shalallahu ‘alaihi wasalam mengatasi masalah dengan satu-satunya cara yang tidak berguna cara selainnya, atau memberi jalan keluarnya yang tepat.Kita tidak menginginkan tergesa-gesa dalam menghukuminya sebelum kita memperhatikan situasi dan kondisinya.Telah diketahui bahwa setelah kedatangan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam di kota madinah, beliau mengadakan perjanjian dengan orang-orang yahudi bani quraidzah yang ada di dalamnya. Hal ini tercatat sebagai gencatan senjata pertama dalam sejarah dunia[1]- Di antara poin-poin perjanjian ini sebagai berikut:Adanya komitmen setiap dari kaum muslimin dan kaum yahudi untuk hidup damai di antara keduanya dan tidak berbuat dzalim satu dengan kelompok yang lain[2]
- Masing-masing dari kedua belah pihak berjanji untuk saling membela kota Madinah dari serangan luar , serta wajib bagi kaum yahudi bergabung bersama kaum mukminin selama dalam perang[3]
Pada tahun kelima dari hijrah, kaum muslimin melewati kondisi-kondisi yang berat ketika terhimpun kekuatan terbesar musuh untuk membinasakan kaum muslimin di kota Madinah. Pasukan gabungan itu melingkari kota Madinah dengan jumlah 10.000[4] orang dari kaum musyirikin quraisy dan kabilah-kabilah Ghathafan, Asyja’, Asad, Fizaaroh, serta Bani Salim. Jumlah kaum muslimin waktu itu tidak lebih dari 3000 pejuang[5]. Berdasarkan nash-nash perjanjian yang mengikat dua kelompok, seharusnya kaum yahudi Bani Quraidzah bergabung dalam barisan kaum muslimin untuk menghadapi kekuatan yang merayap ke kota Madinah. Namun yang terjadi adalah kebalikannya.
Pada saat-saat kritis seperti ini, kaum muslimin dikagetkan dengan pengkhianatan bani Quraidzah yang tidak memperhatikan hak tetangga, tidak pula menghormati janji. Mereka bergabung dengan barisan musuh untuk membinasakan kaum muslimin.Bani Quraidzah telah mengkhianati perjanjian. Berita bergabungnya mereka dalam barisan musuh menyebabkan kekhawatiran yang mendalam bagi kaum muslimin, karena kaum muslimin tidak menyangka hal ini akan terjadi pada saat-saat kritis seperti ini.
Pada mulanya Rasul berusaha menyembunyikan berita tersebut dari kaum muslimin karena khawatir akan terjadihal-hal yang tidak diinginkan. Beliau segera mengutus delegasi yang terdiri dari Sa’ad bin Mu’adz (Pemuka suku Aus), Sa’ad bin ‘Ubadah (pemuka suku Khazroj), Abdulllah bin Rowahah serta Khawaat bin Jubair supaya mengingatkan kaum tersebut akan perjanjiannya dengan kaum muslimin, dan mewanti-wanti mereka akan resiko terhadap apa yang mereka lakukan. Nabi berkata , “Pergi dan lihatlah mereka, apakah benar kabar yang sampai kepada kita tentang mereka atau tidak ! Jika benar, isyaratkan kepadaku. yaitu, perkataan samar yang tidak jelas sehingga orang-orang tidak mengetahuinya. Akan tetapi apabila mereka masih memenuhi perjanjian, maka sampaikan kepadaku dengan perkataan yang jelas sehingga orang-orang dapat mengetahuinya…” Rombongan sahabat itupun segera berangkat mendatangi Bani Quraidzah. Mereka mendapati Bani Quraidzah dalam keadaan paling buruk sebagaimana kabar yang sampai kepada Nabi. Kaum Yahudi itupun berkata-kata tentang Nabi ,” Siapakah Rosulullah ? kami tidak ada perjanjian sama sekali dengan dia.” Para sahabat segera kembali dan melaporkan semuanya dengan isyarat kepada Nabi. Maka Nabipun berkata,” Allahu akbar, berbahagialah wahai kaum Muslimin !”[6]
Begitulah apa yang dilakukan oleh pembesar kaum tersebut. Mereka menyatakan bergabung dengan musuh dan mulai memberikan bantuan berupa harta benda. Pengkhianatan mereka dari belakang itu merupakan tamparan yang keras bagi kaum muslimin dibandingkan serangan ahzab (para sekutu) dari luar kota Madinah. Karena kaum muslimin sama sekali tidak menyangka akan didatangi rasa takut dari dalam benteng yang aman. Ketika itulah bahaya semakin besar dan ketakutanpun memuncak, dimana para musuh datang dari arah atas dan bawah, sehingga kaum mu’minin banyak yang berprasangka tidak baik, dan semakin nampak kemunafikan dari sebagian orang-orang munafik yang membuat fitnah dan kegoncangan dalam jiwa kaum muslimin di kota Madinah, sampai-sampai salah seorang dari mereka mengatakan; “Dulu Muhammad pernah menjajikan kita perbendaharaan Kisra dan Kaisar. Padahal pada hari ini, seorang dari kita tidak merasa aman untuk pergi ke tempat buang hajat”.[7]
Beginilah situasi yang terjadi pada perang Ahzab, sehingga sebagaimana yang diceritakan Ummu Salamah –istri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam – mengenai kondisi kaum muslimin pada waktu itu dalam pernyataannya; “Aku menyaksikan bersama Rasulullah berbagai peristiwa perang dan rasa takut, aku menyaksikan peristiwa Muraisi’, Khaibar, Perjanjian al Hudaibiyah, Penaklukan kota Makkah, serta Perang Hunain. Tidak ada peristiwa yang lebih melelahkan Rasulullah dan mengkhawatirkan kami dari peristiwa Khondaq, hal ini lantaran kaum muslimin dalam kondisi rawan, dan anak-anak kami tidak aman dari Bani Quraidzah. Kota Madinah dijaga ketat hingga pagi hari dan terdengar takbir kaum muslimin sehingga kaum tersebut merasa takut[8], akan tetapi pertolongan Allah datang untuk menolong keimanan dan pemiliknya serta menghancurkan kesyirikan dan gembongnya. Allah berkehendak untuk menjauhkan sejauh-jauhnya sumpah untuk bersekutu antara kaum musyrikin dan kaum yahudi.
{ وَرَدَّ اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا خَيْراً وَكَفَى اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ الْقِتَالَ } (الأحزاب الآية 25).
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan , dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(Al Ahzab : 25)Dan setelah kaum musyrikin dan para sekutunya mundur dengan membawa kekalahan, kaum muslimin kembali ke tempat mereka di Madinah. mereka mengistirahatkan diri dari keletihan jihad, dan menenangkannya setelah tertimpa kegoncangan jiwa selama sebulan penuh. Tampaknya sebagian orang menyangka bahwa perkara sudah selesai sampai batas ini, akan tetapi apakah orang-orang yang telah melanggar perjanjian akan dibiarkan tanpa adanya perhitungan dan pelajaran? Tidak !. Keadilan Rabb tidak menghendaki seperti itu . Oleh karena itu hukuman merekapun disegerakan.
Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam telah mandi dari bekas berjaga-jaga pada perang Ahzab di rumah Ummu Salamah radhiallahu ‘anha tiba-tiba muncul dihadapannya Jibril ‘alaihissalam sembari mengatakan; “Apakah engkau meletakkan senjata wahai Rasulullah“, beliau menjawab; “Ya“. Dia berkata; “Akan tetapi para malaikat tidak meletakkan senjatanya, dan kini saatnya aku kembali untuk menuju kaum itu”.[9] Lalu berkata; “Sesungguhnya Allah memerintahkan engkau untuk bangkit menuju Bani Quraidzah, aku akan pergi kepada mereka dan akan ku goncangkan mereka”. Maka beliau menyeru kaum muslimin; “Ketahuilah, janganlah seseorang shalat ashar melainkan di Bani Quraidzah”. Maka berjalanlah manusia hingga sebagian mereka mendapatkan waktu ashar di jalan, sebagian mengatakan,” Kita tidak akan shalat hingga sampai ke tempat tujuan.” Yang lain berkata, “Tidak, kita shalat dulu, beliau tidak bermaksud seperti itu.” Kabar inipun sampai kepada Rasulullah dan beliau tidak menyalahkan seorang dari mereka.[10]
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam segera mengikuti para sahabat setelah beliau menyerahkan kota Madinah kepada Abdullah bin Ummi Maktum. Beliau mengepung kaum tersebut selama sebulan atau 25 hari[11]. Ketika pengepungan telah berlangsung lama, mereka menawarkan supaya dibiarkan keluar menuju Adzri’aat di Syam dengan meninggalkan harta yang mereka miliki. Rasulpun menolak dan menuntut mereka supaya menyerah tanpa syarat. Bani Quraidzah pun menerima, dan mengikuti hukum Rasulullah SAW,
Beliau shalallahu ‘alaihi wasalam menyerahkan hukum mereka kepada Sa’ad bin Mu’adz, salah seorang pemuka suku Aus[12]. Dalam pemilihan Saad itu menunjukkan kebijaksanaan Rasulullah SAW, jauhnya pandangan beliau, dan pengetahuannya terhadap perasaan hati mereka. Hal ini karena Sa’ad dahulu sekutu Bani Quraidzah di masa jahiliyah.Kaum yahudi senang dengan pilihan tersebut. Mereka menyangka orang ini akan berbuat baik kepada mereka dalam putusan hukumnya.
Sa’ad melihat kenyataan tersebut dari semua sisi. Dia menyaksikan langsung peristiwanya dan mengetahui dengan jelas perjanjian yang tertulis antara keduanya. Sa’ad sendiri yang mengingatkan mereka di awal perkara agar mereka kembali dari pengkhianatan dan penyimpangan mereka, namun kaum tersebut tetap dalam pengingkaran, tidak memperhitungkan akibatnya dan tidak menjaga sumpahnya atas nama Allah. Oleh karena itu ketika ia berbicara mengenai perkara mereka yang lebih dari satu kali, ia mengatakan,” Telah tiba saatnya bagi Sa’ad untuk tidak takut celaan orang yang mencela di dalam hukum Allah“.[13]
Sesudah Sa’ad radhiyallahu ‘anhu mengambil perjanjian dari kedua belah pihak agar menerima apa yang akan putuskan[14], Ia memerintahkan Bani Quraidzah untuk turun dari benteng-benteng mereka dan meletakkan senjata. merekapun melakukannya. Selanjutnya dia berkata; “Aku putuskan agar orang-orang yang ikut perang dari mereka untuk dibunuh dan ditawan anak-anak dan harta-harta mereka“. Maka Rasul pun bersabda: “Sungguh engkau telah memutuskan dengan hukum Allah dari atas langit yang tujuh“[15]. Rosulullah kemudian menyuruh untuk dilaksanakan hukuman tersebut. Merekapun diseret menuju parit-parit di kota Madinah. Kaum lelaki mereka dibunuh. Kaum wanita dan anak-anak yang belum baligh ditawan. Bani Quraidzah pun mendapatkan seburuk-buruk tempat kembali atas pengkhianatan keji mereka.
Ini sesuai dengan firman Allah;
{ وَأَنْزَلَ الَّذِينَ ظَاهَرُوهُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ صَيَاصِيهِمْ وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ فَرِيقاً تَقْتُلُونَ وَتَأْسِرُونَ فَرِيقاً. وَأَوْرَثَكُمْ أَرْضَهُمْ وَدِيَارَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ وَأَرْضاً لَمْ تَطَأُوهَا وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيراً } (الأحزاب الآية 26. 27).
(26)Dan dia menurunkan orang-orang ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan.(27) Dan dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak.Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.Disini tampak oleh sebagian orang yang menyudutkan islam dan membesar-besarkan tindakan Rasululah terhadap Bani Quraidzah. mereka menganggap bahwa hukuman eksekusi berjamaah yang telah dilaksanakan pada mereka itu merupakan suatu kekejaman dan kekerasan, dan bahwasanya bisa saja beliau menghukum mereka dengan hukuman yang lainnya seperti diusir atau diasingkan. Maka kita katakan kepada mereka:
Pertama; apa yang akan terjadi jika perang Ahzab selesai sesuai dengan apa yang dirancang oleh Bani Quraidzah dan para sekutu mereka, bukankah akan terjadi pemusnahan terhadap kaum muslimin semuanya ?
Tidaklah kaum yahudi ambil bagian dalam makar busuk ini melainkan setelah mereka yakin bahwa mereka (dengan bantuan kaum musyrikin) akan mampu menghancurkan islam dengan menyeluruh sampai ke akar-akarnya. Karenanya mereka tidak segan-segan untuk mengkhianati perjanjian dengan kaum muslimin dalam bentuk yang amat buruk.[16]
Kaum yahudi itu sangat berambisi agar upaya ini berakhir dengan keberhasilan, sehingga mereka meminta para sekutu dan kaum musyrikin agar menyerahkan sebanyak 70 pemuda dari anak-anak mereka sebagai jaminan di sisi mereka bahwa para sekutu tidak akan mundur dari kota Madinah melainkan setelah mengosongkan dan membinasakan kaum muslimin di Madinah.[17]
Awalnya Orang-orang yahudi bimbang untuk berserikat dengan barisan kaum musyrikin. Ketika itu Ka’ab bin Asad al-Quradzi berkata kepada Huyay bin Akhthab yang datang untuk menghasutnya agar bergabung bersama mereka, lantas ia pun berkata kepadanya; “Sungguh engkau orang yang mendatangkan kesialan, dan sungguh aku telah berjanji dengan Muhammad, maka aku tidak akan melanggarnya“[18]. Akan tetapi, tatkala mereka mendapatkan berita-berita kuat yang menyatakan bahwa situasi kaum muslimin dalam keputusasaan dan mereka tidak akan bertahan lama menghadapi pasukan musuh yang berjumlah besar, mereka bergegas untuk bergabung bersamanya. Maka kaum yahudi –semoga Allah tidak mentaqdirkannya- jika ditaqdirkan menguasai kaum muslimin, mereka tidak akan ragu sedikitpun untuk membunuh dan memusnahkan, sesuai tabiat mereka yang tidak mempermasalahkan dalam hal memerangi orang lain dan menghalalkan darahnya,
{ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لَيْسَ عَلَيْنَا فِي الْأُمِّيِّينَ سَبِيلٌ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ } (آل عمران الآية 75).
Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. mereka Berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka Mengetahui.
Dalam kitab injil “perjalanan kedua” dikatakan,” Maka tatkala kamu telah dekat dengan kota untuk memeranginya, maka ajaklah penduduknya untuk berdamai. Jika mereka menyambut ajakanmu dan membukakan pintunya maka setiap lembah yang ada didalamnya adalah milikkmu, untuk kamu gunakan dan melayanimu. Apabila mereka tidak menyerah kepadamu bahkan memerangimu maka kepunglah mereka. Apabila tuhanmu memenangkanmu atas mereka, maka bunuhlah seluruh laki-lakinya. Adapun wanita, anak-anak, hewan peliharaan, semua yang ada di kota dan semua harta rampasan adalah milikmu sebagai harta rampasan. Kamu boleh memakan harta rampasan musuh yang telah tuhan berikan untuk mu. Demikian pula perlakuanmu terhadap semua kota yang jauh, yang bukan daerah umat ini. Adapun daerah-daerah -tertentu -ini, yang telah tuhan berikan sebagai bagianmu maka janganlah kalian ambil karena itu dilarang.” Yaitu lepaskanlah.[19]
Oleh sebab itu, Muhammad Ali mengomentari teks ini dalam kitabnya,Hayatu Muhammad wa Risalatuh (Kehidupan Muhammad dan risalahnya) dengan ucapannya: “Inilah keputusan Sa’ad yang sesuai dengan syariat agar kaum lelaki Bani Quraidzah dibunuh, kaum wanita dan anak-anak mereka ditawan serta harta benda mereka dirampas. Meskipun tampaknya hukuman ini kejam, namun sungguh hukuman ini sesuai dengan peraturan yang kaum yahudi putuskan –dengan mengikuti syariat kitab mereka- terhadap para musuh mereka yang kalah. Maka apa yang ditentang atas kerasnya hukuman ini? [20]
Sikap menerima bahwa hukum syariat adalah hukum yang paling manusiawi wajib pegang teguh. Maka peraturan apapun yang dibawa syariat merupakan hukum yang paling lembut dan paling baik yang dipersembahkan Islam untuk manusia.
Kedua: Bahwa kaum yahudi belum pernah mendapatkan dari kaum muslimin sepanjang dalam perjanjian melainkan kebaikan dan pemenuhan janji, sebagaimana yang mereka akui. Maka ketika Huyay bin Akhthab menemui Ka’ab bin Asad al-Quradzi dan menghasutnya untuk membatalkan perjanjian dengan Rasulullah SAW, ia berkata; ‘Tinggalkan aku dan urusanku, karena sungguh aku tidak pernah melihat Muhammad kecuali sifat jujur dan menepati janji.[21] Namun Huyay bin Akhthab terus menghasutnya hingga mau berkhianat dan melanggar perjanjian.
Ketiga: Hukuman ini, meskipun datangnya dari Sa’ad bin Mu’adz, ia berkedudukan sebagai hukum yang datang dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, lantaran beliau menyetujuinya. Persetujuan Rasul shalallahu ‘alaihi wasala itu seperti ucapan dan perbuatannya sebagaimana yang dikenal oleh ahli hadits, Sedangkan Rasulullah tidaklah berbicara dengan hawa nafsunya, maka seakan-akan itu merupakan hukuman Allah dan Rasul terhadap mereka para pengkhianat.
Oleh sebab itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda kepada Sa’ad; “Sungguh engkau telah memutuskan hukuman terhadap mereka dengan hukum Allah dari atas langit lapis tujuh “[22] dalam riwayat at-Thabari; “Sungguh engkau telah memutuskan hukuman terhadap mereka dengan hukum Allah dan hukum RasulNya.”[23]
Selanjutnya bukankah Jibril yang berdiri dihadapan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam tatkala beliau sedang mencuci kepalanya sekembalinya dari perang Ahzab. Jibril memerintahkan beliau agar menuju Bani Quraidzah. Jibril berkata,” Sesungguhnya Allah menyuruh engkau wahai Muhammad agar berjalan menuju Bani Quraidzah, sungguh aku berangkat menghadapi mereka dan aku goncangkan tiang-tiang mereka”. Dalam riwayat lain “Bangkitlah dan ikatlah senjatamu, demi Allah aku benar-benar akan mengguncangkan mereka…..[24]” Maka tidaklah hal ini menunjukkan sesuatu selain kebinasaan yang sempurna dan siksa yang keras dari Rabb semesta alam untuk setiap penjahat dan pengkhianat.
Keempat: Bahwa undang-undang di negeri manapun saat ini ada hukuman mati atas orang yang mengkhianati tanah airnya dan melakukan komunikasi dengan musuh atau memata-matainya. Salah seorang penulis buku modern menyatakan; “Seandainya orang-orang yang mencela hukuman Sa’ad terhadap Bani Quraidzah mempelajari undang-undang modern dengan pembelajaran yang dalam dan mempraktekkannya pada masalah Bani Quraidzah, niscaya akan memandang bahwa undang-undang abad ke 20 tidak berbeda dengan apa yang dicetuskan oleh Sa’ad bin Mu’adz. Sungguh telah terjadi antara Rasul SAW dengan kaum yahudi Bani Quraidzah sebuah perjanjian yang memelihara hak-hak kedua belah pihak dan mengharuskan setiap kelompok menolong kelompok yang lain jika menghadai marabahaya dalam perang, namun kaum yahudi malah melakukan propaganda dan bergabung dengan para musuh. Menjatuhkan kaum muslimin di antara dua batu besar di kota Madinah dalam keadaan panas oleh api permusuhan kaum musyrikin dari satu arah dan kedzaliman kaum yahudi dari arah yang lain. Dengan demikian mereka melakukan pengkhianatan dengan tiga kejahatan[25]
- Mengangkat senjata ke arah pemimpin kota Madinah bersama musuh asing
- Melakukan penyelinapan ditengah-tengah musuh lawan kaum muslimin
- Mempermudah jalan masuk musuh ke dalam negeri
Kelima; Terkadang dikatakan; ” Mengapakah Rasul tidak mensikapi Bani Quraidzah sebagaimana sikap panglima perang yang menang atas pasukan musuh yang menyerah dihadapannya atau mempergauli mereka sebagaimana beliau mempergauli kaum yahudi Bani an-Nadhir dan Bani Qainuqa’ ?”
Jawaban atas hal itu bahwa Bani Quraidzah bukanlah para tawanan perang hingga membuat condong kepada mereka lantaran kasihan, juga mereka tidak berada dalam kondisi peperangan dengan kaum muslimin, mereka adalah tetangga yang telah berjanji bersama membentuk persatuan negeri yang menuntut kebersamaan dalam melawan musuh di kota Madinah. Akan tetapi mereka malah menampakkan suatu yang lebih berbahaya daripada musuh, dan lebih buruk dari mereka
Mereka memberikan penginapan terhadap sekelompok manusia –yang ingin memusuhi-, memberikan keamanan dan mengkhususkan mereka dengan hak-hak tetangga dan memberikan perlindungan. Maka merekapun menempatkan diri mereka sebagai pengkhianat yang melakukan makar bersama musuh terhadap warga dan negaranya disaat peperangan sedang berlangsung. Ini adalah pengkhianatan terbesar, tidak ada hukuman bagi mereka di seluruh syari’at melainkan hukuman mati secepatnya.
Sikap bani Quraidzah ini jelas berbeda dengan sikap Bani Qunaiqa’ dan Bani an-Nadziir.Bani Qunaiqa’ hanya menampakkan kebenciannya dalam ucapan-ucapan mereka, menyebarkan kekhawatiran dan keragu-raguan. Adapun Bani an-Nadziir telah bersekongkol untuk mencalakakan Rasulullah dan mengadakan janji dengan sebagian kaum munafik untuk merealisasikannya. Hanya saja mereka tidak berkesempatan untuk sampai kepadanya tujuan itu.
Mereka semuanya lebih ringan bahayanya dibandingkan orang –orang yang terang-terangan menghunus pedang dan berdiri dibarisan para musuh, menimbulkan rasa takut dan khawatir di hati dari berbagai sisi. Beliau shalallahu ‘alaihi wasalam mengusir Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir dari kota Madinah. lantaran mereka pembuat onar dan fitnah juga sumber kesusahan kaum muslimin, Adapun bani Quraidzah inilah golonga yang menghimpun para sekutu dan mengumpulkan kabilah-kabilah bersama kaum musyrikin pada hari Khondaq. Dengan persekongkolan mereka yang telah tercerai berai itu, Mereka memberi kaum muslimin sebuah pelajaran yang memutuskan harapan untuk berhubungan baik dengan mereka.[26]
Maka terhadap orang-orang yang menganggap buruk hukum yang ditimpakan atas Bani Quraidzah dan menggambarkannya bahwa itu keras dan sadis, wajib baginya mengetahui duduk permasalahan dan pembahasannya agar sadar bahwa orang-orang yahudilah yang melancarkan kehancuran diri mereka sendiri.Dan Allah berkata haq dan Dialah pentunjuk kepada jalan kebenaran.
Sumber : Majalah Universitas Madinah http://www.iu.edu.sa/magazine/57/16.htm
[1]DR.Muhammad Hamidullah, “Majmu’ah Al Watsa’iq As-Siyasiyah Li Ahdin Nabiy wal Khilafah Rasyidah”, Cet.2 Thn.1389 H [2]Sirah Ibn Hisyam Juz 1/501 Cet.2 Thn 1375H
[3]Sirah Ibn Hisyam Juz 1/501 Cet.2 Thn 1375H
[4]Sirah Ibn Hisyam Juz 2/217 Cet.2 Thn 1375H
[5]Sirah Ibn Hisyam Juz 2/220 Cet.2 Thn 1375H
[6] Sirah Ibn Hisyam Juz 2/222 Cet.2 Thn 1375H
[7]Rujukan sebelumnya
[8] Fi Dzilal Qur’an Juz 21/548 Cet.7 Thn.1391H
[9]Sirah Ibn Hisyam Juz 2/232
[10]Shahih Bukhari
[11] Ath Thabari ,Tarikh Ar Rusul wal Muluk, Juz 2/583;Sirah Ibn Hisyam Juz 2/234
[12] Ath Thabari ,Tarikh Ar Rusul wal Muluk, Juz 2/586
[13] Rujukan sebelumnya hal.587
[14] Ath Thabari ,Tarikh Ar Rusul wal Muluk, Juz 2/587
[15] Ath Thabaqat Al Kubra,Juz 2/275 Cet.Beirut,1376 H
[16]Muhammad Ahmad Basymil ,”Ghazwa Bani Quraidzah,hal.243
[17]Sirah Halabiyah,Juz 2/347,1382H
[18]Ibn Sayyid Annas,”’Uyunul Akhbar”, Juz2/59
[19] As Safar At Tastniyah 10:18
[20]Hayatu Muhammad wa Risalatuh,hal 175,Dinukil dari Muhammad Ahmad Basymil ,”Ghazwa Bani Quraidzah,hal.179
[21]Al Bidayah wan Nihayah 4/103 Cet.Thn.1966
[22]Sirah Ibn Hisyam Juz 2/240 Cet.2
[23]Ath Thabari ,Tarikh Ar Rusul wal Muluk, Juz 2/587
[24]Ibn Sayyid Annas,”’Uyunul Akhbar”, Juz 2/68
[25]Muhammad Ahmad Basymil ,”Ghazwa Bani Quraidzah,dinukil dari Makalah DR.Muhammad Rajab Al Bayumi di Majalah Al Hajj Vol.12 Thn.88
[26]Rujukan sebelumnya,Hal 274